Foto, Patung, dan Gambar dalam Pandangan Islam
Oleh : Ust.Mahfudz
(Sekretaris LBM NU Lampung)
KEBANYAKAN gambar dan patung pada zaman Nabi dan sesudahnya, adalah berupa orang atau benda yang disucikan dan diagung-agungkan. Sebab pada umumnya, gambar atau lukisan dan patung itu adalah made in Nasrani dan Majusi yang identik dengan penyembahan.
Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Abu Dluha pernah berkata, “Saya dan Masruq berada di sebuah rumah yang di situ ada beberapa patung. Lalu Masruq berkata kepadaku, apakah ini patung Kaisar? Saya jawab, tidak. Ini adalah patung Maryam.
Masruq bertanya demikian, karena menurut anggapannya bahwa lukisan itu buatan Majusi dimana mereka biasa melukis raja-raja mereka di bejana-bejana. Tetapi akhirnya ketahuan bahwa patung tersebut adalah buatan orang Nasrani.
Kemudian Masruq berkata, “Saya pernah mendengar Ibnu Mas'ud menceritakan apa yang ia dengar dari Nabi SAW. Beliau bersabda, "Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat ialah orang-orang yang menggambar." (Riwayat Muslim).
Imam Thabari berkata, yang dimaksud dalam hadist ini, yaitu orang-orang yang menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur.
Tetapi kalau tidak ada maksud seperti di atas, maka dia tergolong orang yang berdosa meski hanya menggambar saja. Hal ini hampir sama dengan persoalan orang yang melukis atau membuat patung makhluk-makhluk yang bernyawa dengan tujuan menandingi ciptaan Allah.
Terhadap orang seperti inilah berlaku hadist Nabi SAW "Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya ialah orang-orang yang menandingi ciptaan Allah." (Riwayat Muslim).
"Siapakah orang yang lebih berbuat dzalim selain orang yang bekerja membuat seperti buatanku?. Oleh karena itu cobalah mereka membuat biji atau dzarrah." (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab Fathul Bari dalam bab “Man Showwaro Shurotan” disebutkan banyak perbedaan pandangan mengenai gambar mahluk yang bernyawa ini.
Ibnul Arabi menyimpulkan perbedaan pendapat para ulama tentang ini. Yaitu, jika gambarnya tiga dimensi maka menurut ijma’ul ulama hukumnya haram. Sementara kalau hanya dua dimensi maka ada empat qoul, boleh secara mutlaq, dengan memperhatikan dzohirnya hadits “illaa roqman fii tsaubin”.
Jika gambar utuh bentuknya, hukumnya haram, jika di potong kepalanya, maka hukumya boleh.Kalau gambarnya tidak diagungkan maka boleh, jika di agungkan maka haram.
Sekarang bagaimana dengan gambar-gambar yang dihasilkan kamera atau video recorder?
Hukumnya tidak sama dengan hukum gambar lukisan tangan. Sebab gambar yang dihasilkan dari foto dan video recorder itu tidak ada unsur penciptaan dan menggambar makhluk yang bernyawa di dalamnya, namun hanyalah menangkap dan memindahkan obyek atau bayangan suatu benda lalu menempatkannya di tempat lain.
Sebagaimana gambar pada cermin, tidak ada yang mengatakan bahwa gambar yang terdapat di dalam cermin tersebut haram hukumnya. Sebab, tidak ada unsur penciptaan.
Bagaimana jika foto-foto itu digantung di dinding, haramkah? Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa foto berbeda hukumnya dengan lukisan.
Menurut Syaikh Nawawi Banten, bahwa menggantung foto para ulama, auliya dan orang-orang sholih di dinding adalah bid’ah mandubah. Perlu digaris bawahi, bahwa dalam hal ini para pelaku tidak mengkultuskan atau memuja apalagi menyembah. Mereka hanya mengagumi dan simpati terhadap orang-orang sholih, selebihnya tidak.
Disebutkan dalam hadits, "Sungguh syaitan itu menyingkir bila melihat bayangan umar". Dalam hadits lain disebutkan, “Maukah kalian kuberitahu orang-orang mulia diantara kalian? Mereka adalah orang-orang yang ketika dilihat wajahnya maka membuat ingat kepada Allah (Adabul Mufrad. Imam Bukhari),
Hadits-hadits di atas, menunjukkan bahwa bayangan dan diri orang-orang shalih mempunyai kekhususan dan kewibawaan tersendiri.
Berbeda dengan foto wanita yang tidak menutup auratnya yang dipampang atau digantung di dinding atau ditaruh di meja diruang tamu. Mungkin foto ini juga mempunyai pengaruh, tetapi pembaca tentunya lebih tahu bagaimana pengaruh gambar tersebut.
Berbeda lagi dengan kebiasaan orang-orang Hindu di India, mereka memasang foto di dinding, dikalungi bunga, dikasih lilin dan dipuja-puja, tentu inilah yang dimaksud hadits tentang haramnya menggantung gambar makhluk bernyawa di dinding, yaitu menggantungnya dengan maksud dipuja dan disembah. Wallohu a’lam bis Showab. (**)