Syiar

Shalat Idul Adha: Sejarah, Dalil, Niat dan Tata Caranya

Ahad, 1 Juni 2025 | 16:23 WIB

Shalat Idul Adha: Sejarah, Dalil, Niat dan Tata Caranya

tata cara shalat idul adha (Foto: NU Online)

Shalat Idul Adha merupakan ibadah sunnah muakkad bagi umat Islam yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Meski sunnah, hampir setiap tiba waktunya, selalu diselenggarakan, terutama Islam di Indonesia. 

 

Momen ini tidak hanya menjadi tanda ketaatan kepada Allah swt, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dalam umat Islam.

 

Sejarah

Adanya syariat shalat Idul Adha sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Dr. Musthafa al-Bugha dalam kitab al-Fiqhul Manhaji ‘ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i, adalah sejak tahun kedua setelah hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah.

 

Sejak saat itulah Nabi Muhammad saw  tidak pernah meninggalkan shalat Idul Adha hingga akhir hayatnya, kemudian terus dilanjutkan oleh para sahabat, para ulama, dan kaum Muslimin hingga saat ini.

 

Dalil

Dalil anjuran shalat ini adalah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:

 

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)

 

Artinya: Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah) (QS Al-Kautsar [108]: 1-2).

 

Yang dimaksud dengan shalat pada ayat ini adalah shalat sunnah Idul Adha. Karena itu, shalat yang satu ini sangat dianjurkan dan tidak seharusnya ditinggalkan oleh umat Islam. (Syekh Musthafa al-Bugha, dkk, al-Fiqhul Manhaji ‘ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], juz I, halaman 221).

 

Syarat dan Rukun

Syarat dan rukun shalat Id hampir sama dengan shalat lain, namun ada beberapa perbedaan teknis. Perbedaan ini perlu kita ingat, karena pelaksanaan masing-masing shalat Id hanya satu tahun sekali, sehingga dikhawatirkan lupa. Shalat Id tidak didahului dengan adzan maupun iqamah. 


Untuk shalat Idul Adha, dianjurkan mengawalkan waktu demi memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat yang hendak berkurban selepas rangkaian shalat Id. Shalat Id dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah dan terdapat khutbah setelahnya.

 

Niat dan Tata Cara

Berikut tata cara dan shalat Id secara tertib sebagaimana disarikan dari kitab Fashalatan karya Syekh KHR Asnawi, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama asal Kudus. 


Pertama, shalat Id didahului niat yang jika dilafalkan akan berbunyi “ushalli sunnatan li ‘idil adha imaman/makmuman” jika menjadi makmun, memakai makmuman.


أُصَلِّيْ  سُنَّةً لعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَـــالَى


Artinya: Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.


Kedua, takbiratul ihram sebagaimana shalat biasa. Setelah membaca doa iftitah, takbir lagi hingga tujuh kali untuk rakaat pertama. Di antara takbir-takbir itu dianjurkan membaca:   


اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا


Artinya: Allah Mahabesar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Mahasuci Allah, baik waktu pagi dan petang.


Atau boleh juga membaca:   


سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ 


Artinya: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah Mahabesar.


Ketiga, membaca Surat al-Fatihah. Setelah melaksanakan rukun ini, dianjurkan membaca Surat al-A’la. Berlanjut ke ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti shalat biasa. 


Keempat, dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, takbir lagi sebanyak lima kali seraya mengangkat tangan dan melafalkan “allahu akbar” seperti sebelumnya. Di antara takbir-takbir itu, lafalkan kembali bacaan sebagaimana dijelaskan pada poin kedua di atas. Usai membaca Surat al-Fatihah, pada rakaat kedua ini dianjurkan membaca Surat al-Ghasyiyah. Berlanjut ke ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam.  


Kelima, setelah salam, jamaah tak disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah Idul Adha terlebih dahulu hingga rampung. Kecuali bila shalat Id ditunaikan tidak secara berjamaah.

 

Khutbah Hari Raya

Imam Abu Zakaria an-Nawawi (wafat 676 H) dalam salah satu karyanya mengatakan bahwa dua khutbah yang disampaikan setelah shalat sunnah Idul Adha hukumnya sunnah. Dalam praktiknya, sang khatib dianjurkan untuk menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kurban jika berupa hari raya Idul Adha, seperti saat ini. Dalam kitabnya disebutkan:

 

وَيُسَنُّ بَعْدَهَا خُطْبَتَانِ، أَرْكَانُهُمَا كَهِىَ فِي الْجُمْعَةِ وَيُعَلِّمُهُمْ فِي الْأَضْحَى الْأُضْحِيَة

 

Artinya: Dianjurkan setelah shalat Idul Adha dua khutbah. Rukun-rukunnya adalah sebagaimana rukun khutbah shalat Jumat. Dalam khutbah Idul Adha, khatib menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kurban (Imam Nawawi, Minhajut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], juz I, halaman 24).

 

وَالْقِسْمُ الثَّانِي مَا تُسَنُّ فِيْهِ الْجَمَاعَةُ وَهُوَ صَلاَةُ الْعِيْدَيْنِ بِخُطْبَتَيْنِ بَعْدَهُمَا، أي يُسَنُّ خُطْبَتَانِ بَعْدَ فِعْلِ صَلَاةِ الْعِيْدَيْنِ

 

Artinya: Bagian yang kedua dari shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan untuk dilakukan secara berjamaah, dan di antaranya adalah shalat sunnah dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dengan dua khutbah setelahnya, yaitu: disunnahkan dua khutbah setelah mengerjakan shalat dua hari raya (Syekh Abu Bakar Syata, Hasiyah I’anah at-Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz I, halaman 304).


Pada momen Idul Adha, umat Islam dianjurkan memperbanyak takbir. Takbiran dilaksanakan hingga selesainya hari tasyriq, yakni 11, 12, 13 Dzulhijjah. Takbiran Hari Raya Idul Adha dilakukan tiap selesai shalat fardhu.

 

Demikianlah penjelasan tentang shalat Idul Adha beserta tata cara dan niatnya. Semoga tulisan ini bisa menjadi pedoman yang dapat mempermudah umat Islam ketika akan menjalankan ibadah shalat Id besok. 

 

Artikel in sudah pernah diterbitkan pada tanggal 16 Juni 2024. Kemudian diupload kembali dengan sejumlah penambahan.