JAKARTA ā Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj menyebut toleransi agama saat ini sudah terwujud di Indonesia. Namun ada satu yang belum sepenuhnya terwujud di negara ini, yakni toleransi ekonomi.
"Menuju Indonesia ke depan yang lebih maju sejahtera, maka toleransi bukan masalah agama intoleransi saja. Tapi toleransi ekonomi juga, saya pernah ceramah di Brawijaya Malang bicara toleransi agama, langsung protes mahasiswa, (dia bilang) 'sudah ngerti saya kalau toleransi agama, ini yang belum toleransi ekonomi," katanya.
Hal itu terungkap dalam diskusi BPIP bertajuk 'Mewujudkan Negara yang Damai dan Toleran untuk Indonesia yang Lebih Maju' di Kantor Wapres, Jalan Veteran Raya, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).
Kiai Said mencontohkan proyek di Malang yang dikuasai oleh pengusaha tertentu. Said menilai hal itu menimbulkan kesenjangan ekonomi.
"Di Malang ada pengusaha China menguasai proyek di Kabupaten. Di mana-mana tidak ada toleransi ekonomi, kita sudah ada toleransi agama," ucap Ketum PBNU itu.
Said menilai kesenjangan ekonomi ini juga salah satu faktor terciptanya konflik di masyarakat. Menurutnya, para pengusaha harus peduli dengan masyarakat di sekitarnya dan juga pemerataan ekonomi harus dilakukan.
"Kolongmerat harus peduli pada kelas menengah, kelas menengah harus peduli pada grass root, sehingga terjadi pemerataan. Jangan sampai harta dikauasai kelompok tertentu saja, tapi yang penting pemerataan. Soal kaya, miskin, pasti ada, tapi ada kependulian antara lain," ucapnya.
"Islam wajib berzakat 2,5 persen (dari hartanya). Coba ada kolongmerat muslim zakat, semua selesai, kolongmerat muslim aja deh, yang muslim kalau benar zakat 2,5 persen bisa meningkat kehidupan umat Islam itu," imbuhnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh anggota BPIP Shudamek. Dia menyebut cara meminimalisir kesenjangan ekonomi adalah dengan memberdayakan UMKM.
"Saya ingin tekankan mengenai keadilan sosial, saya ingin gunakan bahwa untuk mengatasi ketidakadilan sosial cara terbaik adalah yaitu melalui pintu masuk pemberdayaan UMKM. Mengapa ini bisa mewujudkan keadilan? Paling tidak ada 2 angka statistik yang bisa kita jadikan acuan," kata Sudhamek. (dtc)