Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya

Pernik

Dua Pilihan Ketika Wanita Jatuh Cinta

Dua Pilihan Ketika Wanita Jatuh Cinta

Sudah sangat mafhum diantara kita semua, bahwa wanita merupakan makhluk paling misterius soal rasa yang pernah diciptakan oleh Allah Swt di muka bumi. Bahkan penciptaannya menggunakan kiasan “tulang rusuk”. 

 

Saking misteriusnya hingga kadang kita tidak tahu dari jawaban antara “iya” dan “tidak”-nya seorang wanita. 

 

Di dunia ini sudah banyak kisah tentang jatuh cintanya seorang wanita, bahkan sudah berjuta-juta kisah. Namun disini penulis hanya akan menceritakan beberapa kisah yang fenomenal dan masyhur di kalangan umat manusia khususnya dalam Islam. 

 

Ada dua kisah wanita suci masa lampau yang menjadi inspirasi dan suri tauladan bagi umat manusia setelahnya. Mereka adalah Siti Khadijah dan Siti Fatimah. Di sini menggunakan nama “Siti” di depannya, karena nama tersebut lebih masyhur di Indonesia dengan nama awalan tersebut. 

 

Ada karakter yang menyatakan cintanya lebih jujur secara terus terang atau bahasa sekarang blak-blakan. Ini seperti kisah cintanya Siti Khadijah binti Khuwailid As-Sa’diyah kepada Rasulullah Saw. Siti Khadijah lebih dahulu menyatakan cinta kepada Rasul yang sebelumnya sudah dilakukan riset dan observasi secara serius dan teliti oleh Siti Khadijah karena mendengar bahwa Sayyidina Muhammad orang yang paling jujur dan dapat dipercaya, sehingga kaumnya sendiri menjulukinya Al-Amin (orang yang dapat dipercaya).

 

 Hal itu yang membuat hati Khadijah tertarik terhadapnya, sehingga mengutus Sayyidina Muhammad beserta pembantu laki-lakinya bernama Maisarah untuk membawakan barang dagangannya ke Negeri Syam dan menjajakannya. 

 

Diceritakan dalam kitab Nurul Yaqin fi Siirati Sayyidil Mursaliin karya Syekh Muhammad Al-Khudhari Bek, ketika keduanya menjual barang daganganya, dan hasilnya mendapat untung yang melimpah. Kemudian selama dalam perjalanan ditampakkan keutamaan-keutamaan dari diri Nabi Muhammad yang membuat Maisaroh terkesima dan bahagia (salah satu riwayat menyebutkan bahwa keberkahan itu adalah mendapatkan untung yang sangat banyak, merasa tidak kepanasan di perjalanan karena dilindungi awan di atasnya, dan ketika melewati Busrah, pohon-pohon saling merunduk).

 

Setelah kembali dari Syam, Maisarah pun meceritakan segala kesaksiannya mengenai Nabi Muhammad Saw kepada Siti Khadijah. Khadijah merasa bahagia dan bertambah yakin terhadap perasaanya. Karena sangat jarang sekali di zaman itu, seorang pemuda memiliki karakter yang sangat mulia itu. 

 

Setelah Siti Khadijah merasa tertarik kepada Nabi, Ia mengutus seorang sahabatnya, Nafisah binti Ummayyah, yang juga masih berkerabat dengan Muhammad Saw, untuk menyampaikan cintanya terlebih dahulu dan melamar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

 

Yang kedua yakni karakter yang menyatakan cintanya dengan sembunyi-sembunyi atau lebih memilih diam, dan menunggu lawan jenisnya yang menyatakannya lebih dahulu. Ini mengisahkan cintanya Siti Fatimah yang lebih memilih diam atau lebih ngetren-nya zaman sekarang dengan istilah mencintai dalam diam. 

 

Pernah suatu ketika Siti Fatimah dilamar oleh banyak lelaki, semuanya sahabat dekat Nabi, shalih dan berkecukupan harta alias mapan. Mereka ialah Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. 

 

Semuanya ditolak oleh Siti Fatimah. Dan akhirnya ada seorang pemuda yang memberanikan diri melamar Fatimah di hadapan Nabi, namun pemuda tersebut tidak memiliki kekayaan. Dia adalah Ali bin Abi Thalib, sepupu Nabi sendiri.

 

Setelah Nabi menemui anak bungsunya untuk mengutarakan maksud dari Ali, jawaban Siti Fatimah hanya diam. Lalu Rasul memberikan isyarat bahwa putrinya mengiyakan atau mencintainya. 

 

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Siti Fatimah berkata kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya."

 

Ali pun bertanya mengapa engkau tidak mau menikah dengannya, dan apakah engkau menyesal menikah denganku. Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

 

Ali dan Fatimah saling mencintai karena Allah, mereka mencintai dalam diam, menjaga cinta dan kehormatan keduanya sehingga Allah menyatukan keduanya dalam ikatan suci pernikahan. 

 

Kedua kisah tentang jatuh cintanya seorang wanita di atas, mengajarkan kepada kita, terutama kaum wanita, jika memang mencintai seorang laki-laki shalih dan akhlaknya baik, maka tidak ada masalah jika diutarakan lebih dahulu meski lewat orang tua atau seseorang.

 

Dan jika tidak mampu seperti itu, maka ikutilah cara Siti Fatimah, dengan mendekatkan diri kepada Allah, selalu menjaga kesucian dan kehormatan diri, kekasih dan keluarganya. 

 

(Yudi Prayoga, Sekretaris MWCNU Kedaton, Bandar Lampung).

Editor: Ila Fadilasari

Artikel Terkait