Warta

Bir dan Kehati- Hatian Mbah Hasyim Asy`ari

Senin, 25 Januari 2016 | 17:22 WIB

KH HASYIM Asy’ari atau Mbah Hasyim dikenal sangat ketat dalam menjaga kesucian batinnya dari pengaruh hal-hal yang mengarah pada kenegatifan. Suatu ketika datanglah seseorang menghadap dan bertanya kepada dia tentang hukum bir, adakah bir itu termasuk khamr (minuman keras yang memabukan) ataukah tidak.  Sebab menurut keterangan yang didapat, bir itu tidak sama dengan minuman keras yang lainnya. Kalau minuman keras diminum oleh orang yang bukan jagoan minum dalam jumlah satu sloki (gelas yang paling kecil, yang biasa dipakai untuk minuman keras) maka orang tersebut akan mabuk tetapi bir sekalipun diminum oleh orang yang bukan ahli minum dalam jumlah satu gelas biasa (250 cc) tidak akan memabukkan. Mbah Hasyim diam sejenak. Ia termenung, memusatkan pikirannya. ”Dari mana engkau tahu bahwa bir itu kalau diminum tidak memabukkan?” selidik Mbah Hasyim. ”Dari teman saya, kiai,” jawab si tamu. ”Adakah orang itu, yang memberi keterangan padamu itu pernah minum bir?” ”Sering,” jawab orang tersebut. Sekali lagi pimpinan Pesantren Tebuireng itu termenung. Ia tidak langsung menjatuhkan hukum, tetapi hening, menimbang dan mengingat. Setelah itu, ”Aku tidak bisa memberikan hukum tentang bir itu. Sebab keterangan yang kau terima itu berasal dari orang yang tidak bisa dipercaya. Ia belum mengetahui hukumnya bir tetapi ia sering meminumnya. Sebab itu ia termasuk orang yang tidak berhati-hati, karena itu semua keterangannya adalah merupakan keterangan dari orang yang tidak berhati-hati, keterangan itu tidak bisa dipergunakan.” jawab Mbah Hasyim tegas. Maka bekulah masalah hukum bir sampai beberapa waktu lamanya. Sampai kemudian diselidiki secara kimiawi, diuraikan berapa kadar alkohol minuman yang memabukkan dan yang tidak. Begitu hati-hatinya para ulama itu menjaga dirinya dari pengaruh yang datangnya dari luar Islam. (sumber: Maksoem Machfoedz, Bangkitnya Ulama dan Kebangkitan Ulama)