Warta

Aku NU : Pengabdian atau Eksistensi Belaka?

Selasa, 9 Februari 2021 | 14:37 WIB

Oleh : Disisi Saidi Fatah (Pegiat literasi asal Way Kanan)

95 tahun sudah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) berdiri di bumi pertiwi. Dalam rentang waktu yang hampir mencapai satu abad, kiprah dan khidmah NU kepada bangsa serta umat Islam tak lagi diragukan. Sebagaimana cita-cita guna mencapai negeri yang baldatul thayyibatun wa rabbun ghafur, yakni negeri yang baik, aman, tenteram, dan damai disertai dengan rahmat Allah.

Pada tahun ini peringatan hari lahir (harlah) NU mengusung tema “Khidmah NU : Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Bangsa”, tugas utama para kader dan penggerak NU ialah menyebar luaskan paham ahlusunnah wal jamaah an-nahdliyah. Tugas tersebut semakin berat, seiring berkembangnya paham-paham keagamaan yang lain. Sebagaimana dikatakan wakil presiden republik Indonesia, KH Ma’ruf Amin melalui akun instagram beliau @kyai_marufamin pada 31 Januari 2021 lalu.

NU diharapkan dapat terus memegang teguh amanah kebangsaan, sesuai dengan posisi NU sebagai Jamiyah Diniyah Islamiyah, para ulama dari dulu hingga sekarang selalu konsisten mengembangkan misi membangun Islam damai dalam bingkai NKRI.

Dikutip dari lama nu.or.id, awal mula dibentuknya NU guna merespon kondisi rakyat yang sedang terjajah problem keagamaan dan problem sosial di tanah air. Selain itu juga guna mempertahankan warisan-warisan kebudayaan dan peradaban Islam yang telah diperjuangkan oleh Nabi Muhammad serta para sahabatnya.

Dalam riwayat perjalanan,  NU berkembang pesat dan amat terjaga secara tradisional hingga saat ini telah berhasil memberikan sumbangsih terhadap kehidupan beragama yang ramah di tengah kemajemukan bangsa Indonesia.

Untuk mencapai cita-cita sebagaimana diusung dalam tema harlah NU ke 95, dibutuhkan kontribusi, pergerakan, dan komitmen dari para kader dan penggerak di NU, baik dari badan otonom tingkat bawah maupun puncaknya NU.

Pengabdian dan Eksistensi

Akhir ini banyak sekali fenomena orang berbondong-bondong ikut kaderisasi di NU. Hal tersebut menjadi angin segar bagi nahdliyin dan tentunya menjadi tanda tanya besar. Ada dua kemungkinan, benarkah ia ingin mengabdikan diri di bawah naungan bendera NU atau hanya ingin mencari nama (sekadar eksistensi belaka)?

Dalam kaderisasi, nahdliyin yang secara struktural diambil sumpah atau janji dengan terlebih utama bersuci dan mengucapkan sumpah maupun janjinya untuk khidmat pada NU di bawah al qur’an. Hal tersebut sebagai pegangan sekaligus pengingat bagi diri untuk terus bergerak, berbuat, dan berkhitmad pada NU.

Untuk menopang dan menghidupkan NU, kita sebagai nahdliyin yang telah diambil sumpah ataupun yang telah berjanji harus siap sedia dalam perjuangan dan pengorbanan lahir batin, baik moril maupun materil. Jika ada kader NU ketika dibutuhkan ia kabur ataupun bersembunyi hal ini patut dipertanyakan kembali. Sudah sampai mana ia dikader dan mengikuti kaderisasi?

Pada Konferensi Besar (Konbes) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang diselenggarakan oleh Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di Pondok Pesantren Minhadlul Ulum Peswaran, Lampung pada Oktober 2019 lalu. Inspektur Wilayah III Inspektorat Jendral Kementerian Agama Dr. H. Hilmi Muhammadiyah, M.Si pernah berkata; di organisasi NU banyak sekali NU naturalisasi, banyak orang yang datang dan mengaku NU ketika butuh.

Hal ini jelas, bisa kita lihat seberapa berperan ia dalam mengurusi NU. Ketika NU mengadakan kegiatan dan lain sebagainya. Orang yang memang tujuan untuk berkhidmat ia tidak akan membuat banyak alasan taat kala diminta sumbangsihnya, begitupun yang benar-benar menjadi kader dan mengikuti kaderisasi, ia akan paham sistem kaderisasi dengan baik dan tidak akan prematur.

95 tahun NU, semoga semakin jaya dan gemilang di bumi pertiwi. Semakin menebarkan keharuman dan keharmonisan bagi insan jagat Nusantara. Semoga kita semua para generasi penerus perjuangan para ulama di NU, wabil khususnya penulis dapat  senantiasa bergerak, berkhitmad, dalam pengabdian tanpa harus digerakkan.