Warta

Gusdurian Tanggamus Gelar Haul Gus Dur ke 10

Sabtu, 4 Januari 2020 | 05:46 WIB

TANGGAMUS - Kebudayaan dan kemanusiaan menjadi isu strategis untuk diperbincangkan dekade terakhir. Dimana dikalangan muda-mudi sadar atau tidak telah tercerabut dari akar kebudayaan Indonesia. Modernisme diartikan menjadi kebarat-baratan, sedang trend hijrah berpakaian ala timur tengah menjadi wajah kesalehan milenial. Menyatir ucapan Chairil Anwar, ‘Mati kau dikoyak globalisasi’.

Demikian disampaikan salah satu Aktivis Gusdurian Kabupaten Tanggamus, Abdur Rouf Hanif di sela – sela persiapan Peringatan Haul KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Gedung PCNU Kabupaten Tanggamus, Jumat (3/1) pagi .

“De-humanisasi atas nama suku, ras, agama dan politik saling berlindan. Intoleransi meningkat kala politik memainkan isu SARA yang berimbas pada konflik horizontal sipil. Di tengah ketimpangan kemanusiaan kini, kita semua merindukan sosok Gus Dur, pionir kemanusiaan yang hidupnya dihibahkan untuk membela kaum papa (mustad'afin),” tambahnya.

“Satu dekade beliau berpulang. Kebusukan politik yang selama ini menjadi beban sejarah akhirnya mulai terurai benang merahnya. Skenario politik penggulingan Gus Dur dari kursi kepresidenan pun terungkap. Sudah saatnya generasi muda mewarisi fakta sejarah dan melestarikan 9 nilai laku hidup beliau untuk harmonisasi kebhinekaan,” tambah pengurus Lakpesdam NU Tanggamus ini.

Oleh karenanya ikhtiar tersebut dikejawantahkan dalam rangka Haul Gus Dur ke-10. Kegiatan ini dimotori anak-anak muda Nahdliyyin dan lintas iman yang merasa satu pemikiran dan berhutang Budi pada Gus Dur selaku guru bangsa.

Agenda berlangsung Jumat, 03 Januari 2019, malam. “Start ba’da Maghrib kita gelar tawassul kirim doa pada muassis NU & Almaghfurlah KH. Abdurahman Wahid. Dilanjut dengan musikalisasi puisi dan perfom musik sebagai opener dialog lintas iman.”

Dialog bertemakan "Gus Dur ku, Gus Dur mu, Gus Dur kita," dengan menghadirkan narasumber antara lain; Ketua Tanfidziah PCNU Tanggmus KH. Samsul Hadi, yang mengulas Gus Dur prespektif NU & Politik kebangsaannya. Narasumber kedua seorang aktivis pergerakan dan kemanusiaan, sekaligus founder dari rumah Ideologi Klasika Kota Bandar Lampung Gus Chepry Hutabarat, yang mengulas Humanisme Gus Dur, sisi kemanusiaan sang bijak Bestari. Narasumber ketiga Romo Dito, pejuang moderasi beragama di Kabupaten Tanggamus, yang menjabarkan urgensi moderasi dan toleransi beragama di Indonesia.

Selain dialog dan diskusi, juga disajikan panampilan kebudayaan ada stand up komedi dari sejumlah kader PAC IPNU IPPNU Kecamatan Gisting, musik dan accoustic dari aktivis seniman lintas iman di kabupaten Tanggamus. (Akhmad Syarief Kurniawan)


Terkait