Soal Makan Bergizi Gratis, Ini Tanggapan Ibu-Ibu Muslimat NU pada Kongres Ke-18
Sabtu, 15 Februari 2025 | 08:00 WIB

Ilustrasi Ibu-ibu Muslimat NU pada Kongres Ke-18 di Surabaya, 10-16 Februari 2025. (Foto: dok. Panitia)
Surabaya, NU Online Lampung
Sidang Pleno XIV Kongres Ke-18 Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) membahas tentang program gizi nasional, Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Titik Murdiana Sari menanggapi isu terkait dengan pengadaan makan bergizi untuk siswa, dari SD hingga SMA dan sederajat.
“Memang sampai saat ini masih belum final project, masih butuh pengembangan lagi, tidak satu program itu selesai dalam satu langkah se-Indonesia, itu tidak mungkin,” ujarnya kepada NU Online di Asrama Haji Suolilo Surabaya, Jumat (14/2/2025).
Ia mengatakan, terkait dengan tanggapan guru yang ingin mendapatkan fasilitas yang sama tentang makan bergizi, hal ini tidak sesuai sebagai sosok orang tua. Pihaknya tidak setuju ketika pemberian makan gratis kepada seluruh siswa mayoritas dan seluruh siswa Indonesia.
“Karena sebenarnya yang harus dibantu mereka yang benar-benar dalam posisi yang sangat rendah atau kekurangan. Salah satu contoh di lapangan ketika orang tua mampu atau kaya harus memberikan perhatian yang tinggi kepada anak, bukan memberikan uang saku kepada anak untuk jajan di sekolah,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, sebenarnya stunting itu tidak hanya terjadi pada mereka yang kurang gizi saja, tetapi dipicu kurangnya perhatian orang tua kepada anak.
Untuk guru atau tenaga pendidik setiap bulan sudah mendapatkan penghasilan. “Kita mensyukuri apa yang kita terima itu akan lebih baik,” ungkapnya.
Sementara PC Muslimat NU Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Setyo Murniati menyoroti tentang mekanisme pendistribusian di pondok pesantren.
“Kalau di pondok pesantren semua siswa kan mukim, semua jatah makan dicukupi oleh pondok pesantren, nanti distribusinya bagaimana jika ada jatah makan dari luar pesantren,” ungkapnya.
Sebenarnya program pesantren dan pemerintah yang ada, harus dilakukan dengan diskusi untuk menyamakan dengan kebutuhan pesantren. Ia mencontohkan dengan anggaran jatah 10 ribu dialokasikan kekurangannya kurang memenuhi standar gizi anak.
Kemudian, program itu juga kurang bersinergi dengan sekolah-sekolah berbasis pesantren. “Program ini saya anggap bagus, tetapi butuh dikaji ulang agar lebih bagus lagi pada masyarakat,” paparnya.
Senada, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana memberikan solusi dari problem tidak meratanya program makan bergizi gratis. Tahun ini targetnya berkisar antara Rp17,5 juta anggaran sasaran pemenuhan gizi dengan 5.000 satuan pelayanan pemenuhan gizi.
“Di tahun 2025 ini siswa akan mendapatkan secara merata program makanan bergizi. Hal tersebut akan terus dilakukan diverifikasi dan divalidasi. Terkait kerja sama dengan Muslimat NU, bahwa Muslimat NU akan membantu membentuk 1000 tim operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” ungkapnya.
Menurutnya, karena di setiap daerah mengalami perbedaan pemenuhan menu yang disiapkan, untuk itu kami akan terus melakukan evaluasi dan inovasi.