Warta

PBNU Minta Pemerintah Tidak ‘Lembek’ Pada China dalam Kasus Natuna

Senin, 6 Januari 2020 | 19:41 WIB

LAMPUNG – Konflik Pemeerintah RI dengan China terkait konflik teritorial di perairan Natuna membuat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) angkat bicara.

Dalam rilis tertulis yang diterima redaksi nulampung.or.id, NU mendesak Pemerintah RI tak bersikap ‘lembek’ dengan China walaupun negara Tirai Bambu itu merupakan investor ketiga terbesar di Indonesia.

"NU meminta Pemerintah RI tidak lembek dan tidak menegosiasikan perihal kedaulatan teritorial dengan kepentingan ekonomi meskipun China merupakan investor terbesar ketiga di Indonesia," demikian surat pernyataan PBNU yang ditandatangani Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj dan Sekretaris Jendral Helmy Faisal.

PBNU memaparkan, letak Kepulauan Natuna yang masuk dalam 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) telah diratifikasi sejak 1994.

“Karena itu tindakan coast guard China mengawal kapal nelayan berbendera China di perairan Natuna sebagai bentuk provokasi politik yang tidak bisa diterima,” katanya.

NU juga mendesak pemerintah China berhenti melakukan tindakan provokatif atas kedaulatan wilayah perairan RI yang telah diakui dan ditetapkan oleh United Nation Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

"NU mendukung sikap tegas pemerintah terhadap China, dalam hal ini yang telah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri dan Bakamla," paparnya.

"Termasuk mengusir dan menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan aktivitas illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) di seluruh perairan RI sebagai manifestasi dari Archipelagic State Principle yang dimandatakan Deklarasi Djuanda," lanjut Kiai Said.

Seperti diketahui, sejumlah kapal asing asal China masuk ke perairan Natuna yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Pemerintah Indonesia mencoba jalur diplomasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan melayangkan nota protes terhadap China melalui Duta Besar yang ada di Jakarta. (saf)