Warta

Hidayah Nyantri

Kamis, 17 Januari 2019 | 11:30 WIB

Pagi itu aku seperti terbangun dari mimpi, mimpi entah apa yang membuatku terisak menangis mengingat kedua orang tuaku, kulihat ke arah jendela kamar ternyata mentari telah menyambutku dengan seyuman manisnya.
Aku adalah Anak MTs NU Krui sekaligus santri di pondok pesantren Al-Ma’arif , letak nya di jl. Kesuma Raya Pasar Baru No 16; kec.  Pesisir  tengah Kab. Pesisir barat. Awal aku jadi anak pondok semua terasa berat bagiku karena aku adalah anak yang tak bisa apa-apa. aku tak bisa memasak, aku buta huruf Al-Qur’an. Aku sama sekali tidak bisa membaca Al-Qur’an karena dulu aku malas untuk mengaji. Saat masuk Mts Aku malu karena aku tak bisa membaca Al-Qur’an apalagi aku adalah seorang siswi. Tapi walupun begitu aku tetap semangat untuk belajar membaca Al-Qur’an. Sebelum aku masuk pondok pesantren aku adalah anak yang sangat manja. aku tak mau membantu ibuku di dapur memasak walaupun ibuku selalu mengomel padaku. oleh karena itu juga aku tak bisa apa-apa. saat di pesantren aku baru menyadari bahwa hidup di perantauan jauh dari orang tua itu tidaklah mudah. Di pesantren aku diajarkan banyak hal, belajar mandiri, belajar hemat, mengaji, berpuasa dan harus on time dalam belajar. Awal aku masuk pesantren aku tidak tahu sama sekali aturan pesantren aku ke masjid dengan tidak menggunakan penutup kepala atau hijab. Salah satu guru yang mengasuh kami menegurku “dek rambutmu sangat indah terurai tapi lebih rapih jika memakai hijab” (sambil tersenyum). Aku mengerti apa yang di katakan pengasuhku bahwa jika di pondok pesantren harus berhijab dan memakai pakaian yang tertutup. Dari situlah aku mulai belajar untuk berhijab dan menutup aurat. Awalnya semua memang terasa berat aku selalu risih dengan hijab yang aku pakai karena hijab itu membuatku  tidak nyaman, membuat gerah, panas dan masih banyak lagi. Tapi banyak dari teman-teman ku yang menyemangatiku “kamu itu adalah wanita, wanita itu adalah perhiasan dunia, semua wanita akan lebih cantik bila memakai hijab, memang awalnya gerah tapi jika kamu sudah terbiasa hatimu akan tenang dan kamu akan selau dekat dengan Allah ujarnya”. Aku merenungi setiap kata apa yang mereka ucapkan akhirnya aku berusaha untuk tetap selalu ber istiqamah memakai hijab. Selain berpakaian kami di pesantren juga diajarkan untuk disiplin. Setiap hari kami harus bangun subuh untuk melaksanakan shalat subuh berjama’ah di masjid setelah shalat subuh kami melanjutkan kegiatan mengahafal Al-Qur’an surat-surat pendek. Setelah jam 6 pagi kami pulang dari masjid kami mandi, memasak dan bersiap-siap untuk pergi berangkat ke sekolah. Kebetulan sekolah tidak jauh dari pondok pesantren jadi aku santai jika akan berangkat, karena kebiasaanku yang gerak cepat dalam melakukan pekerjaan aku sering telat berangkat sekolah, sehingga aku sering di tegur oleh guruku. Walaupun begitu aku tetap melakukan hal yang sama. Hingga pada suatu hari aku harus menahan malu karena pada saat itu aku telat masuk sekolah dan diberi sanksi oleh guruku dengan  harus maju berdiri di depan umum. Dan aku diberi sanksi harus berpidato. Pada saat itu aku tidak bisa berpidato aku  hanya bisa menunduk tanpa berani menatap kea rah depan karena tak bisa menahan malu. Disekolahpun aku menjadi anak yang terkenal karena habis telat masuk sekolah. Dan mereka membawa nama pondok ku “ ehh liat deh dia anak pondok pesantren Al-ma’arif yang terlambat kemarin”. Tanpa berfikir panjang aku langsung menjawab kata- kata mereka “kalo kamu mau ngomongin aku jangan bawa-bawa nama pesantren aku dong (dengan nada kesal). Tanpa berfikir panjang mereka langsung beranjak pergi seperti habis melihat hantu. Akupun langsung beranjak pergi juga, setelah aku pulang