BANYAK masyarakat bertanya, apakah besentuhan antara suami dan isterinya akan membatalkan wudhu, walaupun dilakukan tanpa sengaja.
Mengenai persoalan menyentuh istri apakah membatalkan wudhu apa tidak, sebenarnya merupakan persoalan yang sejak dulu diperselisihkan para fuqaha.
Pendapat yang populer di kalangan umat Islam Indonesia adalah pendapat yang menganggap bahwa menyentuh istri membatalkan wudhu jika tanpa penutup atau aling-aling (bi duni ha`il), kecuali rambut, gigi, dan kuku.
Pendapat lain menyatakan bahwa menyentuh perempuan baik istri, perempuan ajnabiyyah, atau mahramnya tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik diiringi syahwat maupun tidak. Ini adalah pandangan yang dianut para ulama dari madzhab Hanafi. Sedangkan menurut Imam Malik, sepanjang menyentuhnya tidak diiringi syahwat maka wudhu tidak batal.
( ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¶ŁŁŲ”Ł Ł
ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŲ©Ł Ų ŁŁŁ
ŁŲ³ŁŁ Ų§ŁŁŁ
ŁŲ±ŁŲ£ŁŲ©Ł ŲØŁŲ“ŁŁŁŁŁŲ©Ł Ų Ų£ŁŁŁ ŲŗŁŁŁŲ±Ł Ų“ŁŁŁŁŁŲ©Ł ) Ų ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŲØŁŁŁ Ų¹ŁŲØŁŁŲ§Ų³Ł Ų±ŁŲ¶ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲŖŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁ
Ł Ų ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų§ŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ų±ŁŲŁŁ
ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲŖŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŁ ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¶ŁŁŲ”Ł Ł
ŁŁŁ Ų°ŁŁŁŁŁ Ų ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁ
ŁŲ±Ł ŁŁŲ§ŲØŁŁŁ Ł
ŁŲ³ŁŲ¹ŁŁŲÆŁ Ų±ŁŲ¶ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲŖŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁ
ŁŲ§ Ų ŁŁŁŁŁŁ Ų§Ų®ŁŲŖŁŁŁŲ§ŁŁ Ł
ŁŲ¹ŁŲŖŁŲØŁŲ±Ł ŁŁŁ Ų§ŁŲµŁŁŲÆŁŲ±Ł Ų§ŁŁŲ£ŁŁŁŁŁŁ ŲŁŲŖŁŁŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲØŁŲŗŁŁ ŁŁŁ
ŁŁŁ ŁŁŲ¤ŁŁ
ŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł Ų£ŁŁŁ ŁŁŲŁŲŖŁŲ§Ų·Ł ŁŁŁŁŁ Ų ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ł
ŁŲ§ŁŁŁŁ Ų±ŁŲŁŁ
ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų„ŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų“ŁŁŁŁŁŲ©Ł ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ų ŁŁŲ„ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŁŁŲ§
Artinya, āTidaklah wajib berwudhu karena mencium istri atau menyentuhnya baik dengan syahwat atau tidak misalnya. Ini adalah pendapat Sayyidina Ali Ra dan Ibnu Abbas Ra. Menurut Imam Syafiāi, wajib wudhu. Ini adalah pendapat Sayyidina Umar Ra dan Ibnu Masāud. Persoalan ini dasarnya adalah persoalan yang diperselisihkan pada masa awal sehingga dikatakan sebaiknya bagi orang yang menjadi imam bagi orang lain untuk berhati-hati dalam masalah ini. Sedang menurut Imam Malik, wajib wudhu jika diiringi syahwat, lain halnya jika tanpa syahwat,ā (Lihat Syamsuddin As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, Beirut, Darul Fikr, cet ke-1, 1421 H/2000 M, juz I, halaman 121).
Dari penjelasan singkat ini tampak jelas bahwa memang ada pandangan yang menyatakan bahwa menyentuh istri tidak membatalkan wudhu. Namun persoalannya, tidak hanya sampai di sini. Sebab ada pertanyaan lanjutan yang terkait bagaimana hukum dan cara mengikuti pendapat yang menyatakan tidak batal?
Pertanyaan kedua terkait dengan mayoritas masyarakat muslim Indonesia sebagai penganut madzhab Syafiāi di mana dalam pandangan madzhab tersebut menyentuh istri tanpa penutup adalah membatalkan wudhu.
