Syiar

Penjelasan Hukum Zakat Fitrah dengan Uang

Sabtu, 22 Maret 2025 | 06:13 WIB

Penjelasan Hukum Zakat Fitrah dengan Uang

Bagaimana zakat fitrah dengan uang (Ilustrasi: Yudi Prayoga)

Zakat fitrah merupakan zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap orang Islam pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Meskipun boleh juga dikeluarkan ketika awal Ramadhan hingga selesai. 

 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma dalam hadits riwayat Bukhari dijelaskan, bahwa Rasulullah saw mewajibkan umat Islam untuk menunaikan zakat fitrah, dan perintah mengeluarkan zakat fitrah tersebut sebelum shalat id:

 

فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

 

Artinya: Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum bagi setiap Muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat id (HR Bukhari).

 

Di Indonesia umumnya zakat fitrah berupa beras, karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesa. Besaran zakat fitrah telah diatur yaitu berupa makanan pokok seperti beras sebesar 1 sha’ atau sekitar 2,7 sampai 3,0 kilogram.

 

Akan tetapi banyak juga masyarakat yang berzakat dengan uang. Lalu, bagaimana hukumnya?, apakah tetap diperbolehkan.

 

Pada dasarnya dalam mazhab fiqih, hukum zakat fitrah menggunakan uang (qîmah) ada dua pendapat: Syafi’iyah dan Jumhur (mayoritas ulama) tidak membolehkan dan tidak mengesahkan, sementara Hanafiyah membolehkan dan mengesahkan (Ket: Kitâb al-Majmû‘, t.t., Juz 6, hlm. 94, Juz 5 hlm. 401, Ibn Qudâmah, al-Mughnî, 1997, Juz IV, hlm. 295-296, dan al-Jazâirî, al-Fiqh ‘alâ Madzâhib al-Arba‘ah, 2005, Juz I, hlm. 504-506). 

 

Namun, dalam konteks kontemporer saat ini, zakat fitrah menggunakan uang menjadi opsi yang sangat dipertimbangkan. Atas dasar pertimbangan kepraktisan pembayaran zakat, Lembaga Bahstul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuat putusan kebolehan konversi zakat dengan uang, mengacu pendapat ulama yang membolehkan.

 

Adapun rekomendasi LBM PBNU atas keputusan tersebut sebagai berikut:

 

1. Yang terbaik dalam menunaikan zakat fitrah adalah pembayaran dengan beras. Adapun satu sha’ versi Imam Nawawi adalah bobot seberat 2,7 kg atau 3,5 liter. Sedangkan ulama lain mengatakan, satu sha’ seberat 2,5 kg.

 

2. Masyarakat diperbolehkan pula membayar zakat fitrah dengan menggunakan uang sesuai harga beras 2,7 kg atau 3,5 liter atau 2,5 kg sesuai kualitas beras layak konsumsi oleh masyarakat setempat.

 

3. Segenap panitia zakat yang ada di masyarakat baik di mushalla maupun di masjid dianjurkan untuk berkoordinasi dengan Lazisnu terdekat.

 

Pendapat ini merupakan hasil bahtsul masail LBM PBNU tentang Pembayaran Zakat Fitrah dengan Uang, tertanggal 18 Mei 2020, dengan mengunakan model intiqâl al-mazhab fî ba‘dh al-masâ’il (berpindah mazhab dalam sebagian masalah/tidak secara utuh).

 

Menurut mazhab Hanafi, zakat dengan uang lebih efektif untuk mewujudkan tujuan. Hal ini berlandaskan pada hadits berikut:

 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَغْنُوهُمْ فِي أغْنُوهُمْ عَنْ طَوَافِ هَذَا » رواه الدارقطني في “السنن”, وفي رواية البيهقي « هَذَا الْيَوْمِ الْيَوْمِ

 

Artinya: Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw bersabda, cukupilah mereka di hari ini (HR Ad-Daruquthni).

 

Di dalam redaksi riwayat imam Al-Baihaqi disebutkan, cukupilah mereka sehingga mereka tidak perlu berkeliling (meminta-minta) pada hari ini.

