Warta

Sejarah dan Perkembangan Islam di Pattani dan Pengaruhnya di Betawi

Ahad, 17 November 2019 | 16:47 WIB

JAKARTA – Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta atau lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Centre (JIC) menggelar diskusi perdana di Ruang Audio Visual 2, Jakarta Islamic Centre (JIC), Jakarta Utara, Indonesia, Kamis (14/11/2019) kemarin. Diskusi mengangkat tema “Sejarah dan Perkembangan Islam di Patani (Thailand Selatan) dan Pengaruhnya di Betawi”. Tema ini diangkat dengan tujuan untuk mencari titik hubungan antara ulama Pattani dengan Betawi. Narasumber yang dihadirkan kali ini adalah Prof. Muhammad Zakee Cheha, Ph.D, selaku Derektor Pascasarjana Fathoni Universiti, Rahmad Zailani Kiki, S.Ag, MM selaku Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Center, dan Nur Rahmah, MA, MA. Hum, selaku Peneliti Puslitbang Lektur Kementerian Agama Republik Indonesia. Muhammad Zakee Cheha menjelaskan, perkembangan Islam di Thailand dimulai sebelum Kerajaan Siam menguasai Kerajaan Melayu Patani. “Pattani berasal dari kata Al-Fatoni yang berarti kebijaksanaan atau cerdik, karena di tempat itu banyak lahir ulama dan cendekiawan muslim yang terkenal,” katanya. Thailand bagian selatan pada masa dahulu pernah berbentuk satu kedaulatan Islam. Kawasan ini merupakan basis masyarakat Melayu-Muslim. “Di sini juga terdapat masalah. Kawasan ini merupakan daerah konflik yang berkepanjangan hingga hari ini,” kata Muhammad Zakee Cheha Ia menambahkan, konflik di bagian Thailand Selatan terjadi sejak penyerahan wilayah utara Melayu oleh pemerintah Kolonial Inggris pada Kerajaan Siam dengan perjanjian Anglo diantara Ingrish – Siam, pada 10 Mei 1909. Dengan perjanjian ini, Kerajaan Siam mencabut hak-hak dan martabat Muslim Patani. Akibatnya, muncul aksi-aksi perlawanan yang dianggap oleh pemerintah pusat sebagai separatisme sehingga diberlakukan darurat militer di wilayah tersebut. Sementara Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Center Rahmad Zailani Kiki mengatakan, diskusi ini diadakan sebagai sarana untuk mempublikasikan hasil riset JIC yang dilakukan langsung di Pattani pada 26 hingga 29 November 2015. Riset dilakukan untuk menemukan titik sambung antara ulama Pattani dengan Betawi. “Diskusi ini juga diadakan untuk menguji dan memperbarui kembali hasil riset tersebut, dan rencananya pada tahun 2020 akan dilakukan riset lapangan lagi ke Pattani untuk menyempurnakan datanya dan hasilnya akan dibukukan,” tambahnya. Rahmad Zailani mengatakan, titik sambung itu ditemukan dari Syekh Abdul Shomad Al-Jawi Al-Falimbani yang merupakan guru bagi ulama di Pattani dan di Betawi. Ia bukan sekedar ke Pattani untuk mengajar ilmu keislaman, bahkan turut berjuang dan berperang untuk melawan tentara Siam, sehingga akhirnuya ia terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dibawa tentara Siam ke Bangkok, sedangkan tubuhnya dimakamkan di Kampung Bangkrak, Distrik Chana, Provensi Songkhla. Sebelum Syekh Abdul Shomad Al-Falimbani meninggal dunia, ia dan murid-muridnya turut juga berjasa dalam menyebarkan tarekat Sammaniyah di tanah Betawi. Bahkan ia pernah datang ke Betawi bersama Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Syekh Abdurrahman Al-Mashri untuk meluruskan arah kiblat Masjd Al-Mansur, Sawah Lio, Jembatan Lima, Jakarta Barat, pada tahun 1767M. (Zulkifli Mamah/ Penulis adalah mahasiswa asal Pattani (Thailand Selatan) yang sedang kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta).


Terkait