Sedangkan pendapat yang menyatakan tidak batal adalah madzhab hanafi. Ilustrasi ini yang melarbelakangi munculnya pertanyaan kedua yaitu mengenai hukum dan cara mengikuti atau bertaklid kepada pandangan yang menyatakan bahwa menyentuh isteri tanpa penutup tidak membatalkan wudlu.
Persoalan ini merupakan persoalan yang diperdebatkan para ulama. Karena keterbatasan kemampuan, kami tidak bisa menjelaskan secara menyeluruh. Terlebih dahulu kami akan menjelaskan sedikit mengenai wudhu dalam pandangan madzhab Hanafi dan Syafiāi, terutama terkait soal membasuh kepala. Bagi madzhab Hanafi yang wajib adalah mengusap seperempat kepala. Sedangkan bagi madzhab syafiāi, yang wajib adalah cukup dengan sesuatu yang dianggap sebagai mengusap kepala meskipun hanya sedikit. Dengan kata lain, mengusap kepala meskipun cuma sedikit sepanjang itu dikatakan mengusap, maka dianggap cukup.
Ų§Ų®ŁŲŖŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŁŲ§Ų”Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲÆŁŲ±Ł Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų¬ŁŲØŁ ŁŁŁ Ł
ŁŲ³ŁŲŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŲ£ŁŲ³Ł Ų ŁŁŲ°ŁŁŁŲØŁ Ų§ŁŁŲ£ŁŲŁŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ł
ŁŲ³ŁŲŁ Ł
ŁŁŁŲÆŁŲ§Ų±Ł Ų§ŁŁŁŁŲ§ŲµŁŁŁŲ©Ł Ų ŁŁŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŲ¹Ł Ų§ŁŲ±ŁŁŲ£ŁŲ³Ł . ŁŁŲ°ŁŁŁŲØŁ Ų§ŁŁŁ
ŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł ŁŁŲ§ŁŁŲŁŁŁŲ§ŲØŁŁŁŲ©Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ł
ŁŲ³ŁŲŁ Ų¬ŁŁ
ŁŁŲ¹Ł Ų§ŁŲ±ŁŁŲ£ŁŲ³Ł . ŁŁŲ°ŁŁŁŲØŁ Ų§ŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŲ©Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁ Ł
ŁŲ§ ŁŁŁŁŲ¹Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ Ų§Ų³ŁŁ
Ł Ų§ŁŁŁ
ŁŲ³ŁŲŁ Ł
ŁŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŲ£ŁŲ³Ł Ų ŁŁŲ„ŁŁŁ ŁŁŁŁŁ
Artinya, āPara fuqaha berbeda pendapat tentang ukuran yang wajib dalam mengusap kepala. Madzhab Hanafi menyatakan bahwa yang wajib adalah mengusap seukuran jambul yaitu seperempat kepala. Madzhab Maliki dan Hanbali menyatakan, seluruh kepala. Sedang Madzhab Syafiāi memandang bahwa membasuh kepala adalah cukup dengan sesuatu yang dianggap membasuh meskipun sedikit,ā (Lihat al-Mawsuāah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait, Darus Salasil, juz VIII, halaman 125).
Lantas bagaimana jika berwudhu dengan mengusap kepala sedikit saja tidak sampai seperempat karena bertaklid atau mengikuti Imam Syafiāi, kemudian menjalani shalat dengan menghadap arah Kaābah (jihatul kaābah) bukan fisik Kaābah (āainul kaābah), karena mengikuti pendapat Abu Hanifah?
Dalam kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat. Salah satu pendapat menyatakan bahwa shalatnya sah. Alasannya adalah bahwa kedua imam yaitu Imam Syafiāi dan Imam Abu Hanifah tidak sepakat atas batalnya wudhu tersebut.
