NU Online

Pra-Munas NU, Bahas Nikah Tidak di KUA Dapat Urus Administrasi Pernikahan

Ahad, 26 Januari 2025 | 14:17 WIB

Pra-Munas NU, Bahas Nikah Tidak di KUA Dapat Urus Administrasi Pernikahan

Logo Munas dan Konbes NU 2025. (Ilustrasi: NU Online/Aceng Darta)

Jakarta, NU Online Lampung 

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Pra-Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2025. Dalam kegiatan itu mendiskusikan sejumlah persoalan yang berkaitan dengan perundang-undangan, salah satunya yaitu pencatatan nikah di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang tidak mengacu pada hasil isbat nikah.

 

Diskusi tersebut dibahas oleh Komisi Bahtsul Masail Qonuniyah yang digelar di lantai 4 Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta Pusat pada Jumat- Sabtu (24-25/1/2025). 

 

Isu ini diangkat lantaran banyak pasangan yang menikah secara agama tidak tercatat resmi di Kantor Urusan Agama (KUA), tetapi bisa mengurus administrasi status pernikahan dari Dukcapil meliputi perubahan status perkawinan di KTP, penerbitan kartu keluarga (KK) termasuk pembuatan akta kelahiran anak.

 

Dalam Pasal 2 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur tentang syarat sahnya perkawinan. Pada UU tersebut tercantum syarat perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan. Dan, menyebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah, Idris Marsudi mengatakan, dalam praktiknya, tidak semua warga Indonesia menikah dengan memenuhi pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut. 

 

Banyak yang memenuhi ketentuan ayat 1 yakni menikah dengan ketentuan agama tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat 2, tidak dicatat di instansi yang berwenang yakni KUA. Pun sebaliknya.

 

"Permasalahan semakin kompleks dengan adanya kebijakan yang memungkinkan pasangan untuk mendapatkan KK meskipun pernikahannya belum tercatat secara resmi, melalui mekanisme Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM)," ujarnya.

 

Regulasi Tidak Sinkron
Kebijakan ini tertuang dalam Permendagri Nomor 108 Tahun 2019 dan Nomor 109 Tahun 2019 mengatur prosedur pencatatan nikah namun belum memberikan kejelasan mengenai prioritas antara isbat nikah dan pencatatan administrasi di Dukcapil.

 

Akibatnya, banyak pasangan yang telah mendapatkan KK dan akta kelahiran anak dari Dukcapil, namun status pernikahan mereka tetap dipertanyakan oleh Pengadilan Agama (PA).

 

"Jadi Dukcapil kalau ada yang memohon untuk dicatatkan anaknya sebagai dari pasangan suami istri ini maka akan diberikan asalkan melampirkan SPTJM dan permohonannya padahal Dukcapil tidak pernah memeriksa status pernikahannya. Dukcapil hanya memeriksa kelengkapan administrasi," ungkapnya.

 

Aturan Permendagri ini dinilai tidak sinkron dengan Inpres Nomor 1 tahun 1991 mengatur penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang memuat hukum perkawinan. 

 

Kompilasi Hukum Islam dijelaskan agar terjamin ketertiban pernikahan setiap orang harus dicatat, pelayanan dilakukan oleh pegawai pencatat nikah, perkawinan yang tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah dapat diajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama. 

 

Baca selengkapnya di siniÂ