Model Dakwah NU dalam Mewujudkan Kemaslahatan Umat
Oleh:
Dr. KH.Abdul Syukur
Wakil Rois Syuriah PWNU Lampung
ISLAM adalah agama yang mengemban kerisalahan Islam yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya.
Usaha Rasulullah menjadikan Islam agama yang
rahmatan lil alamin adalah dengan kegiatan dakwah. Tugas dakwah Nabi Muhammad merupakan tugas mulia dalam rangka menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Dalam Alquran, Surat Al-Ahzab ayat 107 dikatakan, “Tidak kami utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
Untuk menjadikan Islam
rahmatan lil alamin, Nabi Muhammad sebagai da`i berusaha mengajak umat manusia memeluk dan mengamalkan agama Islam. Rasulullah mulai berdakwah dari periode Mekkah sampai hijrah ke Madinah. Dan pada periode Madinah tersebut Nabi Muhammad terus mengembangkan dakwah di tengah masyarakat, dimana masyarakat sebagai sasaran dakwah
(mad`u).
Dakwah Rasulullah dimulai dari tahap
takwin, dimana ia berdakwah mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam. Pada tahap ini, nabi berdakwah menggunakan metode dan strategi rahasia
(sirriyyah) dengan pendekatan personal, dakwah terbuka
(`alaniyyah) dengan pendekatan kolektif, dan dakwah dengan kekuatan politik
(Siyasah) dengan pendekatan kelembagaan
(Institusional).
Dakwah secara tertutup, lebih diarahkan kepada
mad`u dimulai dari yang bersifat individual untuk membentuk masyarakat yang tauhidi di Mekkah, merupakan tahapan dakwah takwin.
Dakwah secara terbuka dengan pendekatan kolektif, guna membangun jaringan umat dakwah, merupakan tahapan dakwah pengorganisasian
(Tanzhim) diarahkan pada penguatan keberhasilan dakwah guna membentuk masyarakat yang bersatu dan rukun, persaudaraan dan persamaan derajat atas dasar nilai Islam yang rahmatan.
Dakwah secara kekuatan politik
(Siyasah) dengan pendekatan institusional guna mengembangkan syiar dakwah Islam dan memajukan umat yang menjunjung tinggi nilai persamaan derajat
(musawwah), pesaudaraan
(Ukhuwah), nilai keadilan
(`adalah) dari multi etnis, multi kultural, multi agama, dan sebagainya dengan dijiwai nilai Islam yang rahmatan lil`alamin dengan ijtihad nabi Muhammad yang berhasil mendirikan negara Ummah Madinah.
Negara ummah merupakan representasi dari wadah persatuan dan persamaan masyarakat (penduduk) Madinah dari berbagai agama, kultur budaya, etnis, bahasa dan pekerjaan.
Pengalaman sejarah dakwah Nabi di Madinah merupakan gambaran model dakwah multikultural dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang dijiwai nilai Islam. Hal itu tanpa mengabaikan kultur budaya masyarakat heterogen yang ada di Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah (juga da`i) dan kepala negara (
rais al-siyasah fi al-islam) merupakan tahapan dakwah taudhi (pendelegasian) dakwah kepada generasi dakwah masa selanjutnya.
Oleh sebab itu, dakwah yang utama bagi NabI Muhammad ditunjukkan pada usaha memperbaiki ahlak masyarakat
juhala untuk diubah menjadi akhlak yang mulia. Inilah implementasi iman menjadi amal saleh guna mewujudkan masyarakat yang berperadaban, sebagaimana masyarakat Islam di Madinah.
Model dakwah dalam sejarah dakwah Nabi Muhammad perlu dihadirkan kembali dan makna sejarahnya pada masa-masa sesudahnya di dunia Islam modern antara lain Indonesia, termasuk Lampung dari kalangan NU.
Oleh karena itu, model dakwah multikultural perlu dilakukan penelitian guna memperoleh konsep tentang model dakwah kultural menurut NU dan aplikasinya di masyarakat Lampung.
Perkembangan dakwah pada masa sesudah Nabi Muhammad, pasca sistem Khilafah terus terjadi pada periode pertengahan dan periode modern di daerah-daerah, termasuk penyebaran Islam di Indonesia sejak sejak masa prakemerdekaan hingga masa kemerdekaan Indonesia dalam bentuk NKRI.
Penyebaran Islam di Indonesia pra-Islam adalah kegiatan dakwah terjadi di pesantren-pesantren dimana para kiai sebagai pelaku dakwah dalam menyebarkan pesan Islam kepada masyarakat. Seperti walisongo berdakwah di Jawa dan pengaruhnya sampai keluar Jawa, termasuk Sumatra. Pada masa itu dakwah dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam seperti SI, Muhammadiyah, NU dan lain sebagainya.
