Warta

Wartawan di Balik Headline Kedung Ombo Itu adalah KH Imam Aziz

Senin, 14 Juli 2025 | 10:26 WIB

Wartawan di Balik Headline Kedung Ombo Itu adalah KH Imam Aziz

Ketua PBNU 2010-2021 KH M Imam Aziz (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online Lampung
Kepergian Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2010-2021 KH Mohammad Imam Aziz pada Sabtu, 12 Juli 2025 meninggalkan kenangan tersendiri bagi rekan dekatnya. Imam dikenal dengan keberaniannya membela wong cilik terutama dalam kasus Kedung Ombo. 

 

Jurnalis senior Andreas Harsono mengatakan bahwa pada tahun 1989, sekelompok mahasiswa dari Yogyakarta, Salatiga, Surakarta,  Jakarta dan Bandung, membentuk sebuah jaringan untuk membela para petani di Kedung Ombo, yang tanah dan rumahnya dirampas untuk pembangunan bendungan.

 

Andreas menggambarkan saat itu situasi sangat represif. Para mahasiswa tersebut mendirikan Komite Solidaritas Korban Pembangunan Kedung Ombo. Mereka sangat berani, masuk ke Kedung Ombo dan menggelar demonstrasi, membentangkan spanduk di hadapan petani dan aparat. 

 

Keesokan harinya, hampir tak ada media yang berani mempublikasi berita tersebut. Hanya ada satu media, yaitu Kedaulatan Rakyat (KR) di Yogyakarta, dan  menaruh sebagai headline. 

 

 "Wartawan yang menulis pakai inisial tersebut belakangan saya tahu adalah Imam Aziz. Dia juga ikut dalam demonstrasi," kata peneliti di Human Rights Watch itu sebagaimana dilansir NU Online, Ahad (13/7/2025).

 

Andreas mengatakan telah mengenal Imam sebelumnya di Arena, pers mahasiswa IAIN Yogyakarta (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Ia kagum dengan kemampuan Imam Aziz meyakinkan redaksi KR buat bukan saja memuat tapi menaruhnya di halaman depan. 

 

"Beritanya straight news. Sementara media besar macam Kompas, Tempo, atau Suara Merdeka (Semarang) praktis tiarap semua dalam pemberitaan protes soal Kedung Ombo," kata Andreas. 

 

Ia  mengenang Imam Aziz
sebagai sosok yang konsisten membela hak asasi manusia, dari Kedung Ombo hingga berbagai isu ketidakadilan struktural. 

 

"Saya kira dari Kedung Ombo sampai protes terhadap penulisan sejarah resmi dalam perkenalan kami selama hampir empat dekade, saya melihat Kiai Imam peduli pada hak asasi manusia, tanpa pandang bulu," ujarnya. 


Bagi Andreas, Imam bukan tipe tokoh yang sibuk dengan pencitraan atau retorika. Ia dikenal bergerak cepat dan konkret dalam berbagai isu. "Bergerak tanpa banyak cingcong, membangun berbagai organisasi dimana dia terlibat dengan kekuatan akar rumput," ungkapnya.

 

"Dia seorang yang pemberani, menggunakan kekuataan kata-kata lewat berbagai buku dan esai yang diterbitkannya," tegasnya. 

 

Melansir Tempo, perencanaan pembangunan Waduk Kedung Ombo sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 1969. Tujuh tahun kemudian, uji kelayakan dirampungkan dan lokasi proyek yang ditetapkan meliputi 37 desa di tujuh kecamatan yang tersebar di Kabupaten Boyolali, Grobogan, dan Sragen.  

 

Waduk itu dialiri pada 14 Januari 1989 dan menenggelamkan 37 desa di tujuh kecamatan pada tiga kabupaten tersebut. Sebanyak 5.268 keluarga yang kehilangan rumah dan tanah terpaksa bertransmigrasi atau direlokasi ke daerah yang lebih tinggi.

 

Pembelaan Imam tak hanya pada kasus Waduk Ombo. Catatan NU Online, Imam juga mendampingi warga Wadas bahkan mengungkap pelanggaran dan upaya manipulasi penambangan batu andesit di Wadas untuk Bendungan Bener, yang berlokasi di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.