Warta

Menulis untuk Mengembangkan Potensi Hingga Penyembuhan Diri 

Senin, 19 Juli 2021 | 09:02 WIB


WAY KANAN-- Sebagai upaya meningkatkan produktivitas kader, Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Way Kanan,  menggelar webinar literasi bertajuk “Berkarya Melalui Tinta” pada Sabtu, 17 Juli 2021.

Ketua PC IPPNU Way Kanan, Faridatul Khusna, mengatakan, webinar tersebut sebagai perantara atau wadah bagi para pelajar, mahasiswa, maupun remaja, baik dari kalangan IPNU dan IPPNU maupun masyarakat umum untuk menambah wawasan dan ilmu, serta sebagai penyemangat untuk terus berkarya.

“Pengetahuan menulis sangat penting, apalagi bagi generasi muda seperti kita. Skill menulis sangatlah dibutuhkan, tidak hanya sebagai pemenuhan tugas sekolah maupun kuliah saja, terlebih di era globalisasi guna melawan arus informasi yang menyesatkan,” kata Farida.

Webinar tersebut diikuti kurang lebih 90 peserta dari berbagai daerah, seperti pulau Sumatera, Jawa, hingga Bali. Menghadirkan dua penulis muda yang hebat dan produktif, yakni Susan Arisanti dan Marisa Oktari.

Susan adalah penulis novel Serenade Jingga, Luka yang Kau Tinggal Senja Tadi, Tsani Athaya, dan Sangiang Pandita.

Dia adalah penulis muda asal Way Kanan yang beberapa karyanya berhasil tembus pemasaran di Gramedia, dengan omzet lebih dari Rp 30 juta per buku.

Sementara Marisa Oktari adalah penulis novel Bhayanaka Sigrah asal Bengkulu, yang juga merupakan finalis 10 besar Author Rising 2020 yang diselenggarakan Penerbit Kata Depan.

Menurut Susan, kegiatan menulis penting untuk mengembangkan potensi dan minat, juga bisa menjadi sarana untuk melatih kecerdasan emosional. Baginya menulis bukan sekadar hobi, namun lebih ke self healing atau penyembuhan diri. 

“Karena dengan menulis pikiran kita yang kacau bisa menjadi lega, fresh, dan bisa lebih tenang,” katanya.

Bagi Susan, siapa saja bisa menulis dan menjadi penulis tanpa memandang umur, maupun garis keturunan. “Menjadi penulis yang baik tentu harus melewati proses, harus banyak melatih diri untuk menulis sebagai jam terbang dan harus banyak membaca agar kosakata dan diksinya bertambah,” tuturnya.

Senada Susan, bagi Marisa menulis selain menjadi hobi, kemampuan menulis sangat diperlukan terlebih di era globalisasi, terutama dalam penulisan non-fiksi atau esai.

“Kemampuan ini tidak hanya berguna dalam hal akademis, nggak bisa ditampik skill menulis juga bisa menjadi pekerjaan yang mumpuni untuk waktu lama,” tutur dara kelahiran Bengkulu, 14 Oktober 2001.

Sedang dalam perkara fiksi, baginya dapat menjadi sebuah terapi bagi si penulis. Sebab, dengan hal tersebut ia akan semakin aktif dalam melakukan proses kreatif. “Dalam menulis fiksi kita diajak untuk berimajinasi sekaligus mengedepankan ide-ide dan fakta yang sesuai. Hal ini bisa menerapi otak kita,” tambahnya.

Mahasiswi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Bengkulu itu mengutip kata dari Pramoedya Ananta Toer “menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Hal inilah yang sampai kini membuat dirinya semakin bersemangat.

“Karena yang bakal abadi di saat kita tidak ada lagi, salah satunya adalah karya yang baik dan bisa dikenang sekaligus bermanfaat bagi orang lain,” tutupnya.

( Disisi Saidi Fatah)