Puluhan Ribu Santri Yogyakarta Gelar Aksi Damai, Desak Polda Tindak Tegas Peredaran Miras dan Kriminalitas
Selasa, 29 Oktober 2024 | 15:19 WIB
Yogyakarta, NU Online Lampung
Puluhan ribu santri bersama masyarakat menggelar aksi damai di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (29/10/2024).
Aksi yang digagas oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Yogyakarta ini bertajuk “Santri Memanggil”, sebagai bentuk protes atas maraknya tindak kriminalitas yang dipicu oleh mengonsumsi minuman keras (miras).
Aksi tersebut digelar atas insiden penusukan santri Al-Munawwir Krapyak oleh sejumlah pelaku yang menenggak minuman keras.
Peserta aksi yang berjumlah sekitar 14.000 orang menyerukan penegakan hukum yang tegas dan perlunya pengetatan peredaran miras di Yogyakarta.
Ketua PWNU Yogyakarta, KH Zuhdi Muhdlor, menekankan bahwa aksi ini merupakan bentuk keprihatinan mendalam dari PWNU Yogyakarta atas berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di wilayah tersebut.
“Kami sangat prihatin dengan peristiwa ini, terlebih di saat kita memperingati Hari Santri yang ke-9, kita justru mendapat kado yang menyakitkan. Karena itu, kami mengadukan masalah ini kepada Kapolda DIY untuk segera menangkap dan menghukum pelaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ujar KH Zuhdi Muhdlor.
KH Zuhdi menambahkan bahwa kriminalitas yang disebabkan oleh konsumsi miras bukanlah kasus yang sepele. Dalam banyak kasus, orang yang mengonsumsi miras sering kehilangan akal sehatnya dan cenderung melakukan tindakan-tindakan yang merugikan, termasuk tindakan kriminal. Oleh karena itu, PWNU Yogyakarta merasa perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah peristiwa serupa terjadi di masa mendatang.
PWNU berharap, selain menghukum pelaku, izin peredaran miras di Yogyakarta juga diperketat meskipun status miras legal di beberapa tempat. “Pengawasan harus lebih intensif dan ketentuan dalam Peraturan Daerah (Perda) harus ditegakkan secara ketat,” tegasnya.
Selain itu, Kiai Zuhdi mengimbau agar pimpinan DPRD dan Kepala Daerah meninjau kembali Perda yang berlaku, khususnya pasal-pasal yang bisa disalahgunakan. “Jangan ada lagi pasal karet yang memungkinkan miras tersebar tanpa kontrol yang ketat,” tambahnya.
Aksi ini diikuti oleh para santri dari berbagai pondok pesantren di Yogyakarta. Salah satunya adalah Abdul Razaq, teman satu pesantren dari korban kriminalitas yang menjadi pemicu aksi ini. Ia menyatakan bahwa solidaritas sesama santri mendorong dirinya untuk hadir dalam aksi ini, terutama karena pengasuh pondok pesantrennya juga memberikan amanat untuk ikut serta.
“Saya sangat terluka atas kejadian yang menimpa teman saya. Saya harap pihak kepolisian menangani kasus ini sesuai prosedur dan hukum yang berlaku. Jangan sampai ada perlakuan istimewa terhadap tersangka seperti yang pernah terjadi dalam beberapa kasus sebelumnya,” ujar Abdul Razaq.
Ia juga menyampaikan harapannya agar aparat kepolisian lebih serius dalam mengatasi masalah peredaran miras. Menurutnya, aksi damai yang digelar ini diharapkan mampu memberikan dorongan kepada kepolisian untuk mengambil tindakan nyata. “Yogyakarta adalah kota budaya dan kota pendidikan. Jangan sampai peredaran miras merusak citra kota ini,” tegasnya.
Selain para santri dan ulama, sejumlah tokoh masyarakat juga turut hadir dalam aksi ini. Asyharul Mualla, dosen Universitas Islam Indonesia (UII), mengungkapkan bahaya yang timbul dari konsumsi miras, terutama dalam konteks kriminalitas.
“Mengkonsumsi miras dapat memunculkan daya khayal yang berlebihan, mengurangi kesadaran, mabuk, bahkan dapat menyebabkan kerusakan otak. Ketika otak terganggu, seseorang kehilangan kontrol pada dirinya sendiri, sehingga mudah sekali melakukan tindak pidana atau kriminalitas,” ujar Gus Asyhar.
Ia juga menambahkan bahwa dari pengamatannya, banyak tindak kekerasan yang bermula dari miras. “Saya mengamati banyak sekali tindak kekerasan yang diawali karena miras, baik di antara teman mereka yang sama-sama mabuk, atau yang menjadi korban adalah orang di sekitarnya yang tidak tahu menahu sama sekali. Mereka yang mabuk biasanya punya khayalan tinggi bahwa mereka kuat, besar, dan tidak ada yang berani melawannya,” tambahnya.
Diinformasikan sebelumnya, dua orang santri Pesantren Krapyak Yogyakarta bernama Shafiq Faskhan (20) dan Muhammad Aufal Maromi (23) menjadi korban kekerasan.
Salah satu korban bahkan ditusuk menggunakan senjata tajam saat membeli sate di daerah Prawirotaman, sekitar pukul 21.00 WIB. Pada saat mereka sedang bersantai setelah makan, tiba-tiba diserang segerombolan orang.
Baca selengkapnya klik di sini
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Memaknai Bulan Rajab dengan Menghidupkan Nilai-Nilai Kemanusiaan
2
LAZISNU Pringsewu Awards: Apresiasi untuk Insan Pejuang Filantropi
3
Ratusan Rumah Terdampak Banjir, Muslimat NU Lampung Berikan Bantuan bagi Warga Korban Banjir
4
Berbagai Sebab Disunnahkannya Sujud Sahwi dalam Shalat
5
Ketua PWNU Lampung Apresiasi NU Online Lampung atas Peningkatan Pembaca yang Signifikan
6
Harlah Ke-102 NU, GP Ansor Lampung Timur Dorong Kemandirian Ekonomi Kader Lewat Workshop Tani
Terkini
Lihat Semua