Warta

Hukum Merokok dalam Pandangan Islam

Senin, 6 April 2015 | 15:31 WIB

“Merokok mati, gak merokok pun mati”. Begitu menurut orang yang menjadi pencandu rokok. Ya, untuk mereka yang menjadi ‘ahli hisap’, rokok sudah seperti kebutuhan pokok yang tak bisa ditinggalkan. Bahkan ada sebagian kalangan menempatkan rokok pada posisi yang primer. Bila tidak merokok maka kesemngatan hidup terasa hilang. Terlepas dari hal itu merugikan atau tidak. Yang jelas rokok sangat merugikan kesehatan. Namun bagaimana sebenarnya hukum rokok dilihat dari kacamata atau perspektif agama? Para ulama berbeda pendapat tentang hukum merokok. Sebab, tidak ada Nash baik Al-Qur’an atau Al-Hadist yang menjelaskan tentang merokok, apakah diharamkan atau dihalalkan. Oleh karena itu ulama memberi suatu penjelasan bahwa jika ada suatu perbuatan yang tidak ada ketentuan Nas yang jelas tentang hukumnya, maka perkara tersebut termasuk golongan perkara yang Mustabihat. Rasulullah SAW bersabda:” Halal itu jelas dan harampun jelas, diantara keduanya (ada) hal hal yang tidak jelas yang kebanyakan manusia tidak mengetahui”.(HR. Bukhori Muslim). Berdasarkan hal tersebut maka merokok termasuk termasuk sebagian dari perkara yang Mustabihat, sehingga dalam menetapkan hukum merokok ada tiga pendapat dikalangan ulama.    Ulama yang mengatakan HARAM secara mutlak Diantara ulama yang berpendapat merokok hukumnya haram secara mutlak adalah: Muhammad Hayat As-Sauki, Husain Al-Mahla, Sayid Abdullah Bin Alwi Al-Hadad, dan beberapa mayoritas ulama tasawuf. Ulama yang mengatakan HALAL secara mutlak Diantara ulama yang berpendapat merokok hukumnya halal secara mutlak adalah: Al-Imam As-Syahir Muhammad Bin Ismail, Syeh Abdul Ghoni An-Nabalisi, Syeh Jamal Az-Ziyadi, Syeh Maroghi Al-Hambali.   Ulama yang mengatakan hukumnya dapat berubah menjadi lima (haram, makruh, wajib, mubah dan sunah) sesuai dengan situasi dan kondisi.   Haram Merokok hukumnya haram jika orang yang merokok memiliki (mengandung) tujuan menghambur hamburkan harta atau merokok tersebut berdampak kemadhorotan bagi orang yang merokok. Sayid Umar al-basri dalam fatwanya memberi penjelasan sebagai berikut: Makan (atau sejenisnya) hukumnya haram jika dari makanan tersebut bisa memabukan atau menyebabkan kemadhorotan pada akal dan badan. Sehingga sesuatu  perkara  jika digunakan (dipakai) tidak ada manfaat sama sekali maka menggunakan perkara tersebut hukumnya haram, karena termasuk menghambur hamburkan harta.   Makruh Merokok hukumnya makruh jika orang yang merokok  tidak memiliki tujuan apa apa dan juga tidak berdampak negative pada orang yang merokok. Hal ini di karenakan merokok termasuk hal yang masih dikhilafi ulama yang menyebabkan keraguan, sedangkan melakukan perkara yang masih diragukan halal dan haramnya adalah makruh. Rasulallah SAW bersabda:” Tinggalkanlah hal yang masih meragukan sampai perkara tersebut jelas”. (HR. Imam Nasai)   Wajib Merokok hukumnya wajib jika orang yang merokok mempunyai penyakit/bahaya pada dirinya yang tidak bisa sembuh/hilang kecuali dengan merokok. Allah SWT berfirman:” Janganlah kamu membunuh diri kamu sendiri….”. Rasulallah SAW bersabda:” Berbuat madhorot kepada diri sendiri itu tidak boleh, demikian pula berbuat madhorot kepada orang lain”.   Sunah Merokok hukumnya sunah jika orang yang merokok mempunyai penyakit/bahaya pada dirinya tetapi masih ada obat lain selain merokok. Di hukumi sunah karena berobat hukumnya sunah. Rasulallah SAW bersabda:” Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obatnya, dan Allah SWT menjadikan pada setiap sesuatu  (ada) penyakit dan (adapula) obatnya, maka berobatlah kamu, dan jangan berobat dengan perkara yang diharamkan (kecuali terpaksa)”. (HR. Abu daud).   Mubah Merokok hukumnya mubah jika orang yang merokok tersebut dalam kondisi / keadaan makruh, sunah, dan wajib.   Demikian penjelasan mengenai hukum rokok dari perspektif agama. Alangkah baiknya bila kesehatan kita terjaga dengan baik dengan tanpa merokok. (Oleh : Ust. Munawir, Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU Lampung/Referensi : Sab’atul Kutub Mufidah Lissyeh ‘Alwi Bin Ahmad As-Saqowi)