oleh Ust. Ahmad Sukandi, wakil rois Syuriah PCNU Bandar Lampung
Informasi adanya negeri Saba’ yang dipimpin seorang perempuan bernama Ratu Balqis telah diterima oleh Nabi Sulaiman a.s. dari pasukan burung hud-hud. Kemegahan negeri Saba’ digambarkan oleh ratunya yang mempunyai singgasana yang indah dan megah, dan beraneka macam hiasan dan mutiara yang tidak dapat dihitung banyaknya. Dia memiliki kekuasaan, kekuatan dan harta benda yang banyak, tetapi dia dan kaumnya menyembah matahari. Hal ini
sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an:
إِنِّي وَجَدتُّ ٱمۡرَأَةٗ تَمۡلِكُهُمۡ وَأُوتِيَتۡ مِن كُلِّ شَيۡءٖ وَلَهَا عَرۡشٌ عَظِيمٞ ٢٣ وَجَدتُّهَا وَقَوۡمَهَا يَسۡجُدُونَ لِلشَّمۡسِ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَعۡمَٰلَهُمۡ فَصَدَّهُمۡ عَنِ ٱلسَّبِيلِ فَهُمۡ لَا يَهۡتَدُونَ ٢٤
Sesungguhnya aku menjumpai seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnyamenyembah matahari selain Alah; setan telah menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidk dapat petunjuk (QS An-Naml: 23-24)
Mendengar laporan itu Nabi Sulaiman berkata, sebagaimana dikisahkan Allah Swt dalam al- Qur’an surah An-Naml ayat 27 dan 28 berikut ini :
قَالَ سَنَنظُرُ أَصَدَقۡتَ أَمۡ كُنتَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٢٧ ٱذۡهَب بِّكِتَٰبِي هَٰذَا فَأَلۡقِهۡ إِلَيۡهِمۡ ثُمَّ تَوَلَّ عَنۡهُمۡ فَٱنظُرۡ مَاذَا يَرۡجِعُونَ ٢٨
Berkata Sulaiman, akan kami lihat, apa kamu termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan membawa suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka, kemuadian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan QS An-Naml: 27-28)
Setelah surat nabi Sulaiman itu disampaikan kepada Ratu Balqis, ia berkata sebagaimana disinggung dalam firman Allah SWT.
قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَؤُاْ إِنِّيٓ أُلۡقِيَ إِلَيَّ كِتَٰبٞ كَرِيمٌ ٢٩ إِنَّهُۥ مِن سُلَيۡمَٰنَ وَإِنَّهُۥ ٣٠ أَلَّا تَعۡلُواْ عَلَيَّ وَأۡتُونِي مُسۡلِمِينَ ٣١ قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَؤُاْ أَفۡتُونِي فِيٓ أَمۡرِي مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمۡرًا حَتَّىٰ تَشۡهَدُونِ ٣٢
Berkata ia (Balqis),”Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang berharga. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan dan sesungguhnya (isi)nya: Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang. Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. Berkata Balqis,”Hai pembesar-pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalaan pun sebelum kamu berada dalam majelis (ku)” (QS An-Naml: 29-32).
Dari ayat-ayat itu, tampak jelas betapa dalamnya pemikiran Ratu Balqis, betapa besar usahanya untuk mengungkapkan apa yang belum ia ketahui tentang Nabi Sulaiman sehingga ia mengadakan musyawarah dengan para pembesar di kerajaannya untuk meminta pandangan dan pendapat dari mereka. Dalam musyawarah ini, mereka mengatakan bahwa siap bertempur melawan Nabi Sulaiman, karena mereka merasa memiliki kekuatan, baik pasukan tempur maupun logistik.
Ratu Balqis tidak terpesona dengan ucapan dan pandangan yang dikemukakan oleh mereka, tetapi ia mempertimbangkan dengan kecerdasan dan ketajaman pikiran dan analisis, lalu ia berkata,”Bahwasannya seorang raja bila memasuki suatu negeri akan membuat kebinasaan dan merampas kerajaan dan menjajahnya, sungguh saya akan uji dulu kebenaran Sulaiman, dengan mengirimkan hadiah yang berharga. Bila ia menerimanya, berarti ia bukan seorang Nabi, tetapi bila ia menolaknya, berarti ia benar seorang Nabi.”
Alangkah kuatnya firasat Ratu Balqis, sehingga ia tahu bahwa Sulaiman itu adalah Nabi, karena Sulaiman menolak hadiah yang harganya mahal ketika disampaikan oleh utusannya. Kemudian, Sulaiman bertanya kepada para pembesar di kerajaannya, siapa yang dapat mengangkat dan memindahkan singgasana Ratu Balqis sebelum ia dan rombongannya datang berserah diri.
