• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Warta

4 Alasan Tak Ada Capres-Cawapres Atas Nama NU Menurut Prof Mukri

4 Alasan Tak Ada Capres-Cawapres Atas Nama NU Menurut Prof Mukri
Ketua PBNU Prof Mohammad Mukri mengatakan bahwa PBNU tidak akan ikut terjebak dalam dukung mendukung Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden. (Foto: Dok Humas UIN RIL)
Ketua PBNU Prof Mohammad Mukri mengatakan bahwa PBNU tidak akan ikut terjebak dalam dukung mendukung Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden. (Foto: Dok Humas UIN RIL)

Bandarlampung, NU Online Lampung
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri mengatakan bahwa PBNU tidak akan ikut terjebak dalam dukung mendukung Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada Capres atau Cawapres yang mengatasnamakan NU pada Pilpres 2024. Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam berbagai kesempatan.


Prof  Mukri mengungkapkan 4 alasan yang mendasari kebijakan PBNU saat ini dan selaras dengan keputusan muktamar ke-27 yang berlangsung di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo tahun 1984. Dalam Muktamar tersebut NU menyatakan diri kembali ke khittah yakni kembali menjadi organisasi keagamaan, karena dalam kurun waktu 1952-1984 NU berposisi sebagai partai politik.


Alasan pertama menurut Prof Mukri adalah agar NU tidak mau terjebak dengan politik praktis. Pencalonan dan pengusungan para Capres dan Cawapres lanjutnya, cukup dilakukan oleh partai-partai politik. NU dalam hal ini tidak ikut-ikutan masuk dalam dukung mendukung dan memposisikan diri pada posisi netral.


“Kedua, agar bangsa ini tidak semakin terbelah oleh politik identitas,” tegasnya, Jumat (13/1/2023)


Bangsa Indonesia harus belajar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di berbagai negara yang diakibatkan oleh politik identitas dengan membawa nama agama, suku dan identitas lainnya yang bisa memecah belah bangsa. Ia menyebut seperti konflik di India, Myanmar, dan beberapa negara di Afrika yang para politisinya ‘jualan’ identitas agama.


“Yang akhirnya nyaris tiada hari tanpa kekerasan terhadap kelompok minoritas yang beda agama, paham, atau madzhab,” ungkapnya.


Alasan ketiga adalah menjaga kesepakatan para pendiri bangsa yang telah sepakat dalam beberapa hal pokok yakni Pancasila, Bhineka Tunggal Eka, NKRI, dan UUD 45 yang sering disingkat juga dengan PBNU. “Silahkan kita berbeda dalam hal-hal lain yang bersifat furu’ (cabang/bukan prinsip). Tapi harus duduk bersama,” ujarnya.


Alasan keempat adalah menghindari perpecahan warga NU yang memang memiliki pilihan politik yang berbeda-beda. Terlebih jumlah warga NU yang banyak yang berdasar hasil berbagai survey terbaru sekitar 57,9 dari 89,7 warga Muslim di Indonesia adalah warga NU. Karena faktanya saat ini warga NU hampir ada di semua partai.


“Artinya warga NU hari ini di atas 125 juta jiwa. Sayang dan kasihan kalau nanti NU hanya diklaim oleh satu partai, dan partai itu suaranya tidak lebih dari 10 persen pemilih,” katanya. (Muhammad Faizin)


Editor:

Warta Terbaru