Fauzi Heri Dukung Pernyataan Gubernur Lampung, Kunci Daya Saing Singkong Ada di Produktivitas
Kamis, 26 Juni 2025 | 15:20 WIB
Bandar Lampung, NU Online Lampung
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri, sepakat dengan pandangan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal bahwa kebijakan impor tapioka, baik melalui mekanisme larangan dan pembatasan (lartas), penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), maupun penghentian total impor, hanyalah langkah solusi jangka pendek. Kunci solusi jangka panjang justru terletak pada peningkatan produktivitas petani singkong dari rata-rata 10–20 ton per hektare menjadi 40–60 ton per hektare.
“Kalau produktivitas naik, daya saing singkong dan produk turunannya juga tumbuh. Harga bisa ditekan tetapi petani tetap sejahtera,” kata Fauzi kepada NU Online Lampung, Kamis (27/06/2025).
Ia menekankan kebutuhan data produksi yang akurat sebagai landasan kebijakan. Ia mengungkapkan bahwa ada perbedaan angka yang signifikan dari berbagai pihak terkait data berapa totalbproduksi tepung tapioka baik di Lampung maupun secara nasional.
“Seperti yang disampaikan Pak Gubernur, data produksi tapioka dari Lampung versinya berbeda-beda. 1,4 juta ton data dari satu pihak, 4 juta ton dari pihak pengusaha, 4- 4,2 juta ton data dari kantor pajak. Jadi, sebelum memutuskan bentuk pengaturan impor, validasi data itu mutlak diperlukan, berapa sebenarnya produksi dan kebutuhan nasional tapioka pertahun,” tegasnya.
Pernyataan itu disampaikan sehari setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) Badan Legislasi DPR RI bersama Gubernur Lampung, tujuh bupati daerah penghasil singkong, pelaku usaha, dan perwakilan petani, Rabu (25/06/2025) di Gedung DPR RI.
Sebelumnya dalam RDP itu, Anggota Baleg DPR RI Darmadi Durianto juga mengingatkan bahwa penerapan lartas dapat berdampak panjang, bahkan membuat angka kuota impor tapioka terus bertambah dari tahun ke tahun, sebagaimana pengalaman pada bawang putih.
“Jadi usulan mengenai lartas harus hati-hati. Memang secara jangka pendek tapi di situ sudah ada yang nunggu. Dari.pada lartas, saya pikir kenapa usulkan saja safeguard, BMTP (Bea Masuk Tindakan Pengamanan, red). Kalau BMTP enam bulan bisa selesai,” kata Darmadi.
Ketua Perhimpunan Produsen Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Wili Sugiono sepakat dengan penerapan kebijakan yang memberi kesempatan bagi industri tumbuh. Ada tiga pilihannya yaitu lartas impor, BMTP, atau stop impor terhadap komoditas tapioka untuk melindungi petani singkong dan industri dalam negeri.
“Berkaitan dengan lartas, saya setuju. Pengalaman saya di bidang produksi pisang dulu dengan adanya sunset policy dan safeguard, sehingga itu untuk memberi kesempatan karena pada waktu itu industri pisang, kita memang pake safeguard. Singkong mungkin kita juga mau begitu. Saya setuju memang kadang-kadang lartas itu by design, cuma pilihannya daripada dibiarkan seperti sekarang. Kesimpulan saya pilihan yang paling terbaik yaitu stop impor,” ujarnya.
Sementara itu Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menekankan bahwa daya saing produk singkong dan turunannya dapat dicapai dengan meningkatkan produktivitas dan memberikan dukungan nyata bagi petani.
"Kita harus sepakat dulu daya saing komoditas singkong dan turunannya baru bisa didapat jika harga singkong murah, tetapi petani makmur. Artinya produktivitas harus tinggi. Puluhan tahun peranan tanam singkong produksi per hektar tidak lebih dari 30 ton, rata-rata 10- 20 ton," katanya.
Sedangkan di Vietnam dan Thailand, lanjut Gubernur Mirza, produksi antara 40-60 ton. Harga singkong 600 rupiah per kg di sana. Kenapa produksi bisa tinggi karena bibit diberikan yang berkualitas, pupuk diberikan pupuk khusus singkong, industri diberi insentif dan lain-lain. Kita sepakat dulu arahnya ke sana.
Mirza mengingatkan bahwa Lampung perlu menentukan pilihan strategis untuk masa depan. Pengaturan impor tapioka harus segera diatur dengan menyandingkan data produksi dan kebutuhan nasional terhadap komoditas tapioka. Hal itu sebagai solusi jangka pendek agar petani singkong tidak terus merugi.
“Saya dikasih dua pilihan yaitu terus memperjuangkan agar pemerintah pusat memperbaiki produksi dan tata niaga singkong, atau ganti komoditas, jagung dan gabah sekarang jauh lebih mensejahterakan petani. Kalau gitu artinya kita nyerah ganti komoditas, tapi mungkin industri tapioka dan turunannya seperti industri kertas, roti dan lain-lain bahan bakunya nanti semuanya impor,” jelasnya.
Carut marut tata niaga singkong ini juga ditenggarai dengan buruknya data. Saat ini, data terkait jumlah pabrik dan kapasitas produksi juga belum sepenuhnya jelas.
“Data SIINas (Sistem Informasi Industri Nasional, red) menyebut awalnya hanya 24 pabrik yang aktif sekarang naik jadi 35 pabrik. Padahal angka di lapangan bisa 70–100 pabrik. Saat musim panen raya seluruh pabrik buka karena harga singkong murah, setelah itu ada pabrik yang tutup. Kita harus pegang data yang sebenarnya hal ini untuk mengatasi kekhawatiran permainan kuota impor tapioka jika mekanisme lartas dijalankan," pungkasnya.
Terpopuler
1
Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun dari KH Soleh Darat
2
Anjuran Minum Susu Putih pada Malam 1 Muharram
3
Jumat 27 Juni Tahun Baru Hijriah, Baca Doa Awal dan Akhir Tahun ini
4
Khutbah Jumat: Mari Introspeksi Diri di Akhir Tahun
5
Khutbah Jumat: Tahun Baru dan Semangat Baru Dalam Islam
6
Beberapa Keutamaan Puasa Muharram
Terkini
Lihat Semua