Hal ini dikisahkan pula dalam al-Qur’an:
قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَؤُاْ إِنِّيٓ أُلۡقِيَ إِلَيَّ كِتَٰبٞ كَرِيمٌ ٢٩ إِنَّهُۥ مِن سُلَيۡمَٰنَ وَإِنَّهُۥ ٣٠ أَلَّا تَعۡلُواْ عَلَيَّ وَأۡتُونِي مُسۡلِمِينَ ٣١ قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَؤُاْ أَفۡتُونِي فِيٓ أَمۡرِي مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمۡرًا حَتَّىٰ تَشۡهَدُونِ ٣٢
Berkata Sulaiman,”Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”. Berkata’Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin,”Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab,”Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata,”Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang besyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS An-Naml: 38-40).
Tantangan Nabi Sulaiman disambut jin Ifrit (yang cerdik). Setelah singgasana dapat dipindahkan sebelum Ratu Balqis datang bersama rombongannya, Nabi Sulaiman memerintahkan untuk mengubah beberapa bagian dari singgasana itu. Tujuannya untuk mengetahui apakah Ratu Balqis masih mengetahui singgasananya atau tidak. Nabi Sulaiman merencanakan penyambutan yang mengejutkan sehingga beliau menyuruh untuk mendatangkan
singgasana Ratu Balqis dalam sekejap, sebagaimana dikisahkan al-Qur’an:
قَالَ نَكِّرُواْ لَهَا عَرۡشَهَا نَنظُرۡ أَتَهۡتَدِيٓ أَمۡ تَكُونُ مِنَ ٱلَّذِينَ لَا يَهۡتَدُونَ ٤١
Dia berkata,”Ubahlah baginya singgasana; maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenal(nya).”(QS An Naml: 41).
Ratu Balqis, setelah sampai di kerajaan Nabi Sulaiman, terkejut melihat singgasananya ada di situ, menemukan keanehan. Ia berangkat meninggalkan singgasananya, tetapi tiba-tiba singgasana itu berada dihadapannya, di kerajaan Nabi Sulaiman, dengan bentuk yang sudah diubah (walaupun ia masih mengenalinya). Tergambar dalam pikirannya, ini pasti dilakukan oleh bukan orang biasa. Walaupun demikian, ketika Ratu Balqis ditanyakan apakah itu singgasananya? Ia menjawab secara diplomatis, “Seakan-akan ini singgasanaku”
Kisah ini mengisyaratkan Ratu Balqis adalan seorang perempuan yang cerdas, berpikir cepat, bersikap hati-hati, dan teliti dalam memutuskan sesuatu. Ia tidak gegabah dan buru-buru dalam menetapkan sesuatu, sehingga ketika ditanya tentang singgasananya yang telah pindah itu, ia menjawab dengan ungkapan diplomatis, tidak dengan jawaban vulgar yang dapat menjebak. Bahkan, kecerdasan Balqis dalam berlogika dan bertauhid terlihat ketika ia melihat keindahan istana Nabi Sulaiman yang lantainya terbuat dari marmer yang berkilauan laksana air. Dalam ketakjuban itu, Ratu Balqis tidak menyerah begitu saja kepada Sulaiman, tetapi ia mengatakan, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”. Ini adalah sebuah ungkapan yang hanya dapat diucapkan oleh orang yang cerdas. Di kala ia dalam kondisi terdesak, ia tidak langsung mengakui kebesaran lawannya, tetapi ia “merangkul” lawannya dan menundukkan diri kepada Zat yang lebih tinggi daripada Nabi Sulaiman.
Demikian al-Qur’an bercerita tentang kepemimpinan seorang perempuan dengan memberikan contoh historis ratu Balqis di negeri Saba’ yang merupakan gambaran perempuan yang mempunyai kecemerlangan pemikiran, ketajaman pandangan, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, dan strategi politik yang baik. Waktu ia mendapatkan surat dari Nabi Sulaiman, ia bermusyawarah dengan para pembesar. Walaupun merasa takut dan siap menghadapi perang melawan Sulaiman, namun ia mempunyai pandangan yang jauh, ia tidak ingin negerinya hancur dan rakyat menjadi korbannya karena ia mempunyai intuisi bahwa Sulaiman raja yang sangat kuat. Dengan melalui utusan dan hadiah yang dibawanya pulang, ia yakin bahwa Sulaiman itu seorang Nabi, maka tidaklah bijaksana melawan Sulaiman dan kebenaran yang tentu dijamin oleh Tuhan dengan kemenangan, juga tidaklah bijaksana menghalangi kaum dan rakyatnya untuk menikmati kebenaran tersebut dengan berperang melawannya untuk mempertahankan kebatilan.