• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Warta

Tradisi Ziarah Kubur, Bagaimana Hukum dan Manfaatnya?

Tradisi Ziarah Kubur, Bagaimana Hukum dan Manfaatnya?
Tradisi Ziarah Kubur, Bagaimana Hukum dan Manfaatnya? Oleh: Ficky Taufiqurrahman (Santri Mlangi dan Mahasiswa FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) TERDAPAT keterangan hadits tentang pentingnya ziarah kubur, khususnya Hari Jum’at. Maka tidak heran hal itu  direspon oleh umat Islam utuk melakukan ziarah pada hari jum’at. Dalam perkembangannya tradisi ziarah menjelang ramadhan dan hari raya, maka pada hari itu kuburan menjadi ramai dipenuhi oleh peziarah. Tradisi ziarah hari Jum’at atau malam Jumat banyak di lakukan oleh Ahlussunah Waljamaah, apalagi malam Jum’at Kliwon, khususnya di Pulau Jawa makan-makam yang dikeramatkan dan makam para wali dipenuhi para peziarah. Di Yogyakarta menjelang Ramadhan ada istilah Nyadran  (Ziarah Masal) semua kelompok  pemakamanramai oleh para peziarah. Di Bandung, Bekasi, Jawa Barat, Jakarta, Banten,  Banyuwangi Jawa Timur, Lampung saat menjelang hari raya dan pasca hari raya komplek-komplek pemakaman ramai oleh peziarah. Maka heran apabila ada yang menyatakan hal itu adalah bid’ah. Stigma Bid’ah Orang yang membid’ahkan Ziarah Kubur hari Jum’at menjelang dan pasca hari raya itu tidak diperintahkan oleh Nabi, dan tidak dilakukan oleh Nabi, maka amalan itu tertolak bahkan sesat. Alasan lain, karena digunakan adalah bahwa ia bentuk syariat baru karena mengkhususkan, ada hadits Nabi melarang mengkhususkan puasa hari Jum’at. Dalil ini kemudian digunakan menghukumi ziarah pada hari Jum’at adalah dilarang sehingga hukumnya Bid’ah. Sedangkan hadits larangan mengkhususkan puasa pada hari jum’at tidak bisa digunakan untuk melarang ziarah pada hari Jum’at, karena hadits Nabi itu sudah jelas objek yang di larang, maka tidak bisa untuk melarang pada obyek yang lain. Kebiasaan masyarakat kita berziarah hari Jum’at bukannya perbuatan bid’ah, karena berdasarkan pada hadits Nabi : Artinya : “Barang siapa yang berziarah ke kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada hari jum’at, dia diampuni dan dicatat sebagai anak berbakti.” Atas dasar ini maka, pada hari Jum’at untuk umat islam yang berziarah kubur pada sanak keluarganya, memang hadits ini dhoif, tetapi ulam’ seperti al-Ghazali memakainya, dan tentang Hadits Dhaif ini meningatkan kita pada pendapat ulama yang ittifak ia dapat dijadikan dasar untuk fadhail amal, bahkan Imam Nawawi menyatakan Hadits Dhoif mengungguli pendapat siapapun. Sedangkan Ziarah di bulan Ramadhan ataupun di Hari Raya, tidak ada perintah dan tidak ada larangan. Karena tidak adanya larangan, orang yang suka Ziarah mengambil Inisiatif alangkah indahnya jika pendapat mendo’akan dan berziarah kubur pada hari-hari yang penuh rahmat dan ampunan (Bulan Ramadhan) dan hari yang bahagia (Idhul Fitri), justru akan sangat bermakna bagi orang-orang yang sedang mudik ke kampung halaman, ia akan merasa tentram jika sebelum minta maaf kepada oarng lain ia terlebih dahulu mengunjungi kubur orang tuanya untuk berziarah yang meninggal terlebih dahulu. Ziarah kubur menjelang Ramadhan, menjelang hari raya dan pasca hari raya merupakan kreasi posotif dan nabi senang kepada sahabatnya yang mempunyai ide-ide kreatif untuk kebeaikan. Seperti kisah Umar yang menambah bacaan i’tidal, juga sahabat Nabi yang menggunakan surah al-fatihah untuk mengobati sengatan binatang berbisa Nabi senang dan memberi apresiasi, begitu juga mereka yang Ziarah menjelang bulan suci ramadhan setidaknya ada dua manfaat yang didapat sekaligus. Pertama, manfaat pada dirinya dengan datang ke kuburan setidaknya ingat kematian, dan bisa memberikan kekuatan rohani untuk lebih siap menghadapi Bulan Ramadhan dan tentunta dapat meraih hikmah Ramdhan secara maksimal. Kedua, mendoakan kepada yang telah meninggal dan kepada dirinya sendiri, perkara diterima do’a itu adalah urusan Allah, kewajiban manusia adalah berdo’a dan ibadah maka ia mendapatkan pahala. Tentang Ziarah pada Hari Raya adalah bermula dari konsep fitrah, ketika itu manusia  kembali kepada fitrah, maka datanglah ke makam-makam orang tua berharap ketika fitrah itu doanya memungkinkan dikabulkan lebih besar. Hari yang mulia itu dimanfaatkan untuk berziarah mendoakan orang tua dan orang-orang yang lebih dulu menghadap Sang Khaliq. Itu merupakan refleksi taat kepada orang tua dan berbagi kasih dengan do’a pada orang yang dicinta. Jika demikian, maka ia berlaku hukum sunnah sebagai realisasi dari hadits Nabi “Ziarah hari jum’at ada haditsnya sedangkan ziarah menjalang bulan Ramadhan dan pada hari raya adalah realisasi dari hadits Nabi agar melakukan kreasi positif, karena semua itu memberi manfaat yaitu agar siap menghadapi ramadhan dan berharap lebih dikabulkannya do’a pada bulan suci dan kemenangan.” Mengkhususkan Ziarah kubur pada hari Jum’at tidak berlaku larangan Nabi mengkhususkan puasa pada hari Jum’at, karena terdapat Hadits yang menganjurkan Ziarah pada hari Jum’at. Sedangkan Ziarah pada menjelang Ramadhan dan Hari Raya adalah kreasi positif untuk kebaikan diri agar lebih mengingat kemanusiaan menjadikan mental lebih siap menghadapi Ramadhan, begitu juga Ziarah pada Hari Raya adalah sebagai ikhtiar untuk mendo’akan orang tua dan saudara semoga di hari fitri ini do’a lebih dikabulkan. Jika demikian, maka menjadi amalan sunnah dan bagian dari ibadah. (*)  


Editor:

Warta Terbaru