Warta

Asal-Usul Perintah Shalat Lima Waktu

Senin, 25 April 2016 | 17:34 WIB

Asal-Usul Perintah Shalat Lima Waktu Oleh : Ust. Suparman Abdul Karim (Ketua LDNU Lampung) PERLU diketahui bahwa perintah shalat telah disyari'atkan sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Kita jangan terjebak pada kesalahan mendasar orang-orang yang menganggap bahwa shalat hanya kewajiban yang ditetapkan atas umat nabi Muhammad SAW dan itupun baru diperintahkan ketika malam Isra' wal Mi'raj. Anggapan ini setidaknya akan menimbulkan dua kesalahan. Pertama, seolah sebelumnya belum pernah ada shalat dan nabi-nabi terdahulu pun belum pernah mengerjakan shalat. Kedua, ada sebagian orang yang begitu mudahnya menggampangkan shalat hanya karena beralasan nabi-nabi terdahulupun tidak mengerjakan shalat, dan mereka beranggapan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pun sebelumnya tidak shalat. Dua anggapan ini akan berdampak fatal yang berhujung pada pengabaian perintah shalat. Disinilah perlu penelitian yang komprehensif (lengkap) agar kita mendapatkan pemahaman yang benar. Bukannya pemahaman yang didasarkan pada "Zhann" (prasangka) dan "Ra'yu" (logika) belaka. Perlu kami tegaskan ulang bahwa perintah shalat telah disyari'atkan kepada seluruh nabi-nabi beserta pengikut mereka. Sejak dahulu mereka telah diperintahkan untuk rukuk dan sujud kepada Allah SWT. Seperti perintah terhadap Nabi Ibrahim AS dan Nabi Isma'il AS yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 125. Sebagaimana juga perintah Allah SWT kepada Bani Isra'il, kaum Nabi Musa AS hingga Nabi Isa AS yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 43. Jadi tegasnya bahwa shalat telah disyari'atkan sejak awal penciptaan manusia dan terus berlangsung dijalankan oleh para nabi dan pengikutnya yang setia. Hanya saja tidak diterangkan dengan jelas tentang sifat shalat para nabi terdahulu, tidak juga disebutkan tata caranya (kaifiyah), bilangan rekaatnya, dan waktu-waktunya. Namun yang selalu sama bahwa pada shalat mereka sama-sama terdapat rukuk dan sujud. Shalat Pada Permulaan Islam Pada permulaan Islam, shalat yang diwajibkan atas Nabi SAW dan para pengikutnya adalah shalat Malam (Qiyâmul-Lail). Hal ini berdasarkan Firman Allah yang artinya: "Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit" (Q.S. Al-Muzammil: 1-3). Para ahli Tafsir mengemukakan bahwa "Qiyâmul-Lail" (Shalat Malam) ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. setelah Turunnya ayat ke 20 dari surat Al-Muzammil ketetapan wajibnya di-mansukh (dihapus) dan kemudian hukumnya menjadi sunat. Setelah turunnya ayat ini maka kewajiban shalat malam telah digantikan hukumnya menjadi sunnah mu'akkad. Hal ini dikarenakan Allah Ta'ala hendak meringankan bagi hamba-hamba-Nya. Tidak setiap orang dari mereka yang siap selalu bangun malam. Diantara mereka ada yang sakit, yang kelelahan mencari nafkah dan ada yang kelelahan dari berjuang di jalan Allah. Maka Allah SWT pun meringankan bagi kita semua. Selanjutnya Allah Ta'ala menggantikan kewajiban shalat malam ini dengan shalat lima waktu. Kendatipun sunnah mua'akkad, Allah Ta'ala tetap menganjurkan agar kita selalu berupaya menjaga shalat malam, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Firman-Nya: "Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji" (Q.S. Al-Isra': 79). Kalimat "Nâfilatan" yang terdapat pada ayat ini maksudnya adalah tambahan amalan atau suatu keutamaan (fadhilah). Disebutkan