• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 20 Mei 2024

Warta

Problematika Dakwah Millenial

Problematika Dakwah Millenial

Problematika Dakwah Millenial

Oleh: Rudy Irawan, S.PdI,M.S.I  *)

ERA millenial sebenarnya adalah hitungan penggal waktu seratus tahun, namun makna konotasi dimaknai sebagai era yang serba digital. Teknologi informasi berkembang sedemikian cepat, menafikan batas ruang dan waktu, dengan kualitas audio-visual yang sangat sopisticated. Indonesia dan Amerika yang boleh dikata secara manual selisih 24 jam, lebih dulu di Indonesia, suatu even dapat disaksikan secara langsung.

Mari kita cermati data pengguna internet di Indonesia, terutama dari kalangan anak-anak. Ada 171,17 juta pengguna internet Indonesia di tahun 2018. Mereka yang berusia antara 15-19 tahun mempunyai penetrasi paling tinggi (mencapai 91%)” (inet.detik.com, 16/5/2019).

Ada fenomena yang mengundang keprihatinan, bagi para muballigh/muballighat dan da’i/da’iyah, bahwa mereka ini menurut kompas.com (19/2/2018), rata-rata masyarakat Indonesia mengakses internet selama 1-3 Jam dalam sehari. Persentasenya mencapai 43,89 persen. Sementara itu, ada pula pengguna yang mengakses internet selama 4-7 jam dalam sehari dengan persentasenya mencapai 29,63 persen. Selain itu, sebanyak 26,48 persen pengguna internet di Indonesia juga mengakses internet selama lebih dari 7 jam dalam sehari.

Oleh karena itu, para da’i/da’iyah dan muballigh/muballighat perlu melakukan update baik substansi materi dakwah, metode dan pendekatan, formulasi dan teknik dakwah yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan generasi millenial, yang mereka makin kekinian yang diinginkan adalah informasi yang tersaji di dunia maya.

Gerakan dakwah millenial yang harus dilakukan adalah bagaimana mengisi konten, status, blog, atau apapun, agar semua media digital, bisa diwarnai dan diisi dengan materi dakwah yang mengedukasi, mendidik, dan menanamkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Kemasan dakwah perlu juga didiseminasikan kepada seluruh pengguna media sosial, agar bisa merefer pada Fatwa MUI No: 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermedia Sosial. Banyak netizen atau pengguna media sosial menggunakan media sosial yang berpotensi menimbulkan kegaduhan, seperti hoax, berita bohong, bulliying atau ujaran kebencian, dan bahkan bisa digunakan untuk melegitimasi “kebohongan” karena dilakukan secara berulang-ulang, lama-lama seakan-akan menjadi kebenaran, meminjam teori posttruth.

Anak-anak millenial perlu dibekali dengan fondasi ilmu dan pendidikan agama yang cukup. Maksudnya, agar generasi millenial dalam mengikuti atau memanfaatkan media sosial itu, juga bisa menggunakannya secara cerdas dan bijak, manfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Sekiranya kategorisasi kecenderungan faham keagamaan, ada yang cenderung radikalis, liberalis-sekular, dan inklusif-moderat, maka sudah seharusnya kelompok mayoritas yang inklusif-moderat, perlu lebih intensif dalam mengelola, mengisi konten, dan memanfaatkan media digital ini sebagai media dakwah yang sangat efektif. Bahkan tidak jarang media-media seperti youtube, whatsapp, facebook, instagram, twitter, dlsb, merupakan trend kekinian yang volume dan frekuensinya mendominasi dunia maya.

Oleh karena itu, pengurus takmir, ormas keagamaan Islam khususnya, perlu menyiapkan sumber daya insani (SDI) yang memiliki skill-digital, bahkan “rumah dakwah digital”, dan fasilitasi jaringan komunikasi yang memadai, agar masyarakat yang sewaktu-waktu membutuhkan informasi tentang profile Masjid atau ormas tertentu, bisa langsung mengakses, cukup dari kamar atau ruang kerja di mana anak mudah atau siapapun yang berkepentingan bisa mendapatkan informasi dengan mudah.

Sudah barang tentu konten Islam wasathiyah atau moderat ini lebih mengedepankan substansi ajaran agama, tanpa meninggalkan detail ajaran syariat Islam yang bersifat qath’iy dan muhkamat (yang sudah jelas difahami secara agama). Para ulama membahasakannya, dengan al-ma’lum min al-din bi al-dlarurat artinya “yang sudah dengan mudah diketahui bahwa itu adalah pasti dari agama”. Allah a’lam bi sh-shawab.

*) Dosen UIN Raden Intan Lampung/Sekretaris Komisi MUI Lampung/Wakil Ketua PCNU Bandar Lampung

  •  
  •  


Editor:

Warta Terbaru