Warta

Sebutan dan Sifat yang Dimiliki Seorang ‘Kiai’

Senin, 29 Agustus 2016 | 10:00 WIB

DALAM masyarakat Indonesia, sebutan ‘Kiai’ tak melulu diartikan sebagai seorang ulama. Sebagian masyarakat menggunakan kata Kiai untuk beberapa kepentingan. Dikutip dari buku “Antologi NU, Sejarah Istilah Amaliah Uswah”, istilah Kiai di kalangan organisasi Nahdlatul Ulama adalah personifikasi orang yang menguasai ilmu agama Islam dalam bidang tauhid, fiqh, dan sekaligus seorang ahli tasawuf. Tidak jauh beda dengan makna ulama. Sementara di lingkungan pondok pesantren, Kiai berarti sarjana muslim atau merupakan unsur yang paling esensial dari suatu pesantren. Lazimnya pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kekampuan pribadi kiainya. Namun dalam bahasa Jawa, kata kiai dipakai untuk tiga makna gelar. Pertama, gelar kehormatan bagi benda-benda yang dianggap keramat.  Umpamanya Kiai Garuda Kencana (kereta yang ada di Keraton Yogyakarta). Kedua, gelar kehormatan untuk orang tua pada umumnya. Dan ketiga, gelar yang diberikan masyarakat kepada seoang ahli agama Islam yang memili atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para santrinya. Selain bergelar kiai, ia juga sering disebut sebagai seorang alim atau alim ulama, yang artinya orang yang mahir dalam pengetahuan agamanya. Namun begitu, banyak juga orang alim yang cukup berpengaruh di tengah masyarakat mendapatkan sebutan Kiai, meskipun tidak memimpin pesantren. Itu karena beberapa sifat yang dimiliki seorang kiai antara lain, ilmunya sudah tinggi’zuhud dan qana’ah (sederhana), ikhlas, tawakkal, mempunyai rasa sosial tinggi, dan punya kesanggupan menegakkan kebenaran (Amar ma’ruf nahi munkar). (red)