bahwa sholat malam ini merupakan ibadah yang wajib bagi Rasulullah SAW, dan sebagai ibadah sunnah bagi umat beliau” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/54-55). Permulaan Shalat Lima Waktu Selanjutnya perlu kita ketahui bahwa penetapan sifat khusus shalat dengan ditentukan waktu-waktunya menjadi lima waktu baru ditetapkan saat Rasulullah SAW menghadap Allah Ta'ala pada malam Isra' wal Mi'raj. Peristiwa Isra' wal Mi'raj adalah pengalaman spiritual yang sarat nilai dan sebagai tonggak awal adanya lima waktu shalat. Sebagaimana hadits Nabi SAW yang artinya: "Shalat yang diwajibkan atas Nabi SAW pada malam beliau di-Isra'-kan sebanyak lima puluh kali kemudian dikurangi hingga tersisa lima. Kemudian Allah berfirman: "Hai Muhammad, keputusan-Ku tidak dapat diubah lagi, dan dengan shalat lima waktu ini engkau tetap mendapat ganjaran lima puluh kali lipat" (Musnad Ahmad, no. 12048; Sunan An-Nasa'i, no. 444). Selanjutnya Nabi SAW menyebutkan firman Allah SWT dalam hadits Qudsi: “Ya Muhammad!, sesungguhnya yang lima puluh itu menjadi lima waktu saja untuk sehari-semalam. Setiap waktu setara dengan sepuluh kali hingga sama saja dengan lima puluh kali” (Shahih Al-Bukhari, no. 336, 2968; Shahih Muslim, no. 234). Shalat Fardhu Hanya Lima Pada umumnya umat Islam sepakat bahwa shalat yang wajib (Fardhu 'Ain) hanyalah shalat fardhu lima waktu. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa masih ada shalat lain yang wajib, seperti Shalat Idul Fithri dan Idul Adha, alasan mereka karena Nabi SAW tidak pernah meninggalkannya. Dengan alasan yang serupa juga ada yang mengatakan bahwa shalat Witir juga hukumnya wajib. Namun kedua pendapat ini sangat lemah, karena tidak setiap amalan yang terus-menerus diamalkan oleh Rasulullah SAW dapat divonis menjadi wajib. Bahkan Rasulullah SAW sendiri menganjurkan untuk istiqomah (terus-menerus) mengerjakan amalan sunnah tanpa harus menganggapnya wajib. Dan perlu kami tegaskan bahwa pendapat ini akan bertentangan dengan hadits-hadits shahih berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: "Bahwa seorang (Badui) dari suku Najd datang menghadap Rasulullah SAW dengan rambut yang kusut, ketika itu ia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah SAW menjawab: "Shalat lima waktu untuk sehari semalam". Ia bertanya: "Selain itu adakah (shalat) yang diwajibkan bagi saya?". Beliau menjawab: "Tidak, kecuali jika engkau hendak shalat sunnah…". (Shahih Bukhari, no. 44; Shahih Muslim, no. 12; Sunan An-Nasa'i, no. 454; Sunan Abi Dawud, no. 331; Musnad Ahmad, no. 1318; Muwaththa' Malik, no. 382; dan Sunan Ad-Darimi, no. 1532). Hadits ini adalah dalil yang paling shahih berkenaan dengan shalat lima waktu. Hadits ini men-Takhsis (mengkhususkan) semua dalil-dalil umum yang memerintahkan untuk mendirikan shalat. Bahwa shalat yang wajib kita kerjakan itu hanyalah lima dan selain itu adalah sunnah (tathawwu'). Hadits ini juga membantah anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa shalat yang diwajibkan hanyalah tiga waktu. Nabi SAW juga menegaskan Firman Allah SWT dalam Hadits Qudsi yang berbunyi: "Aku wajibkan atas umatmu lima waktu shalat, dan telah Aku tetapkan bagi-Ku suatu perjanjian, yakni Sesungguhnya barangsiapa yang menjaganya pada waktu-waktunya akan Aku masukkan kedalam surga, dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka tidak ada janji disisi-Ku" (Sunan Ibnu Majah, no. 1393; dan Sunan Abi Dawud, no. 366). Wallahu a'lam.**