Apakah Orang Tua Nabi SAW Masuk Neraka?

Oleh:
Ust. Suparman Abdul Karim
(Ketua LDN NU Lampung)
ADA segolongan umat Islam yang berpendapat bahwa, “Orang tua Nabi Saw masuk neraka”. Pernyataan ini sungguh mengejutkan, karena hanya didasarkan pada bunyi tekstual hadits. Inilah dampak fatal dari terburu-buru berfatwa yang hanya berdalil pada satu hadits saja. Perlu kami tegaskan bahwa banyak sekali hadits yang harus kita gali lebih mendalam dan harus kita bandingkan dengan dalil-dalil yang lainnya sebelum melahirkan suatu fatwa.
Dalil yang mereka pakai adalah hadits yang diriwayatkan dari Hammad, “Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku?”, Rasulullah menjawab, “Dia di neraka”. Maka ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah SAW memanggilnya seraya berkata: “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “
(H.R. Muslim).
Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perawi hadits ini diragukan oleh para ahli hadits dan hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat dari hadits ini. Seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh:
“Sesungguhnya seorang Arab badui berkata kepada Rasulullah SAW: “Dimana ayahku?”. Rasulullah SAW menjawab, “Dia di neraka”. Ia pun bertanya kembali, “Dimana ayahMu?”. Rasulullah SAW pun menjawab, “Sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka“.
Riwayat ini tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka. Sedangkan kedudukan Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad. Sehingga hadits yang riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.
Selain itu, para Ulama Ahlus Sunnah menilai hadits tersebut sebagai hadits ahad yang matruk azh-Zhahir (yakni tidak boleh berpegang dengan zhahir teks haditsnya).
Karena menurut mereka hadits tersebut bertentangan dengan nash Alquran. Sedangkan hadits ahad jika bertentangan dengan nash Alquran atau hadits mutawatir, atau kaidah-kaidah syari’at yang telah disepakati atau ijma’ yang kuat, maka zhahir hadits tersebut ditinggalkan dan tidak boleh dibuat hujjah dalam hal aqidah. Demikian pendapat Imam Nawawi, Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Ibnu Taimiyyah dan ulama lainnya.
Ada beberapa hujjah atau dalil yang menegaskan bahwa orang tua Nabi Saw tidak masuk neraka, tetapi masuk surga, yakni sebagai berikut:
1. Firman Allah Ta’ala:
“…Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul”
(Q.S. Al-Isra’: 15).
Dari ayat ini jelas sekali kedua orang tua Nabi SAW wafat pada masa fathroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). Berarti keduanya dinyatakan selamat dari azab neraka. Dikarenakan Allah Ta’ala tidak akan mengazab orang-orang yang diwafatkan sebelum diutusnya rasul.
2. Semua orang tua para nabi muslim
Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar: Alquran: “Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud”
(Q.S. As-Syu’ara’: 218-219).
Sebagian ulama’ menafsirkan ayat di ini bahwa cahaya Nabi berpindah dari nenek moyang yang ahli sujud ke orang yang ahli sujud lainnya, begitu seterusnya sampai dilahirkan ayah bundanya.
Nabi SAW bersabda: “Aku (Muhammad) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula hingga lahir ibu-bapakku”
(Fakhr ar-Razi, Tafsir al-Kabir: 13/33).
Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik. Karena jika musyrik mereka dinyatakan najis dalam Alquran. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
(Q.S. At-Taubah: 28).
Jadi sangat mustahil seorang Nabi lahir dari rahim wanita kafir dan benih laki-laki ahli neraka. Karena orang kafir/musyrik itu najis. Sehingganya mereka tidak pantas melahirkan seorang nabi.
Dengan demikian, tidak seorangpun dari nenek moyang Rasulullah yang musyrik. Karena Rasulullah SAW adalah keturunan Nabi Ibrahim dan ayah Ibrahim termasuk kakeknya Rasulullah juga, maka tidak mungkin ayah nabi Ibrahim itu musyrik. Karena musyrik itu najis. Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrahim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuh-nya dan juga paman-nya.
3. Mengacu kepada sejarah
Ketika Abrahah bersama pasukan gajahnya hendak menghancurkan ka’bah, ia mengutus Hunathah untuk menemui ‘Abdul Muthalib. Utusan ini meminta agar Abdul Muthalib sebagai pemimpin Mekkah bersedia meruntuhkan Ka’bah. Abdul Muthalib kemudian berkata: “Demi Allah, kami tidak bermaksud berperang melawan Abrahah, kekuatan kami tidak cukup untuk melawannya. Rumah itu Rumah Allah, Baitullah, rumah Khalilullah Ibrahim. Kalau Allah hendak mempertahankan rumah-Nya, itu urusan Allah sendiri”.
Setelah bertemu dengan Abrahah, Abdul Muthalib memerintahkan agar penduduk Mekkah menyingkir dan bersembunyi di kaki-kaki bukit. Sebelum pergi, beliau meraba dinding Ka’bah seraya berucap, “Ya Rabbi, tidak ada tempat aku untuk berharap selain Engkau; Ya Rabbi tahanlah dengan benteng-Mu. Sesungguhnya, siapa yang memusuhi rumah ini dia adalah musuh-Mu. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan-Mu”.
Memperhatikan kalimat-kalimat Abdul Muthalib di atas jelas sekali bahwa beliau bukanlah orang musyrik. Walaupun dimasa fathroh, beliau tetap mentauhidkan Allah. Demikian pula dengan anaknya Abdullah dan menantunya Aminah yang hingga akhirnya melahirkan manusia paling mulia, yakni Muhammad SAW.
KESIMPULAN
- Bahwa orang tua Nabi SAW tidaklah masuk neraka dan malah dijamin masuk surga
- Jangan sembarangan memfatwakan sesuatu hanya karena membaca zhahir satu hadits
- Hendaknya kita bertobat dari anggapan bahwa orang tua Nabi SAW masuk neraka. Karena anggapan ini akan merusak kehormatan Nabi SAW. (*)