Mabuk Perpres Miras dan Kritik terhadap Pemerintah Dalam Islam
Senin, 19 April 2021 | 19:19 WIB
‘
Oleh : Hery Miftahul Hadi
TERBITNYA Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, terutama dalam lampiran III nomor 31,32, dan 33 telah membuat mabuk sebagian umat Islam. Sungguh luar biasa pengaruh Miras, belum minum airnya, baru mendengar Perpresnya saja sudah memabukkan.
Mabuk dalam menyampaikan kritik dan cenderung sembarangan dalam berkomentar, lebih banyak menghujat, caci maki dan sumpah serapah.
Menyalahkan Pemerintah dengan menghujat dan caci maki bukanlah sikap seorang muslim yang baik. Sikap seperti itu tidaklah pernah ada dicontohkan oleh Nabi dan para ulama pewaris nabi.
Kita sebagai muslim dari Indonesia tentu bisa belajar banyak dari para wali songo yang berdakwah di Nusantara ini, ber-amar ma’ruf nahi munkar dengan sikap dan akhlak yang baik, menyampaikan pesan, mengutarakan kritik dan saran-saran tetap dengan santun.
Dalam hiruk pikuk Perpres Miras ini tentunya agar berhati-hati dalam menyampaikan pendapat, jangan sampai menjadi penyerang membabibuta, menjadi pemabuk, menjadi penyerang yang salah sasaran.
Meskipun niat awalnya amar ma'ruf nahi munkar tapi jika tidak cerdas justru akan terjerumus, terjebak dalam permainan orang-orang licik yang mendompleng issue legalisasi Miras ini. Sikap begini malah menjadi penyerang kebijakan pemerintah.
Mungkin maksudnya baik, mengharamkan khamr, menolak miras, tapi karena terbawa hawa nafsu, emosi berlebihan, justru menjadi musuh negara.
Terbukti, kini pemerintah sudah mencabut Perpres tersebut, tapi komentar-komentar mabuk dari para netizen masih saja ada yang berputar-putar dalam issue itu, istilahnya digoreng bolak balik.
Mengingatkan, nasehat menasehati adalah amalan yang dianjurkan bahkan sangat menguntungkan bagi kita. Tapi dalam adab mengingatkan kebijakan pemerintah tentulah harus dengan cara dan mekanisme yang lebih bijak dan elegan.
Dibawah ini beberapa cara dan aturan melakukan kritik pada pemerintah dalam Islam, yakni terkandung dalam Al-qur’an dan hadits terdapat tiga cara, yaitu nasihat, amar makruf nahi mungkar, dan jihad.
Pertama, menyampaikan saran-saran dengan nasihat atau menyampaikan kritik untuk membangun kebaikan. Allah SWT berfirman:
وَالْعَصْرِ، إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
[العصر، 103: 1-
[3
Demi Masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran [QS. al-‘Ashr [103]: 1-3].
Dalam sebuah hadits Nabi saw juga disebutkan:
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ [رواه مسلم].
Dari Tamim ad-Dari (diriwayatkan), bahwasanya Nabi Saw bersabda: Agama adalah nasihat. Kami bertanya: Kepada siapa? Rasulullah menjawab: Kepada Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, pemimpin-pemimpin umat Islam, dan kaum awam mereka [HR. Muslim].
Kedua, amar ma’ruf nahi mungkar, yaitu mengajak pada hal-hal kebajikan dan mencegah kemungkaran. Allah swt berfirman:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ [آل عمران، 3: ١٠٤
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung [QS. Ali Imran [3]: 104].
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَان [رواه مسلم
Siapa saja yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka (ubahlah) dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka (ubahlah) dengan hatinya, dan yang demikian itu selemah-lemah iman [HR. Muslim].
Sangatlah tepat, bahwa kemungkaran harus dicegah sedapat mungkin, meskipun kemungkaran tersebut dilakukan oleh pimpinan pemerintahan.
Ketiga, dengan berjihad. Jihad dalam konteks ini adalah bukan jihad dengan berperang, atau mengajak chaos, akan tetapi menyampaikan kebenaran. Dibawah ini meskipun pada pemimpin yang dzalim. Diterangkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ [رواه أبوداود
Dari Abu Sa’id al-Khudri (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa atau pemimpin yang dzalim [HR. Abu Dawud].
Perlu diperhatikan bahwa tidak dibenarkan mencaci, menghina, dan merendahkan pemerintah. Menyampaikan kritikan tetap harus santun. Kritik yang diberikan pun jangan sampai merusak nama baik atau bahkan memfitnah.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللهُ [رواه الترمذي
Siapa saja yang menghinakan pemimpin Allah di muka bumi, maka Allah akan hinakan ia [HR. at-Tirmidzi].
Mengkritisi kinerja pemerintahan tentu diperbolehkan, bahkan dianjurkan demi kebaikan bersama. Dalam hal ini kritik pada pemerintah merupakan hubungan timbal balik antara pemerintah dengan rakyat.
Kritik juga merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memberikan saran pada pemerintah. Lebih jauh lagi, kritikan rakyat dapat menjadi kontrol bagi pemerintah jika ada langkah-langkah pemerintah yang dirasa kurang bijak bagi rakyatnya.
Aturan cara kritik pada hadits-hadits di atas, juga harus mengindahkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Jika dirasa perlu menyampaikan kritik di muka umum atau harus turun kejalan seperti demonstrasi, maka harus tetap menjaga ketertiban umum (tidak merugikan) dan dilakukan dengan izin pihak yang berwenang.
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
لَاضَرَرَ وَلَاضِرَارَ [رواه ابن ماجه].
Tidak boleh berbuat madharat (merugikan) dan tidak boleh saling berbuat madharat [HR. Ibnu Majah].
Menyampaikan kritik dan saran melalui media massa, media sosial, dan media lainnya harus dengan memperhatikan norma. Amar ma’ruf nahi munkar tentunya bil ma’ruf. Menasehati dengan cara yang baik, menyampaikan kritikan membangun dan disertai saran-saran solusi dari segala permasalahan.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis adalah Ketua PC Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh An-Nahdliyyah (MATAN) Bandar Lampung/ Sekretaris MWC NU Sukarame
Terpopuler
1
Tata Cara dan Doa Lengkap Menyembelih Hewan Kurban
2
Bacaan Doa Wukuf di Arafah dari Rasulullah Saw
3
Lafal Takbiran Idul Adha dan Waktu Membacanya
4
Khutbah Idul Adha: Meneladani Kisah Nabi Ibrahim dan Ketauhidan yang Totalitas
5
Ini 6 Amalan Sunnah pada Hari Raya Idul Adha, 6 Juni 2025
6
Khutbah Jumat: Semua Manusia Sederajat di Hari Raya Kurban
Terkini
Lihat Semua