Warta

Manusia di Era Revolusi 4.0

Selasa, 25 Agustus 2020 | 13:10 WIB

Manusia di Era Revolusi 4.0

Oleh: M. Rifai Ali *)

BAHAYA dan mengerikan, jika akal pikiran hanya digunakan asal-asalan. Manusia kini menjadi objek atas era digitalisasi. Akal budi seakan mati tak ada fungsi.

Mari kita belajar dari pendahulu. Para leluhur kita. Falsafah hidup kata bijak menjadi pedomannya dalam bertutur dan bertindak. Ā Guyub rukun pada sesama kini berubah menjadi manusia individualistik.

Dari sisi kelemahan, era digitalisasi 4.0 menciptakan pola hidup yang bercirikan individualistik dan mengarah pada alienasi (keterasingan) manusia dalam sendi kehidupan.

Padahal, banyak falsafah hidup yang menjadi ciri khasaĀ  bangsa kita. Misalnya, Falsafah hidup versi jawa seperti; budi pekerti, tepo sliro, ojo dumeh, ngono yo ngono neng ojo ngono, ngeluri leluhur, becik ketitik olo ketoro, ajine diri ono ing lati, ajine rogo ono ing busono, dan banyak lagi.

Kemudian falsafah hidup versi Lampung seperti, sakai sambayan, juluk adok, nemui nyimah, Ā nengah nyapur, fi'il pesengiri. Kini semua kian asing bagi generasi sekarang.

Mari kita kembalikan kebudayaan, kekayaan, khazanah nilai nilai hidup yang digagas nenek moyang kita, yang membentuk, menciptakan manusia mulia bijaksana dan beradab.

Untuk itu, ayo kita lanjutkan pada generasi era revolusi industri sekarang agar tetap tepo sliro, berjiwa santun dan berahlakul karimah.

*) Kader Penggerak NU Bandar Lampung

Catatan penulis:

Fi'il Pesengiri Ā artinya malu berbuat hina yang melanggar aturan agama dan tradisi Lampung serta memiliki harga diri)

Sakai sambayan artinya gotong royong, saling bantu pada sesama)

Juluk adok artinya memiliki kepribadian sesuai gelar adat yg dimiliki)

Nengah nyampur artinya mau bergaul hidup bersosial tidak individualistis.

Nemui nyimah artinya saling berkunjung /silatrrahim, ramah menerima tamu.