Toleransi Bukan Berarti Menyerah: Meluruskan Miskonsepsi dalam Kehidupan Beragam
Rabu, 30 April 2025 | 19:33 WIB
Di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk—dari sisi agama, suku, budaya, hingga pandangan hidup—toleransi menjadi fondasi penting dalam menjaga keharmonisan. Namun, tak jarang kita menjumpai kekeliruan dalam memahami makna toleransi. Banyak orang menganggap bahwa bersikap toleran berarti harus ikut-ikutan, menyetujui semua perbedaan, atau bahkan meninggalkan prinsip-prinsip pribadi demi diterima lingkungan. Di sisi lain, sebagian juga menganggap bahwa toleransi adalah ancaman bagi kemurnian iman dan identitas budaya.
Miskonsepsi ini sangat berbahaya karena justru menjauhkan masyarakat dari semangat hidup berdampingan yang sehat. Padahal, toleransi bukan berarti menyamakan semua hal, melainkan menghormati perbedaan tanpa perlu mencampuradukkannya. Seseorang dapat tetap teguh pada kepercayaannya, sembari mengakui bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama untuk menjalankan keyakinan mereka.
Toleransi dalam Islam
Dalam ajaran Islam, toleransi dikenal dengan istilah as-samāhah atau at-tasāmuḥ, yang secara literer berarti “memudahkan” dan “murah hati”. Istilah ini juga bermakna tepo seliro, tenggang rasa, tidak menyulitkan, tidak memberatkan, serta memberi tempat kepada orang lain dalam batas-batas yang ditentukan. Dengan kata lain, Islam mendorong umatnya untuk hidup saling menghormati dan tidak memaksakan kehendak, terutama dalam hal keyakinan dan praktik ibadah.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili, seorang ahli fikih kontemporer dari Suriah, menjelaskan bahwa toleransi dalam Islam mengandung lima nilai dasar penting:
1. Persaudaraan atas dasar kemanusiaan
2. Pengakuan dan penghormatan terhadap yang lain
3. Kesetaraan semua manusia
4. Keadilan sosial dan hukum
5. Kebebasan yang diatur oleh undang-undang
Keteladanan Rasulullah saw dalam Bertoleransi
Nabi Muhammad saw telah memberikan teladan nyata tentang bagaimana prinsip toleransi dijalankan secara elegan dan penuh hikmah. Ketika beliau hijrah ke Madinah, masyarakat di sana terdiri dari berbagai kelompok: Muslim, Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik Arab. Beliau mempersatukan mereka dalam sebuah perjanjian yang dikenal sebagai Piagam Madinah.
Dalam piagam tersebut, ditegaskan bahwa seluruh komunitas memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga keamanan, menghormati keyakinan masing-masing, serta bekerja sama membangun masyarakat.
Contoh lainnya adalah ketika Nabi Muhammad menerima tamu-tamu dari delegasi Nasrani Najran. Mereka dipersilakan tinggal di Masjid Nabawi, bahkan diberikan keleluasaan untuk beribadah menurut keyakinan mereka di dalam masjid.
Ini adalah bentuk nyata dari toleransi tanpa kehilangan prinsip, karena Rasulullah tetap menjaga akidah Islam sambil menghormati tamunya.
Dalil-Dalil tentang Toleransi dalam Al-Qur'an dan Hadis
Prinsip toleransi dalam Islam memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi. Beberapa ayat yang relevan antara lain:
- “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)...” (QS. Al-Baqarah: 256)
- “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6)
- “Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Dari hadis Nabi saw juga disebutkan, "Barang siapa yang menyakiti dzimmi (non-Muslim yang hidup damai dalam negara Islam), maka aku akan menjadi lawannya pada hari kiamat" (HR Abu Dawud).
Membangun pemahaman yang benar tentang toleransi menjadi tanggung jawab bersama. Generasi muda perlu dikenalkan bahwa hidup dalam keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman. Mereka perlu tahu bahwa menjaga toleransi tidak akan membuat mereka kehilangan jati diri, justru memperkaya cara pandang dan memperkuat kepribadian.
Toleransi sejati membutuhkan kedewasaan berpikir dan kelapangan hati. Ia bukan sekadar slogan, melainkan sikap hidup yang harus ditanamkan sejak dini. Maka, mari kita luruskan pemahaman kita: toleransi bukan berarti menyerah pada prinsip, melainkan berdiri teguh sambil tetap menghargai hak orang lain untuk berdiri di tempat yang berbeda.
Mahfudz Nasir, M. Pd, Pengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar Lampung