• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Syiar

Merasa Lemah dalam Berdoa termasuk Makrifatullah

Merasa Lemah dalam Berdoa termasuk Makrifatullah
Manusia tidak memiliki daya kekuatan apapun, kecuali atas izin Allah semata
Manusia tidak memiliki daya kekuatan apapun, kecuali atas izin Allah semata

JALAN makrifatullah itu banyak dan sangat beragam. Salah satunya merasa lemah sebagai manusia di hadapan Tuhan, sehingga manusia akan selalu meminta kepada-Nya. 

 

Tidak ada manusia yang luput dari-Nya. Hampir setiap waktu ada manusia yang merintih, memelas, dan merayu kepada Tuhan, atas ketakberdayaan segala aktivitasnya di dunia.  

 

Manusia tidak memiliki daya kekuatan apapun, kecuali atas izin Allah semata, seperti pada lafadz zikir yang sering kita dengungkan, La haula wala quwwata illa billahil ‘Aliyyil adzim. 

 

Segala sesuatu yang dianggap oleh sesama manusia “kuat”, hal tersebut merupakan titipan Allah. Hanya sebagai wasilah manusia hidup di dunia, dan hanya sebagai majaz. Tidak ada yang mewujudkan segala apapun kecuali Allah.  

 

KH Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha mengatakan " Doa itu bukti kita meminta, meminta itu lemah, dan lemah itu bagian dari ibadah”. Senada dengan ungkapan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi no 2969, Rasulullah Saw bersabda, "Doa itu merupakan inti dari ibadah". 

 

Manusia semakin banyak keinginannya, maka dia semakin lemah, dan semakin banyak mengharapnya. Jika merasa lemah, berdoalah, karena Allah sendiri memerintahkan kita semua untuk selalu berdoa. 

 

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (QS: al-Ghafir:60). Kata ud'uni dalam tatanan bahasa Arab adalah bentuk fi'il amar (perintah). Sedangkan menjalankan perintah Allah adalah sebuah ibadah. 

 

Al-Quran juga telah menunjukkan pengertian doa melalui beberapa surat, diantaranya Doa berarti ibadah (Q.S. Yunus:106) dan Doa berarti meminta pertolongan atau istighatsah (Q.S Al-Baqarah: 23).

 

Semua doa akan dikabulkan namun dengan taraf dan kebutuhan masing-masing manusia. Hal ini menandakan bahwa manusia itu lemah, karena jika langsung dikabulkan ketika selesai berdoa, maka banyak manusia yang tidak akan kuat menerimanya. Karena manusia sejak diciptakan hanya berada di maqam (Kedudukan) meminta dan terus meminta. 

 

Sedikit saja di dalam manusia terbesit rasa kuat dan agung, maka dia akan sombong, padahal sombong hanya milik Allah (Al-Mutakabbir). Seperti raja Fir’aun yang memiliki segalanya, kekuatan, harta dan wilayah, sehingga dia menjadi sombong tidak mau berdoa kepada Tuhan apalagi mempercayai-Nya.

 

Bahkan dia benar-benar berani membuat menara yang katanya bisa menandingi Tuhannya nabi Musa As. Namun kesombongan itupun sirna karena kelemahannya sendiri yang tidak sanggup berenang di laut Merah, meski di akhir nyawanya dia ingin bertaubat. 

 

Yahya bin Muadz Ar-Razi mengungkapkan kata-kata yang kemudian sangat masyhur di kalangan praktisi tasawuf Islam sejak dahulu hingga sekarang yakni ُمَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه Artinya, “Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.”

 

Maksud kata-kata di atas yakni barang siapa mengenal dirinya lemah, miskin, bodoh, maka akan mengenal Tuhannya kuat, kaya dan cerdas. Ini merupakan ungkapan seseorang yang makrifatullah. 

 

Berbalik dengan orang sombong yang merasa kuat, kaya dan cerdas sehingga dia lebih sedikit merintih kepada Tuhan. 

 

Semuanya yang dititipkan kepada manusia tidak ada yang abadi ketampanan dan kekuatan akan hilang dengan sendirinya seiring badan manusia yang semakin menua. Dan manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.

 

Nabi Adam AS saja ketika diciptakan oleh Allah di dalam surga yang segala sesuatu dicukupi, penuh kemewahan dan kenikmatan masih gelisah karena merasa sendiri dan membutuhkan orang lain, sehingga Allah menciptakan Hawa sebagai teman hidupnya. Hal ini menandakan bahwa manusia lemah sehingga membutuhkan orang lain. 

 

( Yudi Prayoga, Kontributor NUO Lampung )


Syiar Terbaru