Oleh: Dian Ramadhan
SUDAH satu tahun Covid-19 di Indonesia dan memulai babak baru dalam proses pencegahan dan penyebarannya, yaitu dengan hadirnya vaksin. Hal ini pun banyak menimbulkan polemik di kalangan umat muslim Indonesia, dimana vaksin juga menjadi perdebatan di kalangan orang awam dan orang yang berijtihad di Indonesia.
Ada sebagian golongan yang meragukan dan khawatir bila vaksin tersebut bukan mengobati atau mencegah virus Covid-19, justru malah akan menambah penyakit.
Sedangkan orang yang berijtihad mengatakan bahwa vaksin adalah anjuran yang baik sebagai bentuk ikhtiar dalam pencegahan dan penyebaran Covid-19. Vaksin pun dihukumi halal oleh Majelis Ulama Indonesia.
Pemerintah pun dalam hal ini melakukan percepatan pencegahan dan penangulangan wabah Covid. Pemerintah menargetkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 menjangkau 181,5 juta orang (70% dari penduduk Indonesia) pada tahun 2021 guna mencapai kekebalan kelompok (herd imunity).
Kemudian permasalahan pun muncul menjelang bulan ramadan, ketika vaksin sudah mulai berjalan dan gencar dilaksanakan di seluruh daerah. Banyak yang mempertanyakan apakah ketika divaksin pada bulan ramadan akan membatalkan puasa.
Majelis Ulama Indonesia pun dalam hal ini merespon yang menjadi permasalahan tersebut dengan menerbitkan Fatwa No. 13 Tahun 2021 tentang hukum vaksin covid-19 saat berpuasa.
MUI dalam fatwanya memutuskan beberapa hal yaitu dengan membolehkannya vaksin ketika puasa dan tidak membatalkan ibadah puasa selama tidak menimbulkan kemudharatan yang banyak (dharar).
Serta dalam rekomendasinya MUI berpendapat bahwa vaksin dapat dilakukan di malam hari pada bulan ramadan jika dikhawatirkan akan menyebabkan bahaya yang menimbulkan lemahnya kondisi fisik.
Penyebaran virus Covid-19 berimbas pada berbagai kegiatan, seperti: perekonomian, kesehatan, dan peribadatan yang menyebabkan diharuskannya melakukan protokol kesehatan ketat dengan menggunakan masker dan menjaga jarak.
Sebagai contoh pada pelaksanaan peribadatan umat muslim, MUI mengeluarkan fatwa untuk tidak melaksanalan sholat berjamaah di masjid terlebih dahulu ketika awal Covid-19 ini melanda Indonesia dengan diqiyaskan pada kisah Umar bin Khattab ketika hendak ke Syam dan ada kabar wabah tha’un melanda.
Hal ini pun menimbulkan berbagai pendapat dari kalangan umat muslim di Indonesia. Pertama, pendapat yang mengaitkannya dengan keimanan seseorang, yakni golongan sebagian orang yang hanya takut dengan virus (corona) namun tidak takut dengan Allah SWT.
Mereka meng-qiyaskan hal ini dengan kedatangan dajjal dan hari akhir, di mana umat muslim dibuat bingung antara dua pilihan, yaitu ketika ditampilkan surga oleh dajjal, maka sebenarnya hal itu adalah neraka. Sebaliknya ketika ditampikan neraka sebenarnya itu adalah surga.
Kedua, pendapat yang mengaitkan bahwa virus corona akan membahayakan jiwa sehingga kelompok ini mengikuti maklumat MUI dan anjuran pemerintah untuk mencegah terjadinya penyebaran virus corona dengan melakukan social dan physical distancing (di rumah saja) termasuk dalam melakukan peribadatan.
Tinjauan Kaidah Fiqh Mengenai Covid-19
Jika dikulik sedikit mengenai fatwa MUI, terdapat sebuah kaidah dar'ul mafashid muqaddamun 'ala jalbil mashalih (menjauhi kemudharatan lebih utama daripada mengejar kemanfaatan). Maksudnya dalam hal ini adalah menjauhi tersebar virus Covid-19 lebih utama dari pada untuk mengejar pahala dari Allah SWT, yaitu jika dalam sebuah kegiatan dikhawatirkan akan terpapar virus corona dan menimbulkan kemudharatan yang banyak.
Pada prinsip maqashid syari'ah mengandung hifzh nafs (menjaga jiwa) maksudnya adalah mencegah ataupun menjaga diri dari paparan virus Covid-19, dengan kita melakukan hal tersebut maka kita akan memenuhi unsur dari hifzh nafs tersebut.
Hal ini pun senada dengan ungkapan al-wiqayah khairu minal 'ilaj (mencegah lebih baik dari pada mengobati). Seorang jika berijtihad dan ijtihadnya benar maka ia mendapatkan dua pahala, dan jika ia berijtihad namun salah, maka hanya mendapat satu pahala.
Berdasarkan hadits tersebut menunjukkan bahwa jika ia sudah berusaha berijtihad dengan segala keilmuan dan usahanya ia akan tetap mendapatkan pahala walaupun salah. Oleh karena itu, kurang etis bagi kita sebagai orang awam jika mengomentari hal yang tidak baik kepada orang yang berusaha berijtihad dengan keilmuan dan usahanya tersebut yang dalam hal ini adalah MUI.
Ulama mazhab pun ketika terjadi khilafiyah (perbedaan pendapat) pun tidak menjustifikasi orangnya, namun mengomentari pendapat itu dengan pendapatnya sendiri dengan hujjah yang ia dapatkan. Imam Syafi'i pun berpendapat mengenai hal tersebut, qauli shawbun wa yahtamilu al-khata wa qaulu ghairi khata'un yahtamilu al-shawab, yang artinya “pendapatku benar tapi mengandung kemungkinan salah, pendapat selain aku salah tapi bisa jadi benar.”
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat adalah rahmat. Sebagaimana hadis yang berbunyi, ikhtilafu ummati rahmatun yang artinya perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat.
Dengan demikian penulis dalam hal ini menyatakan bahwa perbedaan pendapat adalah sebuah reaksi intelektualis yang ada pada diri manusia masing-masing yang ingin mengungkapkan atau mengomentari sebuah permasalahan. Kemudian komentar itu dalam bentuk apa, bagaimana, dan dari mana kita melihat permasalahan itu sebagai sudut pandang.
Kita sebagai hamba yang baik adalah memilih mana yang baik dari berbagai pemikiran ataupun pendapat yang ada, dalam pencegahan dan penyebaran Covid-19 ini yaitu dengan melihat dari sisi kemaslahatan untuk berbagai umat, berdasarkan data dan fakta yang benar, dan menghindari dari berita atau kabar bohong (hoax) mengenai Covid-19.
Karena itu, vaksinasi dalam rangka pencegahan dan penyebarluasan Covid-19 selama tidak menimbulkan kemudharatan adalah perbuatan yang baik.
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha: Kurban sebagai Aspek Spiritual dan Kepedulian Sosial
2
Bacaan Doa Wukuf di Arafah dari Rasulullah Saw
3
Khutbah Idul Adha: Meneladani Kisah Nabi Ibrahim dan Ketauhidan yang Totalitas
4
Bacaan Niat Puasa Arafah 5 Juni 2025, Menghapus Dosa 2 Tahun
5
Lafal Takbiran Idul Adha dan Waktu Membacanya
6
Ini 6 Amalan Sunnah pada Hari Raya Idul Adha, 6 Juni 2025
Terkini
Lihat Semua