ŁŁŁŁŲ°ŁŁŁŁŁ Ų„ŁŲ°ŁŲ§ ŲŖŁŁŁŲ¶ŁŁŲ£Ł ŁŁŁŁ
ŁŲ³ŁŁ ŲØŁŁŁŲ§ Ų“ŁŁŁŁŁŲ©Ł ŲŖŁŁŁŁŁŁŲÆŁŲ§ ŁŁŁŁŲ„ŁŁ
ŁŲ§Ł
Ł Ł
ŁŲ§ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ
Ł ŁŁŲÆŁŁŁŁŁŁ ŲŖŁŁŁŁŁŁŲÆŁŲ§ ŁŁŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ų«ŁŁ
ŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ ŁŁŲµŁŁŁŲ§ŁŲŖŁŁ ŲØŁŲ§Ų·ŁŁŁŲ©Ł ŁŁŲ„ŲŖŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų§ŁŁŲ„ŁŁ
ŁŲ§Ł
ŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ ŲØŁŲ·ŁŁŁŲ§ŁŁ Ų·ŁŁŁŲ§Ų±ŁŲŖŁŁŁ ŲØŁŲ®ŁŁŁŲ§ŁŁ Ł
ŁŲ§ Ų„ŁŲ°ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲ±ŁŁŁŁŲØŁ Ł
ŁŁŁ ŁŁŲ¶ŁŁŁŁŲŖŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁŁŲ°ŁŁ ŁŁŲøŁŁŁŲ±Ł Ų£ŁŁŁŁ Ų°ŁŁŁŁŁ ŲŗŁŁŁŲ±Ł ŁŁŲ§ŲÆŁŲŁ ŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁŲÆŁ ŁŁŁ
ŁŲ§ Ų„ŁŲ°ŁŲ§ ŲŖŁŁŁŲ¶ŁŁŲ£Ł ŁŁŁ
ŁŲ³ŁŲŁ ŲØŁŲ¹ŁŲ¶Ł Ų±ŁŲ£ŁŲ³ŁŁŁ Ų«ŁŁ
ŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¬ŁŁŁŲ©Ł ŲŖŁŁŁŁŁŁŲÆŁŲ§ ŁŁŲ£ŁŲØŁŁ ŲŁŁŁŁŁŁŲ©Ł ŁŁŲ§ŁŁŁŲ°ŁŁ ŁŁŲøŁŁŁŲ±Ł ŲµŁŲŁŁŲ©Ł ŲµŁŁŁŲ§ŲŖŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ„ŁŁ
ŁŲ§Ł
ŁŁŁŁŁ ŁŁŁ
Ł ŁŁŲŖŁŁŁŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŁŁŁ ŲØŁŲ·ŁŁŁŲ§ŁŁ Ų·ŁŁŁŲ§Ų±ŁŲŖŁŁŁ
Artinya, āBegitu juga apabila seseorang berwudhu dan menyentuh seorang perempuan tanpa syahwat karena bertaklid kepada Imam Malik (tetapi) ia juga tidak menggosok dengan tangan karena bertaklid kepada Imam Syafiāi kemudian ia shalat, maka shalatnya batal kerena kedua imam (Imam Malik dan Imam Syafiāi) sepakat batal kesuciannya. Berbeda apabila formula yang lahir dari penggabungan dua pendapat (talfiq) dari dua kasus hukum (qadliyyah) yang berbeda, maka hal itu bukan sesuatu yang tercela dalam taqlid sebagaimana seseorang yang berwudhu dan membasuh sebagian kepalanya (kurang dari seperempat kepala) kemudian melakukan shalat menghadap arah Kaābah (bukan menghadap ke fisik Kaābah sebagaimana pandangan Madzhab Syafiāi, pent) karena bertaqlid kepada Imam Abu Hanifah, maka dalam hal ini shalatnya adalah sah karena kedua imam tersebut tidak sepakat batal kesuciannya,ā (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muāin, Indonesia, Darul Kutub al-Islamiyyah, halaman 284).
Jika kita mengikuti pendekatan yang dikemukakan dalam kitab Fathul Muāin di atas, maka setidaknya bisa ditarik kesimpulan bahwa mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa bersentuhan suami-istri tanpa penutup tidak membatalkan wudlu adalah diperbolehkan sepanjang tidak tidak dalam satu kasus hukum (qadliyyah).
Contoh yang satu qadliyyah seperti seseorang berwudhu dan ketika mengusap kepala tidak sampai seperempatnya karena mengikuti Imam Syafiāi, tetapi kemudian menyentuh istrinya tanpa penutup karena taklid kepada Imam Abu Hanifah. Dalam kasus ini menurut pendekatan di atas, tidak dibenarkan. Karena baik Imam Syafiāi maupun Imam Abu Hanifah menganggap batal wudhu tersebut.
Hal penting yang mesti kita pahami bersama dalam soal ini adalah jangan asal ambil pendapat karena ingin mengambil yang mudah-mudah saja karena hal itu tidak diperbolehkan. (Bahtsul Masail NU)