Mitra

HUT Ke-61 Provinsi Lampung, DPRD Harapkan Kepala Daerah Tingkatkan Perhatian pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan

Jumat, 21 Maret 2025 | 13:04 WIB

HUT Ke-61 Provinsi Lampung, DPRD Harapkan Kepala Daerah Tingkatkan Perhatian pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan

Seh Ajeman, Anggota Komisi V DPRD Lampung

Bandar Lampung, NU Online Lampung

Provinsi Lampung genap berusia 61 tahun pada 18 Maret 2025 lalu. Tentu sudah banyak keberhasilan yang dicapai dalam usia yang sudah tak muda lagi itu.

 

Namun banyak harapan agar ke depan Provinsi Lampung dapat lebih maju dan berbagai kesenjangan dapat teratasi.

 

Seperti disampaikan oleh Seh Ajeman, anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung. Ia mengingatkan agar kepala daerah Lampung juga memberi perhatian lebih pada bidang pendidikan dan kesehatan.

 

“Dalam bidang pendidikan saya lihat ada kesenjangan yang cukup jauh, antara sekolah yang berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kementrian Agama,” kata Seh Ajeman kepada NU Online Lampung, Jumat (21/3/2025).

 

Dia mengungkapkan, banyak sekolah di bawah Kementrian Agama (Kemenag) yang kurang mendapat perhatian. Pada Program Indonesia Pintar (PIP)  misalnya, tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Misal dalam satu kelas ada 25 orang. Kenyataannya, yang mendapatkan PIP hanya 15 siswa.

 

"Ini perlu mendapat perhatian kepala daerah, karena kebanyakan peserta didik di madrasah berasal dari keluarga yang kurang mampu atau yatim piatu. Caranya bisa diberikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari daerah,” ujarnya.

 

Kesenjangan lainnya, dari segi pembangunan atau rehabilitasi sekolah. “Sekolah di bawah Kemenag banyak yang terkesan kumuh dan lama tidak diperbaiki. Berbeda dengan sekolah-sekolah negeri di bawah Dinas Pendidikan,” ungkap anggota Fraksi PKB DPRD Lampung itu.

 

Kemudian dalam bidang kesehatan, yang perlu diperhatikan diantaranya adalah banyaknya Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tiba-tiba tidak aktif, padahal pembayaran iurannya ditanggung pemerintah.

 

“Akibatnya masyarakat ketika akan berobat, terpaksa membayar sendiri alias mandiri. Padahal banyak diantara mereka yang tergolong tidak mampu,” katanya.