
Silaturahmi berasal dari bahasa arab shilaturrahim dibentuk dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah berasal dari washala-yashilu-waslan, artinya adalah hubungan. Adapun ar-rahim atau ar-rahm, jamaknya arhâm, yakni rahim atau kerabat. Asalnya dari ar-rahmah (kasih sayang); ia digunakan untuk menyebut rahim atau kerabat karena orang-orang saling berkasih sayang, karena hubungan rahim atau kekerabatan itu. Di dalam al-Quran, kata al-arhâm terdapat dalam tujuh ayat, semuanya bermakna rahim atau kerabat.
Dengan demikian, secara bahasa silaturahmi artinya adalah hubungan kekerabatan. Sedangkan menurut Syara’, pengertiannya bersesuaian dengan makna bahasanya, yaitu hubungan kekerabatan. Secara terminologi, Imam Nawawi memberi batasan, “Shilatur rahim artinya berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi yang menyambung maupun yang disambung. Kadangkala dengan harta benda, pelayanan, kunjungan, salam, dan lain-lain.”
Mengenai batasan rahim yang wajib disambung, Imam Nawawi berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang batasan rahim yang wajib disambung. Ada yang berpendapat, setiap rahim itu mahrom. Ada lagi yang berpendapat, ia bersifat umum mencakup semua yang ada hubungan rahim dalam hak waris. Antara yang mahrom dan tidak, sama saja. sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya kebaikan yang paling baik adalah jika seseorang menyambung kerabat cinta ayahnya.”
Sebagaimana pernyataan Ibnu Hajar al-'Ashqalani dan al-Mubarakfuri, "Ar-Rahim mencakup setiap kerabat. Mereka adalah orang yang antara dia dan yang lain memiliki keterkaitan nasab, baik mewarisi ataupun tidak, baik mahram ataupun selain mahram." Juga Asy-Syaukani mengatakan, "Shilah ar-rahim itu mencakup semua kerabat yang memiliki hubungan kekerabatan yang memenuhi makna ar-rahim (kerabat)."
Dari paparan di atas, maka silaturahmi adalah hubungan kerabat; berupa hubungan kasih-sayang, tolong-menolong, berbuat baik, menyampaikan hak dan kebaikan, serta menolak keburukan dari kerabat.
Dalil Al-Qur’an
Silaturahmi merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa berkah. Kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Sehingga perlu meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini. Demikian banyak dan mudahnya alat transportasi dan komunikasi, seharusnya menambah semangat kaum muslimin bersilaturahmi. Silaturahmi juga termasuk akhlak yang mulia. Allah Ta'ala telah menyeru hambanya berkaitan dengan menyambung tali silaturahmi ini dan memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah :
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ. أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ
Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad 47:22-23).
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An Nisaa’ 4:1).
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
Artinya : “ dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk ”. (QS. Arra’d 13:21)
Dalil Hadits
Abdurrahman ibnu ‘Auf berkata bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بتَتُّهُ
Artinya : “Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya.” (HR. Ahmad 1/194, shahih lighoirihi).
Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Artinya : ”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya : “Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).
