Syiar

Pandangan Islam dalam Menyikapi Suatu Musibah

Rabu, 15 Januari 2025 | 14:04 WIB

Pandangan Islam dalam Menyikapi Suatu Musibah

Ilustrasi musibah. (Foto: NU Online)

Musibah merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan, yang sering kali membawa kesulitan atau penderitaan. Musibah biasanya terkait dengan bencana alam, kecelakaan, atau kejadian buruk lainnya yang menimpa seseorang atau sekelompok orang. Secara umum, musibah bisa diartikan sebagai ujian atau cobaan yang datang dalam kehidupan.


Dalam Islam, musibah dianggap sebagai ujian atau cobaan dari Allah swt yang diberikan kepada umat-Nya. Musibah bisa berupa kesulitan, bencana, atau peristiwa yang menyakitkan. 


Namun, dalam pandangan Islam, setiap musibah memiliki hikmah dan tujuan tertentu, seperti menguji kesabaran, meningkatkan keimanan, atau membersihkan dosa. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS Al-Insyirah: 6). 


Dilansir dari NU Online, dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan sebuah hadits yang berbunyi:


عن عائِشَةَ قالتْ قالَ رسولُ الله ﷺ لا يُصِيبُ المُؤمِنَ شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إلاّ رَفَعَهُ الله بِهَا دَرَجَةً وَحَطّ عَنْهُ بها خَطِيئَةً 


Artinya: Dari 'Aisyah, Ia berkata; Rasulullah saw bersabda: Tidaklah seorang mukmin terkena duri atau yang lebih menyakitkan darinya kecuali Allah mengangkatnya satu derajat dan menghapus darinya satu kesalahan (HR Tirmidzi).


Hadits di atas terdapat dalam bab pahala bagi orang yang sakit, namun jika melihat redaksinya, kita dapat mengaitkan hadits dengan siapa pun yang terkena musibah. Jika Rasulullah saw mengibaratkan dengan terkena duri, bagaimana pula dengan masyarakat yang terkena bencana gempa, yang di antara mereka ada yang tertimpa bangunan, dan lain-lain. 


Dalam Shahih al-Bukhâri disebutkan:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ 


Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda: Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya (HR Bukhari).


Artinya, dalam hadits kedua Rasulullah memberikan sebuah busyrâ atau kabar gembira, bukan hanya kepada mereka yang terkena musibah secara fisik saja. Namun kepada mereka yang tersayat hatinya sebab melihat sanak keluarga yang terkena bencana, para kepala keluarga yang khawatir akan keselamatan keluarga yang rumahnya roboh, masyarakat yang dirundung kesedihan melihat barang-barang di rumahnya hancur sebab bencana, mereka yang lelah mencari ke sana-sini korban bencana yang merupakan keluarganya, dan lain-lain efek dari bencana alam yang menimpanya. 


Imam al-Mubârakfuri memberi catatan pada hadits yang serupa dengan hadits di atas, bahwa yang dimaksud penghapusan dosa di sini adalah dosa-dosa kecil, bukan dosa-dosa besar seperti syirik dan lain-lain. Adapun untuk dosa-dosa besar, diperlukan tobat nasuha untuk membersihkannya. 


Demikianlah salah satu hikmah dari adanya bencana. Seorang Muslim diajarkan untuk bersabar dan tawakal, serta berdoa memohon kekuatan dan pertolongan Allah swt. Musibah bukan untuk disesali, tetapi sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki diri.