Demi Pengajian Rutin, Rombongan Muslimat di Lamtim Nekat Terjang Sungai dan Hadangan Buaya
Selasa, 28 Januari 2020 | 21:10 WIB
LAMPUNG TIMUR – Luar biasa. Begitu kata yang pas untuk mendiskripsikan semangat-semangat ibu-ibu Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Sekampung Udik, Lampung Timur.
Tengok saja. Meski beresiko sangat tinggi, mati tenggelam dan (kemungkinan) dimangsa buaya, tapi asa untuk mengejar pahala dan ilmu tetap dikejar walau harus ‘deg-degan’ menyeberangi lebarnya sungai Sekampung.
Ahad (26/1/2020) pagi kemarin, rombongan ibu-ibu ini sangat ingin menghadiri pengajian rutin di Dusun Enam Sinar Menanga Desa Gunung Agung Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur.
Namun karena jembatan penyeberangan tenggelam oleh air, mereka terpaksa harus naik getek untuk menyeberang ke kampung sebelah.
Munawaroh, Ketua Muslimat PAC Sekampung Udik, mengatakan, mereka berangkat dari rumahnya di Wisma Gunung Sugih Besar Gunung Sugih Besar, Kecamatan Sekampung mengendarai truk untuk sampai ke pinggir Sungai Sekampung. Perjalanan dilanjutkan dengan naik getek.
"Kami berangkat pagi-pagi sekitar pukul 08.00 WIB," katanya.
Kata Munawaroh, sebenarnya ada jembatan yang menghubungkan antara dua dusun tersebut. Namun, jembatan itu tertelan tingginya air sungai yang semakin hari semakin meninggi.
Ia mengatakan, untuk sampai ke dusun seberang memakan waktu tujuh menit.
"Kami berangkat bersama kurang lebih 1300 jamaah pengajian dari dusun kami dan semua menggunakan rakit atau getek. Satu getek hanya mampu mengangkut 20 orang," katanya.
Tapi jumlah getek yang terbatas membuat mereka saling berebut. Bahkan, ada yang memaksa naik walau jumlahnya sudah over kapasitas.
Sikap ibu-ibu ini jelas membuat anggota Banser yang bertugas mengawal menjadi kewalahan.
"Ibu, saya dosa kalau membiarkan Ibu menyeberang dalam bahaya,” kata salah satu anggota Banser.
Kata Munawaroh, ada sekitar 1300 jamaah Muslimat NU yang naik rakit. Namun, banyak juga yang kembali pulang karena takut dengan genangan air yang tinggi. Apalagi, konon ada buaya bermukim di sungai tersebut.
"Kanan kiri Sungai Sekampung adalah kebun sawit dan saat itu yang terlihat adalah pucuk pohon sawitnya saja. Kebanyakan ibu-ibu yang sudah tua yang kembali lagi," imbuhnya.
Munawaroh menjelaskan, pengajian itu merupakan pengajian rutin yang sudah berjalan lebih dari ratusan kali selama 20 tahun. Pengajian ini merupakan pengajian rutinan 35 hari sekali.
Pada Ahad pagi itu, pengajian selapan diisi oleh KH Anwar Fuadi dari Kecamatan Sekampung. Para pejabat desa dan kecamatan pun turut menghadiri pengajian tersebut.
"Kepala Desa Gunung Agung pun turut menaiki rakit seperti kami demi menghadiri pengajian selapanan tersebut," pungkasnya. (Siti Aisyah/nu.or.id)