Berhenti Mengeluh kepada Manusia, Berprasangka Baik kepada Allah
Jumat, 6 Desember 2024 | 08:23 WIB
Persoalan hidup yang dirasa berat, kerap membuat seseorang menjadi banyak mengeluh, baik kepada diri sendiri maupun kepada manusia lainnya. Mengeluh sudah menjadi bahasa sehari-hari, sebagai bentuk ratapan dan ketidakpuasan terhadap pemberian Allah.
Mengeluh, apalagi pada orang yang tidak tepat, justru akan menimbulkan masalah baru. Hidup terasa lebih berat, resah, gelisah, hingga menurunkan kadar keimanan.
Suka mengadukan kesulitan-kesulitan hidup kepada sesama manusia bisa sama artinya dengan tidak rela dengan apa yang sedang dikehendaki Allah swt pada diri seorang hamba, dilansir dari NU Online. Mengeluh dan meratapi nasib yang diderita sama artinya dengan merasa tidak puas akan pemberian Allah.
Hal itu sejalan dengan yang pernah dikatakan oleh Imam Al-Junaid dalam kitab Riyadhu Akhlaqis Shalihin, karya Syekh Ahmad bin Muhammad Abdillah, halaman 32, sebagai berikut:
مَنْ أَصْبَحَ وَهُوَ يَشْكُو ضَيْقَ الْمَعَاشِ فَكَاَنَّمَا يَشْكُو رَبَّهُ وَمَنْ أَصْبَحَ لِأُمُوْرِ الدُّنْيَا حَزِيْنًا فَقَدْ أَصْبَحَ سَاخَطًا عَلىَ اللهِ
Artinya: Barangsiapa suka mengadukan kesulitannya kepada sesama manusia, maka seolah-olah ia mengadukan Tuhannya (kepada mamusia tersebut). Dan barangsiapa merasa sedih dengan kondisi duniawinya, maka dia menjadi orang yang membenci Allah.
Merasa tidak puas memang manusiawi. Namun akan lebih baik apabila keluhan-keluhan itu secara langsung disampaikan kepada Allah swt, melalui doa-doa yang kita panjatkan kepada-Nya. Kita bermunajah, yaitu mengadukan persoalan-persoalan hidup kepada Allah sekaligus memohon pertolongan dan belas kasih-Nya.
Salah satu waktu terbaik untuk bermunajat adalah pada saat seorang hamba melaksanakan shalat tahajud dalam doa-doa yang dibacanya di tengah malam, di saat mana semua orang lelap tidur.
Nabi Musa as, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Ausath lit-Thabraniy, berdasarkan hadits marfu’ (3505) yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas’ud, sering bermunajat kepada Allah dan mengucapkan doa-doa sebagai berikut:
اَلَّلهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ وَاِلَيْكَ الْمُشْتَكَى وَاَنْتَ الْمُسْتَعَانُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Artinya: Ya Allah segala puji bagi-Mu. Kepada Engkaulah aku mengadu dan hanya Engkau yang bisa memberi pertolongan. Tiada daya dan upaya, serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Lalu pertanyaannya, apakah Islam melarang sama sekali memang tidak boleh melakukan curhat kepada sesama manusia, seperti kepada teman dekat, istri atau suami, keluarga, dan sebagainya? Tentu saja boleh sepanjang curhat itu tidak bermakna menghujat atau menggunjing Allah swt.
Curhat kepada sesama manusia boleh dilakukan selama masih dalam koridor diskusi atau meminta nasihat untuk mendapatkan cara-cara terbaik agar bisa keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi, sebab memang ada kewajiban untuk saling tolong menolong dan nasihat menasihati diantara sesama manusia.
Artinya setiap musim memiliki hak untuk mendapatkan nasihat tentang alternatif solusi dari problem yang tengah ia hadapi. Namun yang harus tetap dijaga adalah, selalu berprasangka baik kepada Allah swt.