BANDAR LAMPUNG -- Pasca reformasi yang ditandai dengan terbukanya kran demokratisasi telah menjadi lahan subur tumbuhnya kelompok Islam radikal. Fenomena radikalisme di kalangan umat Islam seringkali disandarkan dengan paham keagamaan, sekalipun pencetus radikalisme bisa lahir dari berbagai sumbu, seperti ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.
Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting bagi umat Islam Indonesia dewasa ini. Dua isu itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah seorang Muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam secara keseluruhan.
Radikalisme terorisme juga disebabkan oleh disparitas kaya dan miskin yang cukup tinggi di Indonesia. Kondisi ini membuat rakyat putus asa dan mudah sekali diprovokasi untuk melakukan kejahatan dengan isu “menagih tanggung jawab negara”.
Pentingnya persoalan radikalisme dan terorisme ini, membuat PWNU Lampung turut membahas dan mebuat rekomendasi untuk mengatasinya, dalam Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) II, Minggu (6/11/16) lalu.
PWNU Lampung menilai perlu adanya upaya dalam rangka menangkal gerakan radikalisme di Indonesia. Disini peran NU di uji, sejauh mana peran NU dalam menghadapi gerakan tersebut. Dengan semangat toleransi dalam menebarkan Islam yang penuh kedamaian serta rahmatan lil alamin.
Rekomendasi:
Pertama, institusi negara dalam hal ini pemerintahan sebagai pilar utama penyelenggara negara harus memiliki tidak saja kepekaan akan bahaya radikalisme dan terorisme tapi juga harus memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi, bahkan juga harus memiliki pemahaman hubungan islam dan negara dalam bingkai Negara Kesatuan Repblik Indonesia.
Kedua, masyarakat sebagai subyek dalam Negara sangat berkepentingan untuk menyebarkan toleransi ide, gagasan berdasarkan asas tawasut, tawazun dan tasamuh demi terwujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Baldatun, Toyyibun warobbun goffur.
Ketiga, gubernur selaku kepala daerah harus meningkatkan sumber daya manusia dalam bidang ekonomi dan membuat kebijakan yang prorakyat miskin. ***