• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Warta

Prof Mukri: Betapa Sempitnya Hidup Tanpa Ada Harapan

Prof Mukri: Betapa Sempitnya Hidup Tanpa Ada Harapan
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof KH Mohammad Mukri. (Foto: NU Online/Faizin)
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof KH Mohammad Mukri. (Foto: NU Online/Faizin)

Bandarlampung, NU Online Lampung
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof KH Mohammad Mukri mengatakan bahwa kebahagiaan seseorang akan senantiasa mampu tersemai jika ia memiliki harapan-harapan. Dengan harapan inilah, seseorang akan senantiasa termotivasi untuk melakukan sesuatu dalam mencapai apa yang diinginkan. Dengan harapan yang tercapai, maka kebahagiaan seseorang akan terus terpelihara.  


“Betapa sempitnya hidup tanpa ada harapan. Kebahagiaan sejati adalah saat masih adanya harapan dalam diri kita. Sementara puncak kebahagiaan adalah melakukan dan mencapai sesuatu yang bermakna,” ungkapnya, Selasa (24/1/2023).


Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar jawa Timur ini menambahkan bahwa pekerjaan yang dilakukan untuk mewujudkan harapan kemudian diwarnai dengan kebaikan, maka akan menjadi sumber kebahagiaan. Sebaliknya pekerjaan yang di dalamnya berisi ketidakbaikan, maka akan menjadi sumber dari kesusahan.


“Bahagia itu adalah surplus dari kenikmatan,” ungkap tokoh yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung ini.


Apa yang telah diberikan Allah kepada manusia ini pada dasarnya adalah sebuah kenikmatan yang harus dijaga dan ditingkatkan. Dengan ikhtiar yang baik, maka Allah akan senantiasa menambah kenikmatan yang akan mendatangkan kebahagiaan. Karena Allah telah menegaskan bahwa tidak ada yang bisa merubah kondisi seseorang kecuali ia sendiri yang bisa merubahnya.


Prof Mukri menegaskan kembali bahwa kebahagiaan sejati adalah saat kita memiliki harapan. Dan kebahagiaan juga tidak bisa diukur dari sudut pandang materi saja, semisal memiliki kekayaan yang melimpah. Namun kebahagiaan bisa bersifat subjektif karena kebahagiaan dimiliki setiap individu dengan selera dan ukuran yang berbeda.


“Banyak yang punya harta tapi tidak bahagia. Namun sebaliknya, yang hidupnya pas-pasan bisa menikmati kebahagiaan dengan sempurna,” ungkapnya.


Level atau kadar bahagia dari seseorang pun memiliki klaster yang berbeda-beda. Hal ini bisa terlihat dari kemampuan seseorang menyikapi hal-hal negatif yang menimpa dirinya. “Level kebahagiaan orang berbeda. Ada yang klasternya dari angka 5-9. Klaster ini bisa menikmati kebahagiaan dengan baik dan jika pun ditimpa masalah, ia masih bisa tersenyum karena nilai kebahagiaan minimalnya di angka 5,” ungkapnya.


Namun lanjutnya, ada pula seseorang yang memiliki klaster kebahagiaan di angka 1-7 di mana dia tidak bisa maksimal menikmati kebahagiaannya. Dan ketika terjadi permasalahan dalam dinamika kehidupannya, ia akan gampang mengeluh dan terpuruk.


Sehingga manusia harus memiliki harapan yang berusaha diwujudkan melalui ikhtiar-ikhtiar agar bisa meraih kebahagiaan dalam hidup. Terlebih manusia diciptakan sempurna oleh Allah swt untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan melalui kesadaran-kesadaran yang dimilikinya.


“Kesempurnaan manusia yang merupakan makhluk ini menjadi ekspresi nyata ke-mahakuasaan Allah swt,” pungkasnya. (Muhammad Faizin)


Editor:

Warta Terbaru