Warta

Parameter Kaya dan Miskin

Kamis, 9 April 2015 | 13:22 WIB

PENGAMATAN masyarakat terhadap status kaya dan miskin menjadi persoalan yang penting di dunia ini. Sebab, masalah tersebut berkait erat dengan beberapa persoalan agama seperti zakat dan ‘udhiyah. Mereka menilai bahwa seseorang yang memiliki harta yang banyak dalam bentuk apapun dianggap sebagai orang kaya. Dan mereka yang hartanya sedikit dianggap miskin meskipun faktanya memiliki pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Pertanyaan : Apakah dapat dibenarkan pandangan masyarakat dalam menggolongkan kelompok masyarakat kaya dan miskin seperti dalam diskripsi terkait dengan hak penerimaan zakat menurut Madzhahib Al-Arba’ah? Jawaban:  Sebenarnya definisi fakir miskn dalam Madzhahib Al-Arba’ah adalah sebegai berikut.
  • Hanafiyyah : Fakir adalah orang yang memiliki harta berkembang (nami) kurang dari satu nishab (senilai 200 dirham/ lebih kurang 754 gram perak) atau orang yang memiliki harta tidak berkembang mencapai nishab namun habis untuk memenuhi kebutuhan primer. Sedang miskin adalah orang yang tidak memiliki harta sama sekali.
  • Malikiyah : Fakir adalah orang yang memiliki harta namun tidak mencukupi kebutuhan makanan pokok salaam satu tahun. Dalam satu riwayat Ibn Qasim, orang yang memiliki lebih dari empat puluh dirham perak tidak berhak menerima zakat. Sedangkan miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta sama sekali.
  • Syafi’iyah :  Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta atau keterampilan dan kesempatan kerja sama sekali atau memiliki namun tidak mencukupi setengah dari kebutuhan primernya untuk kebutuhan dirinya dan orang yang menjadi tanggungjawab nafkahnya selama umur ghalib. Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki harta namun tidak mencukupi kebutuhan hidupnya secara penuh.
  • Hanabilah : Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta sama sekali atau mempunyai harta namun tidak mencukupi setengah dari kebutuhan hidupnya. Ahmad Ibn Hanbal dalam pendapatnya yang menjadi pedoman muta’akhirin menegaskan, standar kaya-fakir adalah kebutuhan hidup. Namun dalam pendapatnya yang diikuti Mutaqaddimin Hanabilah, bila orang yang memiliki lima puluh dirham (lebih kurang 135,75 gram perak) atau emas senilai itu tidak dapat dimasukkan dalam golongan fakir meskipun harta itu tidak mencukupi kebutuhannya.  Sedangkan mengenai definisi miskin, Hanabilah tidak jauh beda dengan Syafi’iyah.
Sehingga pandangan masyarakat tersebut dapat dibenarkan untuk menghantarkan dugaan (Adz-Dzan) bahwa seseorang tergolong fakir atau kayak arena telah dilandasi bukti dzohir yang nyata. Namun masalah berhak menerima dan tidaknya harus sesuai dengan kenyataan sebagaimana definisi-definisi di atas. (Solusi Problematika Umat Menurut Empat Madzhab/Lembaga Bahtsul Masail PWNU Lampung)