• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Syiar

Penjelasan tentang Hari Rebo Wekasan, Anjuran Shalat, dan Keyakinan sebagai Hari Sial

Penjelasan tentang Hari Rebo Wekasan, Anjuran Shalat, dan Keyakinan sebagai Hari Sial
Kaligrafi bulan Safar
Kaligrafi bulan Safar

Besok, 21 September 2022 merupakan hari Rabu terakhir di bulan Safar, bulan kedua di tahun  hijriyah. Hari Rabu terakhir di bulan Safar itu biasa disebut Rebo Wekasan, atau Rabu Pungkasan.

 

Pada hari Rabu terakhir di bulan Safar ini, bagi sebagian kalangan, diyakini sebagai hari sial, atau menjadi hari turunnya bala bencana di bumi. 

 

Sebagaimana dilansir dari Rebo Wekasan, Keyakinan Hari Bala dan Anjuran Shalat hal tersebut disampaikan Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur. 

 

Abdul Hamid menyebutkan,  para wali mengatakan Allah swt menurunkan 320 ribu bala bencana di bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Hari itu dikenal dengan sebutan Rebo Wekasan.


Namun,  dalam Muktamar Ke-3 NU menetapkan tidak mempercayai adanya hari naas tersebut. Keputusan ini didasarkan pada pandangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah berikut.


"Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. Dan apa yang dikutip tentang hari-hari nestapa dari sahabat Ali kw. adalah bathil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).


Lantas, memasuki Hari Rabu Pungkasan tersebut, apakah kita disunnahkam shalat?Untuk menjaga diri agar terhindar dari bahaya tersebut, ulama menganjurkan umat Muslim agar melaksanakan shalat sunnah. 

 

Namun shalat ini bukanlah shalat khusus untuk hari Rebo Wekasan. Sebab, tidak ada anjuran demikian dalam hadis. Shalat sunnah yang dilaksanakan adalah shalat sunnah mutlak.

 

Terkait teknis pelaksanaan shalat sunnah tersebut, KH Muhammad Djamaluddin Ahmad menganjurkan agar setiap rakaat setelah al-Fatihah, membaca surat al-Kautsar 17 kali. Lalu, diikuti surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali.

 

Senada dengan Kiai Jamal, Syekh Abdul Hamid menganjurkan agar melaksanakan shalat sunnah mutlak tanpa bilangan tertentu di waktu-waktu seperti Rebo Wekasan. 

 

Beliau menyatakan, termasuk yang diharamkan adalah shalat Shafar (Rebo wekasan), maka barang siapa menghendaki shalat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati shalat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Shalat sunah mutlak adalah shalat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya (Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki, Kanz al-Najah wa al-Surur, halaman 22).

 

Sementara itu, KH Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang menyampaikan ada tiga pandangan terhadap Rebo Wekasan.

 

Pertama, tidak ada nash hadits khusus untuk akhir Rabu bulan Safar, yang ada hanya nash hadits dla’if yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus. Sementara sebagaimana maklum, hadits dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.

 

Kedua, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara’. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i. 

 

Ketiga, tidak boleh melaksanakan amalan khusus atau shalat Rebo Wekasan, kecuali hanya sebatas shalat hajat lidaf’il bala’ al-makhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (shalat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

 
Terkait anggapan bahwa pada hari Rebo Wekasan sebagai hari sial, kita harus percaya  bahwa tidak ada hari dan bulan yang mendatangkan kesialan. Sebagaimana bulan dan hari-hari lainnya, Safar dan Rebo Wekasan itu bulan dan hari yang netral.

 

Seluruh hari adalah milik Allah Ta'ala, tak bisa memberikan celaka atau manfaat secara independen. Maka hendaknya kita selalu berpikir positif bahwa semua hari dan semua bulan adalah netral, maka kita harus selalu mengisi hari-hari dengan kebaikan. 
 


Syiar Terbaru