Kegiatan dakwah yang dilakukan oleh para kiai di pondok pesantren, yang kemudian mereka mendirikan NU, dikenal NU identik dengan para kiai dan pesantrennya. Perkembangan dakwah NU yang dimotori oleh para Kiai dan wadahnya melalui pesantren juga terus berkembang dan menyebar keseluruh daerah-daerah di Indonesia, termasuk di Lampung.
Sejak masuknya NU di Lampung, NU terus mengembangkan model dakwahnya sesuai dengan berkembangnya masyarakat Lampung yang majemuk.
Penduduk Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota memiliki penduduk lebih 7 juta jiwa dan mayoritas memeluk agama Islam. Sejak masuknya Islam di Lampung, hingga sekarang ada dua kelompok Islam yang dominan di Lampung. Mereka menganut Islam berhimpun dalam NU, dan sebagian mereka berhimpun dalam organisasi Islam lainnya.
Kegiatan dakwah NU di tengah masyarakat multikultural menurut para da`I dari kalangan ulama (kiai) untuk mengembangkan pola dan model dakwah guna menyampaikan pesan dakwah yang mengena sasaran yaitu masyarakat Islam Lampung yang bersifat majemuk dari sisi kultur-budaya, etnis, bahasa, dan agama. Oleh karena itu, bagaimana upaya da`I dari NU dalam melaksanakan dakwah multikultural berbasis kearifan lokal di tengah masyarkat pluralis di Provinsi Lampung.
Pertanyaan ini muncul disebabkan adanya kesenjangan di tengah masyarakat islam dalam mengimplementasikan ajaran Islam dengan nilai budaya setempat. Seperti ungkapan
bidah, kurafat, dan
takhayul ketika masyarakat Islam lampung merayakan peringatan hari besar Islam. Seperti Maulid Nabi, Isra` Mi`raj dan sebagainya.
Penulis pernah melakukan prasurvei di dua kecamatan pada 8 dan 13 Februari 2013 di Telukbetung Timur dan Sukabumi Indah. Dari hasil pra survey itu diketahui warga merayakan peringatan Maulid Nabi SAW. Selain mengisinya dengan ceramah agama, mereka membuat perahu yang diarak di tengah masyarakat sebagai ungkapan kecintaan mereka terhadap Rasululullah SAW.
Kecintaan kepada nabi Muhammad diungkap dengan bacaan Kitab Al Barzanji yang dibacakan lantunan syairnya, tetapi itu dituduh
bid’ah oleh kelompok lain.
Masing-masing asal etnis dan budaya bagi masyarakat yang memeluk Islam dan mereka selalu memperingati maulid nabi, dan meengekspresikan secara berbeda-berbeda. Ada yang mengekspresikannya dengan membuat kue untuk dimakan bersama setelah membaca Al Barzanji, ada yang membuat tumpengan, dan ada juga dengan rebana menyambut kecintaan dengan nabi Muhammad.
Berbagai ekspresi kecintaaan kepada Nabi Muhammad itu memperlihatkan multikultural bagi masyarakat Islam yang majemuk di Lampung, dimana kondisi tersebut merupakan bagian dari sasaran dakwah, termasuk dakwah kaum NU di Lampung sejak masuknya NU sampai sekarang.
Uraian diatas menggambarkan bahwa terdapat hubungan antara subsistem agama dan subsistem budaya dalam proses dakwah, dimana sasaran dakwah adalah masyarakat yang memiliki keyakinan agama dan nilai budayanya masing-masing walaupun mereka adalah penganut Islam.
Perbedaaan tersebut disebabkan perbedaan memahami agama dengan nilai budaya yang dipedomani. Hal demikian diungkap oleh para pakar.
Menurut Koentjoroningrat, dari sisi agama, Indonesia mengakui lima agama besar di dunia, disamping masih banyak terdapat agama suku. Masyarakat beragama di Lampung terdiri dari mayoritas beragama Islam, dan minoritas bergama Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha dari berbagai etnis atau suku yang menjadi penduduk di Lampung.
Dakwah multikultural di tengah kemajemukan masyarakat, dimana kemajemukan dapat melahirkan integrasi (harmoni kehidupan beragama), sebagaimana juga dapat melahirkan konflik. Proses dakwah adalah proses interaksi sosial guna menyebarkan Islam untuk diimplementasikan dalam kehidupan sosial dilakukan oleh NU di Lampung.
Menurut Karel A.Steenbrink, pada tahun1995 dengan optimis Indonesia selam 45 tahun terakhir memberikan gambaran kerukunan pemeluk agama yang terbebas dari konflik. Ini merupakan prestasi luar biasa dan jarang terjadi ditempat lain.
Pada umumnya, berbagai hubungan sosial tampak kuat dan stabil ditingkat lokal. Ketegangan yang banyak terjadi pada waktu silam muncul pada tingkat nasional Indonesia, walaupun masih dijumpai keinginan pada stabilitas dan ketidaksenangan terhadap perubahan radikal.
