Di tengah tandusnya padang pasir Jazirah Arab, air adalah sumber kehidupan yang langka. Namun, sejarah mencatat sebuah mata air yang menjadi tonggak peradaban, bukan hanya bagi Makkah, tetapi juga bagi dunia Islam. Sumur Zamzam, yang muncul di bawah kaki Ismail kecil, bukan sekadar sumber air, melainkan awal dari terbentuknya peradaban di jantung tanah Arab.
Baca Juga
Keutamaan dan Doa Minum Air Zamzam
Zamzam dalam Teks Klasik Islam
Kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa peristiwa munculnya Zamzam terjadi setelah Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, dan putranya, Ismail, di lembah tandus Makkah. Sementara dalam Tarikh al-Tabari, disebutkan bahwa malaikat Jibril-lah yang menggali sumber air tersebut di bawah kaki Ismail yang menangis kehausan. Kitab Al-Bidayah wa Al-Nihayah karya Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa Hajar, dalam keputusasaannya, berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali sebelum akhirnya menemukan air Zamzam.
Kemunculan Zamzam bukan sekadar mukjizat, tetapi juga pemicu utama kedatangan kafilah-kafilah dagang ke lembah Makkah. Suku Jurhum, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab al-Maghazi karya Al-Waqidi, melihat keberadaan air di tempat yang tak mungkin ada kehidupan, akhirnya menetap dan menjadikan lokasi tersebut sebagai pusat permukiman baru. Dari sinilah Makkah mulai berkembang.
Ka’bah: Simbol Tauhid di Pusat Makkah
Beberapa tahun kemudian, setelah Ismail beranjak dewasa, Nabi Ibrahim menerima wahyu untuk membangun Baitullah, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (QS Al-Baqarah: 127). Dalam proses pembangunan ini, Ismail membantu ayahnya mengumpulkan batu-batu dari gunung-gunung sekitar Makkah. Kitab Fath al-Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalani mencatat bahwa batu yang digunakan untuk membangun Ka’bah berasal dari lima gunung, yaitu Hira, Thabir, Lubnan, Thursina, dan Jabal Qubais.
Ka’bah menjadi pusat spiritual yang mengokohkan peradaban Makkah. Kitab Akhbar Makkah karya Al-Azraqi menyebutkan bahwa setelah Ka’bah berdiri, suku-suku Arab mulai tertarik untuk datang ke Makkah, baik untuk berniaga maupun beribadah. Kota ini pun berkembang menjadi titik pertemuan jalur perdagangan penting di Jazirah Arab.
Makkah: Kota yang Tumbuh dari Spiritualitas dan Perdagangan
Berkat keberadaan Zamzam dan Ka’bah, Makkah tumbuh menjadi kota penting. Di era pra-Islam, kota ini menjadi pusat perdagangan antara Yaman, Syam, dan Persia, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Al-Asnam karya Ibnu Kalbi. Suku Quraisy, yang merupakan keturunan Ismail, memainkan peran sentral dalam mengelola perdagangan dan ritual keagamaan. Mereka memastikan keamanan jalur dagang, yang pada gilirannya mengokohkan posisi Makkah sebagai pusat ekonomi dan keagamaan.
Namun, Ka’bah yang semula dibangun atas dasar tauhid mengalami pergeseran makna. Berhala-berhala mulai ditempatkan di sekitarnya oleh suku-suku Arab yang masih memegang tradisi paganisme. Kitab Al-Sirah al-Halabiyah menyebutkan bahwa sebelum Islam datang, di sekitar Ka’bah terdapat 360 berhala yang disembah oleh berbagai kabilah.
Dampak Zamzam dan Ka’bah terhadap Peradaban Arab
Zamzam dan Ka’bah tidak hanya menjadi simbol keagamaan, tetapi juga faktor utama dalam terbentuknya budaya Arab yang berpusat di Makkah. Kehidupan suku-suku Arab yang nomaden mulai berubah menuju pola kehidupan yang lebih menetap. Sistem sosial dan ekonomi mulai berkembang dengan adanya perdagangan dan sistem persekutuan antar-suku, sebagaimana dijelaskan dalam Muqaddimah karya Ibnu Khaldun.
Dalam konteks sejarah yang lebih luas, keberadaan Makkah dengan Zamzam dan Ka’bah juga menjadi titik awal penyebaran Islam. Pada abad ke-7 M, Nabi Muhammad lahir di kota ini dan membawa ajaran Islam yang mengembalikan Ka’bah kepada fungsi asalnya sebagai pusat tauhid. Islam kemudian berkembang pesat, menjadikan Makkah sebagai pusat spiritual yang dihormati oleh umat Islam di seluruh dunia.
Warisan Zamzam dan Ka’bah bagi Dunia Modern
Hari ini, Makkah tetap menjadi pusat peradaban Islam. Jutaan umat Muslim dari berbagai belahan dunia datang setiap tahun untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Zamzam terus mengalir, menjadi bukti nyata dari peristiwa ribuan tahun lalu yang masih berlanjut hingga sekarang.
Ka’bah, yang dibangun dengan penuh ketundukan kepada Allah, tetap berdiri kokoh sebagai pusat kiblat umat Islam. Kemunculan Zamzam dan pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim dan Ismail bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan bagian dari narasi besar yang membentuk identitas Islam dan peradaban Arab.
Sejarah membuktikan bahwa sebuah peradaban besar bisa lahir dari sesuatu yang tampaknya sederhana: setetes air di tengah padang pasir. Zamzam dan Ka’bah menjadi bukti bahwa iman, perjuangan, dan ketekunan dapat mengubah lanskap dunia, bukan hanya secara fisik, tetapi juga spiritual.
Syair Sahdu untuk Zamzam dan Ka’bah
Di tanah tandus yang sunyi, setetes air menjelma janji, Hajar berlari dalam doa.
Di bawah langit yang membakar, sebuah rumah dibangun dari cinta, Ibrahim mengangkat batu dengan sabar.
Ka’bah tegak, Zamzam mengalir, perjalanan ribuan tahun, doa yang tak henti berdengung.
H. Wahyu Iryana, Penulis Merupakan Sejarawan UIN Raden Intan Lampung.