عن أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ, رواه البخاري
Artinya : “Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya (kebaikannya) maka bersilaturahmi-lah”. (HR. Al-Bukhari)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ انْجَفَلَ النَّاسُ عَلَيْهِ فَكُنْتُ فِيمَنْ انْجَفَلَ فَلَمَّا تَبَيَّنْتُ وَجْهَهُ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ فَكَانَ أَوَّلُ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ يَقُولُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ, رواه احمد و الدارمى
Artinya : “Dari Abdillah bin Salam ra berkata : Ketika Nabi saw tiba di Madinah, orang berebut mendekat kepadanya, aku termasuk yang berebut. Tatkala nampak jelas kepadaku wajahnya, saya tahu bahwa wajahnya bukan wajah pendusta. Dan yang pertama saya dengar darinya, beliau bersabda : “ Sebarluaskan salam, bersedekahlah dengan makanan, bersilaturahmilah, dan shalatlah di malam hari saat orang lain lelap tidur, kamu akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Ahmad dan Ad-Darimi)
عن جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ َخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ, رواه البخاري و مسلم
Artinya : “Dari Jubair bin Muth’im ra, Ia mendengar Nabi saw bersabda : ” Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi “ (HR. Al-Bukhari & Muslim)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ خَمْسٍ مُدْمِنُ خَمْرٍ وَلَا مُؤْمِنٌ بِسِحْرٍ وَلَا قَاطِعُ رَحِمٍ وَلَا كَاهِنٌ وَلَا مَنَّانٌ, رواه احمد
Artinya : “Dari Abi Sa’id Al-Khudri ra berkata, bersabda Rasulullah saw: “Tidak akan masuk surga pemilik lima hal: Peminum miras, Orang yang percaya sihir, Pemutus silaturahmi, dukun, dan yang suka mengungkit-ungkit kebaikan.” (HR. Ahmad)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو اللَّهَ بِدُعَاءٍ إِلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ فَإِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ لَهُ فِي الدُّنْيَا وَإِمَّا أَنْ يُدَّخَرَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوبِهِ بِقَدْرِ مَا دَعَا مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ أَوْ يَسْتَعْجِلْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ قَالَ يَقُولُ دَعَوْتُ رَبِّي فَمَا اسْتَجَابَ لِي, رواه الترمذي
Artinya : “Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah saw : Tak ada seorangpun berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a kecuali pasti diijabah, apakah dipenuhinya di dunia atau ditabung di khirat, atau diampuni dosa-dosa sesuai dengan permohonannya, selama ia tidak cenderung kepada dosa, atau memutus silaturahmi, atau terburu-buru. “ Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, yang dimaksud terburu-buru itu bagaimana ? “Beliau menjawab: “Dia berkata aku sudah berdo’a kepada Tuhanku tapi tidak dipenuhi juga“ (HR. At-Tirmidzi).
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ
Artinya : “Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983)
Dari Abu Bakroh, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Artinya : “Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)” (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih)
Bahaya Memutus Persaudaraan
Kisah ini dihikayatkan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haetamiy, beliau berkata : Pada zaman dulu ada seorang lelaki yang kaya raya. dia ingin menunaikan ibadah haji, ketika mau berangkat ibadah haji, semua harta yang tidak dibawanya dia titipkan kepada kawannya yang baik dan dipercayainya berupa uang seribu dinar, pada saat pulang dari ibadah haji dia mau mengambilnya kembali, tetapi setelah ia kembali dari ibadah haji, ternyata orang yang dititipi hartanya telah meninggal.
Singkat cerita dia menanyakan tentang harta yang dititipkannya itu kepada ahli warisnya, namun semua ahli warisnya menjawab tidak tahu. Dia merasa bingung, hingga akhirnya memberanikan diri untuk bertanya kepada para Ulama Mekkah, harus bagaimanakah gerangan agar uang yang dititipkannya itu dapat ditemukan kembali ??, para Ulama Mekkah menyarankan agar ketika dipertengahan malam datangilah sumur zamzam dan lihat ke dalam sumur itu dan panggillah orang yang dititipi harta itu dengan menyebut namanya, apabila dia orang baik maka dia akan menjawabmu hanya dari satu kali panggilan saja, dan selanjutnya kamu bisa menanyakan harta yang dititipkan kepadanya.
Kemudian dia bergegas menuju sumur zamzam dan melakukan apa yang disarankan para Ulama Mekkah, namun dari sumur zamzam itu tidak ada yang menjawab sama sekali. Dia pun pulang dan memberitahukan hal itu kepada para Ulama Mekkah tadi. Dan mereka berkata ; إِنَّ ِللهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ راَجِعُوْنَ. Perkataan para Ulama Mekkah seperti ini adalah merasa ikut prihatin, karena khawatir orang yang menjadi sahabatnya bukan termasuk orang yang baik, karena tidak ada jawaban atas panggilan namanya di sumur zamzam.