Ronald Robertson menyatakan, kesadaran akan kesatuan kebudayaan antara lain dalam bentuk nasionalisme cenderung melindungi masyarakat dan dari perpecahan. Kesatuan kebudayaan didalamnya terdapat sub-sub sistem kebudayaan. Antara lain sub sistem pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Dari ketiga pendapat menunjukkan bahwa kegiatan dakwah dipahami sebagai proses interaksi sosial di tengah masyarakat (sasaran dakwah) dimana penyebaran atau pengimplementasian pesan dakwah tidak dapat terlepaskan dari sub-sub sistem lainnya seperti budaya, eknomi, pendidika, sosial dan sebagainya.
Ini semuanya memperkuat gambaram dakwah kultural di tengah masyarakat Islam yang mejemuk di Lampung yang dilakukan dari kalangan NU dalam melaksanakan dakwah di Lampung dengan mengedepankan pola dakwah multikultural untuk mencapai tujuan dakwah yang diinginkan oleh masyarakat Islam di Lampung.
Definisi dakwah dalam konteks multikultural dapat diartikan sebagai proses pengimplementasian pesan Islam dalam kehidupan nyata bagi masyarakat Islam yang mewujudkan nilai ajaran Islam berinteraksi dengan nilai kultur-budaya yang mereka pedomani dalam segala aspek kehidupan.
Hal itu guna mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam yang membawa kemaslahatan bagi umat yaitu
Khoiru Ummah untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Definisi dakwah demikian sejalan dengan pengertian dakwah yang dikemukakan oleh Syekh Ali Mahfudz dan Al-Bayanuni.
Ali Mahfudz mendefinisikan dakwah ialah dorongan manusia kedalam kebaikan dan petunjuk, menyuruh yang baik dan mencegah dari yang jahat agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dalam konteks ini, dakwah merupakan motivasi atau inspirasi bagi umat untuik mewujudkan Islam menjadi rahmat ialah Islam membawa kebahagiaan hidup bagi pemeluknya d dunia sampai di akhirat.
Al-Bayanuni mengartikan dakwah sebagi proses penyesuaian ajaran Islam dalam realita kehidupan.
Dua definisi tersebut dalam perspektif dakwah multikultural memberikan pemahaman bahwa dakwah berhubugan dengan masyarakat yang memiliki keragaman budaya dapat berhimpun dalam nilai Islam (pesan dakwah) yang dilandasi akidah Islam, ibadah dan muamalah membawa kebahagiaan mereka di dunia akhirat. Jadi, pengertian dakwah multikultural ialah proses pengimplementasian berbagai nilai kultur budaya masyarakat Islam bersumber dari nilai Islam dalam realitas kehidupan social.
Pengertian Model Dakwah Multikultural
Model dakwah dipahami sebagai rancangan yang menggambarkan alternatif metode dakwah mewakili realitas sesungguhnya dalam kehidupan social keagamaan (dakwah). Sebab, dakwah juga dapat diartikan proses pengimplementasian nilai-nilai Islam yang bersumber dari Alquran dan Hadist serta hasil ijtihad ulama dakwah (da`i) bersinergi dengan nilai-nilai kultur-budaya masyarakat Islam setempat.
Dakwah demikian memperlihatkan proses perubahan masyarakat Islam dalam mewujudkan nilai Islam dan nilai kearifan lokal menjadi rahmat bagi semesta alam yang membawa mereka pada kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Dakwah ditujukkan kepada sasaran dakwah, yaitu masyarakat.
Dalam tinjauan sosiologis, masyarakat selalu melakukan interaksi sosial untuk mencapai tujuan tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang dianutnya sesuai dengan asal usul etnis masyarakat yang mempengaruhi budayanya.
Di Indonesia terdapat berbagai etnis dan budaya yang dianut oleh masyarakat, maka dakwah pun mesti menurut da`I memilih alternatif metode dakwah dalam menyampaikan pesan dakwah kepada masyarakat yang multikultural. Berarti, model dakwah multikultural diperlukan bagi da`I dalam mencapai tujuan dakwah kepada sasarannya (mad`u).
Ini menunjukkan bahwa esensi dakwah dalam pendekatan pengembangan masyarakat islam (PMI) yang lebih dekat dengan pendekatan sosiologis, dimana sosiologi didalamnya membahas mengenai subsitem agama dan sub sistem budaya yang diimplementasikan olehmasyarakat islam. Hal itu dilakukan dengan jalan interaksi nilai Islam dengan masyarakat dan interaksi masyarakat dengan nilai kearifan lokal dalam proses dakwah multikultural, sebagaimana yang terjadi dalam dakwah dikalangan masyarakat Islam di Lampung.