 

Atas dasar tujuan zakat yang tertuang pada hadits di atas, Imam Abu Hanifah ra mengatakan:

 

( قَالَ ) : فَإِنْ أَعْطَى قِيمَةَ الْحِنْطَةِ جَازَ عِنْدَنَا ; لأَِنَّ الْمُعْتَبَرَ حُصُولُ الْغِنَى وَذَلِكَ يَحْصُلُ بِالْقِيمَةِ كَمَا يَحْصُلُ بِالْحِنْطَةِ

 

Artinya: Andaikan seseorang (dalam menunaikan zakat fitrahnya) dengan menyerahkan uang senilai harga gandum, maka hukumnya boleh menurut kami karena sungguh yang menjadi pertimbangan adalah terciptanya kehidupan yang layak. (Tujuan) tersebut dapat terwujud dengan penyaluran uang sebagaimana juga dapat terwujud dengan menyerahkan gandum (As-Sarakhshi, Al-Mabsuth, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1421 H/2004 M, juz III, halaman 99).

 

Pada kitab yang sama, Syekh Abu Ja’far ra menyatakan:

 

وَكَانَ الْفَقِيهُ أَبُو جَعْفَرٍ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ : أَدَاءُ الْقِيمَةِ أَفْضَلُ ; لأَِنَّهُ أَقْرَبُ إلَى مَنْفَعَةِ الْفَقِيرِ فَإِنَّهُ يَشْتَرِي بِهِ لِلْحَالِ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ

 

Artinya: Pembayaran zakat fitrah dengan uang adalah pembayaran yang paling baik karena uang paling efektif untuk memberi manfaat kepada fakir. Pasalnya, uang dapat dipakai untuk membeli berbagai barang yang dibutuhkannya (As-Sarakhshi, Al-Mabsuth, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1421 H/2004 M, juz III, halaman 99-100).

 

Menurut mazhab Hanafi, kadar uang yang dibayarkan harus sesuai dengan harga bahan–bahan makanan yang manshush (disebut dalam teks hadits) sebagai zakat fitrah, yaitu 1 sha’ kurma kering, 1 sha’ sya’ir (jelai–hordeum vulgare), 0,5 sha’ anggur kering, dan 0,5 sha’ hinthah (gandum-triticum spelta).

 

Dengan demikian, rumusan hukum yang dihasilkan dari konsep intiqalul mazhab berujung pada kebolehan pembayaran zakat fitrah dengan uang karena mengikuti pendapat mazhab Hanafi. Sedangkan nominalnya disesuaikan dengan harga beras 2,5 kg atau 2,7 kg (takaran zakat fitrah dalam mazhab Syafi’i).

 

وَالاِْنْتِقَالُ مِنْ مَذْهَبٍ إِلَى مَذْهَبٍ آخَرَ وَلَوْ فِى بَعْضِ الْمَسَائِلِ فِيهِ ثَلاَثَةُ أَقْوَالٍ قِيلَ يَمْتَنِعُ مُطْلَقًا وَقِيلَ يَجُوزُ مُطْلَقًا وَقِيلَ إِنْ لَمْ يَجْمَعْ بَيْنَ الْمَذْهَبَيْنِ عَلَى صِفَةٍ تُخَالِفُ الإِْجْمَاعَ جَازَ

وَإِلاَّ فَلاَ كَمَنْ تَزَوَّجَ بِلاَ صَدَاقٍ وَلاَ وَلِيٍّ وَلاَ شُهُودٍ فَإِنَّ هَذِهِ الصّورَةَ لاَ يَقُولُ بِهَا أَحَد

 

Artinya: Soal perpindahan dari satu ke lain mazhab–meski tidak secara keseluruhan satu rangkaian ibadah–, ulama memiliki tiga pendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama melarang secara mutlak. Sebagian ulama lagi membolehkan secara mutlak. Sebagian ulama lain lagi membolehkannya selama tidak menghasilkan formulasi hukum yang bertentangan dengan ijmak. Apabila bertentangan dengan ijmak, maka perpaduan mazhab dilarang seperti perkawinan tanpa mas kawin, tanpa wali, dan tanpa saksi. Sungguh perpaduan semacam itu tidak diperbolehkan oleh seorang pundari kalangan ulama. (Syaikh Nawawi Banten, ats-Tsimar al-Yani’ah, Mesir-Dar Ihya` al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt, halaman 13).

 

Demikian penjelasan tentang berzakat dengan uang. Jika memang terdesak dengan uang, kita bisa menggunakan hukum hasil dari bahtsul masail NU tentang bolehnya pembayaran zakat fitrah dengan uang. Ini merupakan jalan keluar dari permasalahan fiqih yang berkembang di masyarakat.