• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Warta

Polemik tentang Pengeras Suara, Prof Mukri: Jangan Keluar dari Substansi Awal

Polemik tentang Pengeras Suara, Prof Mukri: Jangan Keluar dari Substansi Awal
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri . (Foto: Istimewa)
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri . (Foto: Istimewa)

Bandarlampung, NU Online Lampung
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri mengingatkan semua pihak untuk tidak keluar dari esensi dan substansi awal Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala. Saat ini ia melihat masyarakat digiring untuk tidak fokus pada isi edaran yang sebenarnya jika dipraktikkan di tengah-tengah kehidupan akan mampu mewujudkan keharmonisan dan ketentraman.


“Surat edaran ini sejatinya baik karena di dalamnya berisi tentang mengatur, bukan melarang. Pengaruh media sosial telah mengaburkan pemahaman ditambah lagi dengan kurang komprehensifnya masyarakat dalam memahami pernyataan menteri agama. jangan keluar dari substansi awal,” kata tokoh yang juga Ketua Umum MUI Lampung ini saat diwawancarai NU Online, Jumat (25/2/2022).


Guru Besar Ushul Fiqih UIN Raden Intan Lampung ini pun berharap masyarakat lebih bijak dan tidak memahami informasi di medsos secara sepotong-potong. Berbagai informasi medsos harus dipahami utuh dan mengedepankan tabayun termasuk pernyataan Menteri Agama dalam video yang disebut membandingkan adzan dengan suara gonggongan anjing yang beredar viral di media sosial.


“Coba lihat dan perhatikan dengan seksama video lengkapnya. Menteri agama menyebut suara-suara dari speaker yang perlu diatur volumenya agar tidak membuat orang lain tidak nyaman. Bisa saja suara pengumuman atau suara-suara lain dari speaker,” jelasnya.


Selain menekankan pada pengaturan volume pengeras suara, pernyataan menteri agama ini juga ditujukan agar kehidupan di tengah-tengah masyarakat lebih harmonis. Dengan jarak antar masjid atau mushala yang banyak berdekatan di berbagai daerah, maka akan terjadi volume yang tinggi sehingga tidak jelas suara yang dihasilkan.


Sayangnya, masalah pernyataan menteri ini yang sekarang malah dibesar-besarkan sehingga masyarakat kehilangan inti dari tujuan awal. Ditambah lagi dengan oknum-oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk berbagai tujuan seperti tujuan pribadi, materi, maupun politis.


Pengaturan pengeras suara ini tambah Prof Mukri, bukan saja diberlakukan di Indonesia. Di Arab Saudi pun yang notabene berpenduduk Islam seluruhnya memiliki peraturan terkait dengan penggunaan pengeras suara. “Jadi substansi kebijakan ini bukan pelarangan, tapi pengaturan. Arab Saudi juga melakukan hal ini,” katanya.


Pembatasan penggunaan pengeras suara di Arab Saudi sendiri tercantum dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Urusan Islam Arab Saudi yang memuat beberapa poin penting. Pertama, semua umat hanya berdoa kepada Allah, sehingga seharusnya tak ada orang yang dirugikan. Kedua, suara imam seharusnya hanya didengar jelas oleh orang-orang di dalam masjid. Sehingga suara imam tidak perlu terdengar sampai ke rumah-rumah yang ada di sekitar masjid.


Ketiga, ada risiko penghinaan Al-Qur’an ketika ayat-ayatnya dibacakan, sementara orang lain tak mendengarkan. Keempat, suara dari pengeras suara itu mengganggu orang tua, pasien, dan anak-anak yang tinggal di rumah-rumah sekitar masjid. Kelima, kerap terjadi pula interupsi di tengah pembacaan doa sehingga menimbulkan kebingungan di tengah orang yang mendengarkan.


Bukan hanya di Arab Saudi, beberapa negara lain juga memberlakukan pengaturan pengeras suara di antaranya Mesir, Bahrain, Malaysia, Uni Emirat Arab, India dan Nigeria.


Warta Terbaru