Uraian diatas memperlihatkan pada pengertia dakwah dan esensinya. Pemahaman dakwah multikultural dapat ditelusuri dari pengertian dakwah yang dikemukakan oleh para pakar dakwah.
Thoha Yahya Oemar mengartikan dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dundan akhirat.
Beberapa definisi para ahli di atas menunjukkan bahwa proses dakwah harus merespon perkembangan pola pikir dan kemajuan peradaban suatu umat. Dan oleh karena itu, perlu melakukan pengembangan pola dakwah diantara pola dakwah yang dapat dikembangkan dengan model dakwah multicultural.
Konsep Model Dakwah Multikultural
Dari pengertian dakwah ini menunjukkan adanya pengembangan metode dakwah dengan model dakwah pendekatan multikultural. Dalam Alqur`an Surah Al- Nahl ayat 125 dapat dipahami bahwa ajakan kejalan Allah (agama Islam) ialah dipahami sebagai proses dakwah. Filosofi dakwah dalam ayat tersebut diungkap dengan kata hikmah.
Namun demikian, kata hikmah juga mengandung pemahaman sebagai metode dakwah. Dakwah dengan metode hikmah juga menghasilkan multi interpretasi, antara lain:
- Hikmah menunjukkan metode dakwah yang didasarkan ilmu pengetehuan yang mampu menjiwai da`i dalam berdakwah secara bijak ucapan, bijak sikap, dan bijak perilaku sesuai dengan sasaran dakwah yang dihadapinya.
- Hikmah juga menunjukkan pendekatan dakwah, yaitu berdakwah harus memperhatijkan situasi dan kondisi mad`unya sehingga da`I dalam berdakwah harus bijak dalam menerapkan metode dakwah, bijak menyampaikan pesan dakwah yang persuasif kepada mad`u terutama kepada mad`u yang memiliki multi budayanya.
- Hikmah dakwah menunjukkan dakwah yang membawa perubahan yang lebih Islami yakni min al-dzulumati ila al-nur.
Oleh sebab itu, model dakwah multikultural NU yang dikembangkan pada saaat ini, secara konseptual mengacu pada nilai kearifan lokal, dakwah yang membawa pemahaman dan sikap muslim yang moderat, bukan paham yang keras, bukan pula doktrin radikal, dan bukan pada pengamalan Islam yang membawa tindakan radikal terorisme.
Model dakwah multikultural yang dikembangkan oleh (ulama/dai) NU adalah model dakwah yang dapat membawa ajaran bagi umat beragam menjadi toleran, moderat, persamaan, saling menolong, dan keadilan, antara lain:
Pertama, dakwah dilakukan dengan bijaksana (hikmah) dipahami sebagi model dan pola dakwah yang dapat diterapkan dalam proses dakwah dengan memperhatikan kondisi masyarakat.
Kedua, kondisi masyarakat berhubungan dengan budaya mereka yang multikultural, baik dari sisi kultur budaya mereka yang majemuk ataupun pola piker dan pola hidup mereka atas dasar nilai Islam dan nilai kearifan lokal untuk memeperoleh kemaslahatan hidup mereka, baik di dunia maupun akhirat.
Hamzah Ya`cub mengartikan dakwah ialah mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Pengertian dakwah demikian juga memperlihatkan bahwa hikmah merupakan model dakwah yang perlu diterapkan oleh da`I dalam mewujudkan nilai Islam menjadi realitas kehidupan social, dengan bersumber dari Alquran dan Hadist yang diimplementasikannya bagi penganut Islam dimanapun mereka tinggal dan menganut kultur-budayanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagaiu berikut;
Pertama, model dakwah multukultural merupakan alternatif metode dakwah yang dikembangkan NU karena sasaran dakwah
(mad`u) atau masyarakat memiliki berbagai budaya agar tujuan dakwah tepat sasaran, sebab implementasi pesan dakwah tidak terlepas dari nilai budaya yang dianut oleh suatu masyarakat.
Kedua, filosofi model dakwah multukultural NU juga berdasarkan dalil Alquran. Antara lain disebutkan dalam Alquran surah Al-Nahl ayat 125, dimana kata hikmah menunjukkan dakwah yang merespon situasi dan kondisi suatu masyarakat yang memiliki corak dan ragam budaya dan bahasanya, sehingga Islam dapat diwujudkan menjadi rahmat.
Ketiga, model dakwah multukultural NU juga untuk melahirkan dan mengembangkan pemahaman Islam serta sikap dan perilaku keagamaan umat Islam yang dapat memahami berbagai budaya dalam realitas kehidupan masyarakat yang selalu berhubungan dengan beragam budaya masyarakat sebagaimana yang dialami di Lampung sebagai miniaturnya Indonesia, sehingga Da`I pun dituntut supaya memahami berbagai corak dan nilai budaya mad`u diberbagai daerah. (**)