sekolah aku menjadi bahan gunjingan dari teman-teman ku karena aku dianggap anak yang mencemarkan nama pondok pesantren ku. Sampai anak satu sekolahku  ada yang bilang sampai di telingaku “ohh begini yang namanya anak pondok”,(sambil matanya menatapku sinis). Aku merasa sangat bersalah dengan apa yang aku lakukan, aku dianggap anak yang tidak baik karena tingkahku, aku awalnya biasa-biasa saja menanggapi mereka. Tapi tak lama kemudian seperti biasanya setelah Ba’da ashar kami shlat berjama’ah bersama setelah itu kami melanjutkan belajar kitab kuning. Tapi setelah sholat ashar itu aku di tegur oleh ustadz ku, aku di nasehati panjang sekali, sampai-sampai aku menangis mendengar semua nasihat darinya. Jam 5 sore kami selesai belajar membaca kitab. Kami pun pulang ke asrama masing-masing untuk melanjutkan aktivitas. Ada yang mencuci, masak, piket dll. Kerena mereka sedang sibuk aku hanya masih tetap termenung, membisu tanpa suara,memahami, apa yang dikatakan oleh ustadz ku. Aku juga menyesal apa yang telah aku lakukan, aku seperti anak yang telah melakukan masalah besar padahal bagiku itu adalah masalah sepele. Tapi itulah kehidupan. Mulai dari situ banyak hal yang berubah aku mulai rajin belajar, di pesantren aku tidak sendirian banyak sekali teman-teman yang hebat yang selalu menyemangatiku. Walaupun di sekolah banyak teman-teman yang membuatku jatuh, tapi teman-teman di pesantrenlah yang membuatku bangkit. Karena teman-teman di sekolah hanya tahu aku dari apa yang mereka lihat tapi tidak untuk aku yang sebenarnya dan mereka hanya bisa membuatku patah semangat. Itu adalah  bulan ke 2 aku di pesantren. Setelah 2 bulan di pesantren aku baru menyadari apa yang aku cari??, apa yang selama ini aku dapat selama di pesantren??. Karena selama ini aku 1 bulan di pesantren hanya main-main dan banyak membuat onar. Aku berjanji dalam hati aku harus berubah, aku harus bisa mengharumkan nama pondokku,,, itulah tekadku. Kegiatan kami di pondok setiap hari bangun subuh, setelah shlat subuh berjama’ah kami melanjutkan hafalan surat-surat pendek sampai jam 6 pagi, setelah jam 6 pagi kami pulang ke asrama masing-masing untuk mandi,nyuci masak lalu berangkat kesekolah, setelah selesai sekolah kami shalat dzuhur berjama’ah, shalat ashar berjama’ah lalu melanjutkan kegiatan seperti Latihan tilawah, Qosidah, dll. Shalat maghrib berjamaah, mengaji,belajar tajwid bersama atau muhaddharah setelah itu kami shalat isha berjama’ah. Itulah kegiatan kami sehari-harinya. Untuk mencapai itu semua karena aku tidak bisa membaca Al-Qur’an aku setiap hari berusaha untuk belajar.  Aku mendatangi rumah Ustadku untuk belajar membaca Al-Qur’an. Awalnya memang sangat sulit bagiku untuk memahami bacaan Al-Qur’an tapi Setelah lama aku belajar membaca Al-Qur’an hari demi hari, bulan berganti tahun akhirnya aku bisa membaca Al-qur’an. Aku juga sering mengikuti lomba Tilawah di sekolah, muhaddharah dll. Nama pondokku pun yang selama ini sedikit tersisihkan akhirnya kami bisa mengharumkan nama pondok kami kembali. akhirnya apa yang aku perjuangkan selama ini tidak sia-sia. Karena apabila kita bersungguh-sungguh ingin belajar tidak ada hal yang mustahil bagi kita. Yang paling utama lagi yaitu  kita jangan sampai meninggalkan shalat. karena Allah itu akan selalu ada di sisi kita dan dia juga yang akan menolong kita. Jika kita tidak bisa mengaji atau kurang paham tentang agama kita tidak boleh sungkan-sungkan utuk belajar agama di pesantren atau tempat-tempat keagamaan lainnya. Karena tidak ada kata terlambat bagi kita untuk belajar. SEKIAN * cerpen karya Titik Anggara mahasiswa UIN Raden Intan Lampung fakultas akuntansi syariah, salah satu peserta lomba cerpen harlah web www.nulampung.or.id tahun 2018


Terkait