NU Online

Kecelakaan Gus dan Kiai, Gus Khozin dan Lora Faizi Ingatkan Bahaya Kelelahan dan Penerangan Jalan yang Buruk

Rabu, 7 Mei 2025 | 08:09 WIB

Kecelakaan Gus dan Kiai, Gus Khozin dan Lora Faizi Ingatkan Bahaya Kelelahan dan Penerangan Jalan yang Buruk

Gambar ini hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online Lampung 

Kecelakaan menimpa KH Alamudin Dimyati Rois atau Gus Alam dari Pesantren Al-Fadllu wal Fadhilah 2, Kendal. Ia sempat dirawat intensif di RS Budi Rahayu, Pekalongan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di Tol Pemalang-Batang, tepatnya KM 315+900 jalur A.

 

Insiden terjadi usai Gus Alam menghadiri rutinan istighotsah di Pesantren Al-Fadllu 4, Brebes, pada Jumat (2/5/2025), bersama tiga rekannya. Usai menjalankan operasi beberapa hari lalu, Gus Alam dinyatakan wafat pada Selasa (6/5/2025) pukul 05.30 WIB.

 

Ketua Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin (Gus Khozin) menyoroti maraknya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan para kiai dan gus (sebutan untuk putra kiai).

 

“Saya mendoakan agar para kiai dan gus yang wafat dalam musibah ini senantiasa diberi rahmat oleh Allah dan kita yang masih hidup tetap diberi perlindungan dan kesehatan,” ujarnya pada Selasa (6/5/2025) malam.

 

Gus Khozin menekankan pentingnya sikap berhati-hati dalam berkendara. Ia pun selalu memberi pesan khusus kepada sopirnya yang juga seorang santri.

 

“Kamu menyopiri saya tidak sama dengan penumpang lain. Saya di tempat acara ditunggu jamaah pengajian. Maka tugasmu membawa mobil saya dengan selamat dan tidak membahayakan pengguna jalan lain,” ujarnya.

 

Ia mengaku selalu menegur sopirnya jika mengemudi terlalu cepat dan selalu menyediakan tenggat waktu yang cukup longgar untuk perjalanan. Jika estimasi perjalanan membutuhkan satu jam, maka ia berangkat satu jam setengah sebelumnya.

 

“Kalau pun saya datang duluan, bisa silaturahim dengan lebih banyak orang. Saya menikmati perjalanan yang tidak tergesa-gesa. Sebab saat itulah saya bisa menulis di laptop, bisa baca kitab PDF dan lainnya,” tuturnya.

 

Gus Khozin juga berbagi pengalamannya memiliki sopir yang tergabung dalam komunitas SK (Sopir Kiai). Ia mengatakan para sopir ini sering berkumpul saat acara, jagongan, merokok, dan ngopi bersama, lalu kembali menyupiri kiai dalam keadaan lelah. Situasi ini, menurutnya, sangat rawan mengakibatkan kecelakaan.

 

“Maka saya selalu bilang, istirahat di lokasi. Cari masjid untuk klesetan. Kalau belum istirahat, saya hentikan di rest area, saya suruh tidur,” ungkapnya.

 

“Kalau tidak bisa tidur, saya yang nyetir, ternyata sopir pulas tidurnya. Sopir juga perlu istirahat. Sesekali boleh lah kiai nyupiri santri, yang penting selamat,” imbaunya.

 

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Al-Furqan Sabajarin Guluk-Guluk Sumenep, Lora M Faizi menilai dalam kasus kecelakaan lalu lintas perlu dilihat berbagai faktor lain, selain jam istirahat sopir. Salah satunya, masalah penerangan kendaraan.

 

“Saya melihat komentar-komentar warganet dalam kasus kecelakaan maut Gus Alam banyak yang menyorot soal jam istirahat sopir,” kata Ra Faizi, sapaan akrabnya.

 

Padahal, menurutnya, dalam kasus tersebut bisa jadi lampu ekor truk yang ditabrak dari belakang tidak berfungsi dengan baik atau bahkan tidak ada sama sekali.

 

Di tempat lain, lampu projie dan biled (jenis lampu kendaraan yang umumnya dipakai untuk meningkatkan pencahayaan) yang terlalu terang, sering kali membuat pengendara kehilangan kendali.

 

“Regulasi soal ini tidak berjalan sama sekali,” ujar penulis buku Tirakat Jalanan: Bahagia di Jalan Raya itu.

 

Selain itu, pelanggaran batas kecepatan juga menjadi salah satu pemicu utama kecelakaan. Ia menyebut, hanya sedikit kendaraan MPV di jalan tol yang tidak melanggar batas kecepatan.

 

“Kita tahu, kematian itu takdir. Tapi kecelakaan lalu lintas bisa dikendalikan dan diupayakan maksimal untuk dihindari,” katanya.

 

Ia berharap ada langkah pencegahan jangka panjang melalui pendidikan karakter di jalan raya. Ia menyarankan agar pembelajaran tersebut diberikan kepada siswa kelas akhir tingkat SMA dan calon mahasiswa.

 

“Harus diajarkan bukan semata-mata pengetahuan tertib lalu lintas, tapi juga akhlak di jalan raya,” pungkasnya 

 

Baca selengkapnya di sini.


Terkait