Kemudian para Ulama Mekkah kembali menyarankan dia untuk pergi ke negri Yaman dan ketika disana agar mencari sebuah sumur yang bernama sumur Barhuut. Diceritakan bahwa sumur Barhuut ini tepat berada di mulut neraka jahannam, lalu ketika dipertengahan malam lihatlah air sumur itu dan panggilah orang itu dengan namanya, maka dia akan menjawab dan kamu bisa menanyakan tentang harta yang dititipkan kepadanya.
Setelah menerima saran itu, diapun pergi ke negri Yaman dan sesampainya disana dia bertanya kepada penduduk disana tentang keberadaan sumur Barhuut yang dimaksud itu, setelah mendapatkan petunjuk dari mereka, diapun mendatanginya dipertengahan malam dan memanggil nama sahabatnya yang dititipi harta, kemudian ada suara yang menjawabnya dan suara itu sama seperti suara sahabatnya itu.
Kemudian dia menanyakan tentang harta yang dititipkannya, dimana hartaku ? lalu suara itu menjawab, aku menguburnya di tanah anu di dekat rumahku, karena aku tidak merasa aman dari anakku, datangi dan galilah tanah itu maka kamu akan menemukan harta yang kamu titipkan kepadaku.
Kemudian dia bertanya lagi, apa yang membuat kamu tinggal disini ? sungguh sebelumnya aku menduga bahwa kamu adalah orang yang baik. Lalu suara itu menjawab kembali, Aku punya saudara perempuan yang fakir akan tetapi aku meninggalkannya aku tidak menyukainya dan tidak menghubunginya lagi sehingga terputus ikatan shilaturrahmi, oleh karena perbuatan aku ini Allah Swt menyiksaku di neraka jahannam ini dan menampatkan aku di neraka ini. Demikianlah kisah orang yang memutuskan ikatan shilaturrahmi.
Syekh Ibnu Hajar Al-Haetami menambahkan bahwa kebenaran kisah ini berkaitan dengan hadits berikut :
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ لاَيَدْخُلُ الجَنَّةَ قاَطِعٌ أَىْ قاَطِعُ رَحْمٍ ( رَواَهُ الشَّيْخاَنِ (
Artinya : “ Rasulullah Saw bersabda ; “Tidak akan masuk sorga orang yang memutuskan Shilaturrahmi, artinya orang yang memutuskan persaudaraan”. (HR. Bukhori Muslim)
Hal ini dikutif dalam tafsir Al-Qurtubiy, para Imam madzhab sepakat bahwa memutuskan ikatan shilaturrahmi atau ikatan persaudaraan adalah haram, dengan demikian kita wajib menyatukan a€€tau menghubungkan ikatan shilaturrahmi.
Dan yang dimaksud dengan memtuskan ikatan shilaturrahmi adalah memutuskan ikatan kerabat atau ikatan keluarga yang sebelumnya berbuat baik dan berhubungan baik, tanpa adanya ‘udzur Syar’i (darurat menurut agama), artinya apabila seseorang memutuskan ikatan shilaturrahmi dengan kerabatnya disebabkan dengan kebaikan dan karena adanya darurat menurut agama seperti kerabatnya itu keluar dari agama Islam atau menentang hukum Islam dan sama sekali bukan karena bermaksud jahat dengan keluarganya maka hal seperti ini tidak termasuk orang fasiq dan berbuat memutuskan shilaturrahmi yang mengundang ancaman siksa, karena hal ini ada dalam keadaan darurat atau ‘udzur syar’i. Akan tetapi ketika memutuskan ikatan silaturrahmi yang tanpa adanya ‘udzur syar’i maka dia termasuk melakukan dosa besar dan mengundang ancaman siksa Allah Swt.
(Agus Mahfudz/ sekretaris PCNU Pesawaran)